10.Sisi Lain Akhdan

2.1K 216 57
                                    

.
.
.
.
.
Afkar melangkah dengan senyum mengembang di koridor sekolah. Bagaimana tidak, ternyata yang dikatakan ayahnya kemarin memang benar. Setelah Prasaja mengizinkannya untuk pulang, ke esokan harinya sang ayah mengizinkannya untuk berangkat sekolah. Walaupun memang tadi pagi ada sedikit perdebatan dengan sang bunda karena memang Heni belum mengizinkan anak itu untuk berangkat sekolah.

"Nobitaaa" suara Zira menyapa gendang telinga Afkar. Gadis berkuncir kuda itu dengan senyum manisnya berjalan menghampirinya. Afkarpun juga membalas senyuman itu.

"Eh Wonderwomen tumben berangkat pagi," tutur Afkar dengan heran. Tangan Afkarpun terulur mengusap rambut Zira dengan lembut, membuat sang empunya memejamkan mata. Ah, kenapa serasa ada musik disko di jantungnya kala Afkar memperlakukannya seperti itu.

"Gimana keadaan lo?"

"Selalu baik"

"Jangan capek capek lagi. Obatnya diminum teratur. Jangan bandel lagi. Jangan__"

'Cupp'

Zira mematung dengan mata membulat. Bibir lembut Afkar mengecup pucuk rambutnya. Ia berfikir, apa ada salah satu saraf Afkar ada yang putus? Mengapa pria itu tiba tiba berubah jadi semanis ini terhadapnya? Jantungnya yang semula telah berdisko ini jadi tambah kejet kejet nggak karuan. Apa lagi pipinya yang ia yakin udah merah kayak tomat.

"Blushh!!! Kok lucu sih pipinya. Gemes pengen uyel uyel." tangan Afkar terulur memainkan pipi gadis itu. Wajah Zira terlihat menggemaskan. Entah kenapa wajah gadis itu jadi polos nggak karuan. Zira yang diuyel uyel sama Afkarpun hanya bisa menatap polos wajah Afkar.

"Mukanya biasa"

'Pletakk'

"Adawhhh, bahlul..."

Afkar berlari dengan tawa pecah begitu saja setelah menjitak Zira. Bayangkan saja. Dibawa Afkar terbang setinggi tingginya, di perlakukan manis semanisnya, dan di jatuhin sejatuhnya. Ah, tapi ia jadi merasa tetap Fly hari ini. Walau akhirnyapun tetap dijitak sama Afkar.

"Hushh, nggak boleh mikir macem macem."

***

"Ini gue bawa stok makanan buat beberapa hari kedepan."

"Makasih sweety."

Akhdan memutar bola matanya malas mendengar panggilan menjijikkan itu. Akhdan sendiri bingung, kenapa bisa ada makhluk model Zetta yang masih hidup di bumi?

Ya, kini Akhdan tengah berada di kos kosan Zetta. Sang bunda tadi memberinya uang untuk menyuruhnya membelikan stok makanan untuk Zetta. Dan dengan setengah hati pula Akhdan melaksanakan perintah bundanya itu. "Eh btw lulusan SMA kayak gue itu laku kerja apaan ya?" Zetta membuka pembicaraan. Raut wajah gadis itu menjadi serius.

"Jadi babu." jawab Akhdan dengan muka datar.

"Ih lo kok jahat sih sweety," Zetta memanyukan bibirnya. Kenapa harus semenggemaskan itu tingkahnya? Pikir Akhdan yang sedari tadi berusaha untuk tidak menatap wajah gadis itu.

"Di kota besar kayak Jakarta ini emang kalau lulusan SMA mentok ya emang itu. Orang kerja SPG aja sekarang juga harus sarjana"

Penuturan Akhdan semakin membuat gadis itu menekuk wajahnya. Akhdan yang melihatnya sedikit merasa bersalah. Dan sejenak diantara mereka hening. Baik Akhdan maupun Zetta tak ada yang bersuara. Zetta sibuk dengan pemikiran soal kepanjangan hidupnya nanti. Ah, dia jadi menyesal telah kabur dari rumah. Sedangkan Akhdan diam diam pria itu memperhatikan Zetta. Ada rasa tak tega kala melihat wajah yang biasa ceria riang itu murung.

"Lo mau seriusan kerja?" tanya Akhdan memecah keheningan. Zettapun mengangguk dengan semangat. Tak lama kemudian Akhdan menyerahkan sebuah kartu kepada gadis itu. Gadis itu mengeryitkan dahinya tak paham.

BetweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang