.
.
.
.
.
Lapangan di halaman sekolah SMA Garuda itu di penuhi oleh ratusan siswa yang sedang hormat kepada sang saka merah putih. Hari ini adalah hari senin. Ya, upacara telah berlangsung. Para siswa tampak hikmat menghormatkan tangannya kala sang saka merah putih di kibarkan oleh sang petugas upacara.Namun, berbanding terbalik dengan Afkar yang kini tengah berdiri di depan gerbang sekolahnya tampa di perbolehkan masuk oleh sang satpam. Ini semua karena kejadian 30 menit yang lalu. Di mulai dari ia yang terbangun kesiangan di teruskan dengan berbagai omelan dari sang bunda. Di lanjutkan lagi dengan kemacetan di lalu lintas. Dan berakhir dengan keterlambatannya.
"Anjir sumpah. Kalau gini caranya besok gue mau pindah ke negara yang sekolahnya masuk siang. Terus jalannya gak macet. "
Lelaki itu terdengar menggerutu sendiri. Ia sesekali menendang nendang gerbang sekolahnya yang langsung di hadiahi oleh tatapan horor sang guru BK, yang saat itu memang sedang berdiri di barisan paling belakang di depan gerbang mengawasi murid murid.
Mendapat tatapan horor dari sang guru, Afkar segera menghormatkan kembali tangannya menghadap ke arah depan.
"Telat lagi Afkar?? Kamu tau kolom tanda telat kamu di catatan saya itu sudah penuh. Jangan membuat saya membuang buangkan waktu hanya untuk membuat kolom tanda telat lagi di nama kamu."
"Ya udah kali pak kalau Pak Enggar emang gak mau buang buang waktu buat nandai saya di kolom keterlambatan mending saya gak usah di tandai. Bapak gak capek buang buang waktu saya pun juga gak jadi dapat point kita sama sama untung pak. Simbiosis Mutualisme Hehehehe."
Pak Enggar memutar bola matanya jengah mendengar cerocosan murid teladannya itu. Belum sempat Pak Enggar melontarkan perkataanya atas penyataan Afkar, tiba tiba seorang gadis cantik datang dengan menggunakan almameter SMA sekolahnya.
Gadis itu tampak mengatur nafasnya yang tersenggal senggal sehabis berlari dari halte penurunan bus di depan sekolahnya. Dengan segera iapun menyalami Pak Enggar. Sebuah cengiran konyol ia tampilkan.
Afkar hanya menautkan alisnya bingung menatap gadis disampingnya. Wajah gadis itu sangat asing di memorinya. Afkar lirik sekilas name tag gadis berambut panjang itu.
'Elzira Emirista B.'"Murid baru rupanya"
Gumam Afkar seraya masih memerinci penampilan Zira dari atas hingga bawah. Zira yang memang mendengar penuturan Afkar langsung melirik pria itu dengan sinis. Sedari tadi Zira memang mencuri curi lirikan sinis yang diberikan oleh Afkar. Zira risih dengan tatapan Afkar yang menatapnya dari atas hingga ke bawah itu."Kamu bukanya murid baru kelas XI-IPA 2 itu. Baru pertama masuk sekolah, sudah ambil point terlambat. Kamu ini mau jadi pendampingnya Afkar?."
Pak Enggar bercerocos menyebut nama murid teladanya itu, membuat Afkar menaikkam sebelah alisnya seraya mengangkat bahunya acuh. Pak Enggar kini menggelengkan kepalanya pelan menatap dua muridnya itu. Lihatlah bagaimana penampilan Zira yang jauh dari penampilan seorang perempuan. Wajah ayunya yang hanya berpoles bedak tipis itu tak membuat kecantikan gadis berumur 16 tahun itu luntur. Hanya penampilan awur awurnya saja yang menjadi tanda kutip Zira dikatakan sebagai bocah bandel.
"Masak bapak gak tau sih. Tadi itu ada kendala, pak. Ada demo ibu ibu gitu. Ibu ibu pada bawa panji, wajan, parutan, ember, baskom--"
"Stopp! kenapa kamu jadi promosi perabotan rumah tangga."
"Betul kali pak yang dibilang dia. Saya juga telat emang karena demo ibu ibu itu. Tumben nih si bapak gak ikut ikutan demo ibu ibu. Biasanya jadi yang paling terdepan :v ."
Afkar menimpali dengan leluconnya. Membuat Pak Enggar membolakan mata berkacamata tebalnya itu dengan sempurna. Dengan sekali tarikan, ia menjewer telinga Afkar. Membuat bocah laki lali itu menjadi menjerit kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between
Novela JuvenilDiantara mereka ada dia yang menjadi jarak hubungan mereka berdua. Dan diantara mereka juga ada TAKDIR yang menjadi penghalang bersatunya mereka sampai seumur hidup. Sosok Elzira dengan Afkar sangat bertolak belakang. Hingga datanglah Akhdan yang se...