Aku tersenyum bukan berarti aku bahagia
Tetapi aku tersenyum
Untuk menutupi luka yang kurasa-Alya Putri Anjani-
Mama membuka pintu dengan perlahan-lahan.
"Alya, Mama pulang nak.." kata Mama sambil berjalan menuju kamar ku.
Sesampainya di kamar, Mama tidak menemukanku. Tetapi dia melihat pintu kamar mandi yang terbuka, dia masuk dan menjerit sejadi-jadinya.
"Alya... ya Tuhan, apa yang terjadi sama kamu sayang?" kata Mama dengan terkejut, dan membawaku ke kamar.
Dengan keadaan masih lelah karena baru pulang kerja, dia berusaha menggendongku. Dan meletakkan ku di atas tempat tidur.
Aku membuka mataku namun aku belum sadar sepenuhnya, aku melihat airmata yang membasahi pipi tirusnya, dan rasa khawatir yang dipancarkan dari matanya. Namun sakit kepalaku sudah tidak dapat aku tahan lagi. Kemudian aku menutup mataku dan tertidur.
Setelah 3 jam aku tidur, akhirnya aku bangun dan sadar sepenuhnya. Meskipun sakit di kepalaku ini belum hilang, namun aku masih bisa melawan rasa sakit ku ini.
Aku melihat Mama yang tertidur di sampingku. Aku memperhatikan wajahnya yang semakin lama semakin menua. Aku melihat lelah yang tak tertahankan di wajahnya, dan aku memikirkan bagaimana seandainya jika aku tiada nanti, dia hanya punya aku. Dan kini pikiranku hanya tertuju pada ibuku.
Aku takut bila aku tidak bisa menemaninya lebih lama lagi karena sakit yang ku derita. Tanpa terasa air mata ini membasahi pipiku, dan membuat Mama terbangun dari tidurnya karena isakan tangisku yang menimbulkan pilu.
Melihatku menangis, dia langsung memelukku.
"Tidak. jangan menangis sayang... Kamu pasti bisa sembuh," katanya padaku.
Dia menatapku mataku, dan memperhatikan wajahku dengan sangat detail. Dan dari tatapan matanya mengisyaratkan bahwa dia meminta padaku untuk tetap kuat dan tabah menjalani penyakit yang ku derita. Kemudian Mama memelukku kembali dengan sangat erat.
"Jangan pernah pergi... jangan pernah tinggalin Mama," kali ini dengan menangis terisak-isak. Aku paham apa yang dia alami, tidak ada seorang ibu yang mau kehilangan anaknya. Apalagi semenjak ditinggal pergi kak Aldo Mama menjadi over protektif.
"Aku pasti akan sembuh kok ma...." kataku sambil melepaskan pelukannya, dan mengusap air mata yang membasahi pipinya.
"Mama jangan nangis lagi ya, Alya gak suka kalo liat Mama nangis," kataku dengan tersenyum, dan kemudian memeluk Mama.
Rasa hangat saat dia memelukku membuat hatiku kembali damai, hanya dia yang dapat menyemangatiku disaat aku sudah putus asa dengan penyakit yang ku derita.
"I love you Mam..." kataku.
Mama kemudian melepaskan pelukanku, dan beranjak dari tempat tidur untuk menyiapkan makan malam.
"Sayang, sekarang kamu mandi. Dan kemudian kita makan bersama," kata Mama seraya membelai rambutku sambil tersenyum.
Aku pun mengangguk dan turun dari kasur. Kemudian Mama pergi ke ruang makan untuk menyiapkan makanan.
Aku mengambil handuk dan baju ganti, setelah itu pergi menuju kamar mandi. Sesampainya di kamar mandi aku melihat di kaca bahwa mataku mulai memerah, aku rasa ini hanya merah karena aku habis menangis.
Aku berusaha untuk menghilangkan pikiran-pikiran buruk dari otakku dan tetap berpikiran positif, kemudian aku mandi.
Setelah selesai mandi dan sudah rapi. Aku pergi ke ruang makan. Makanan sudah siap, tapi dimana Mama? Tanyaku dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweiss
Teen Fiction#Tim Author : Sherly Oktaviana Alya, gadis biasa-biasa saja yang hadir diantara Nathan dan Alan. Gadis broken home dan mempunyai penyakit parah yang bahkan bisa merenggut nyawanya. Mempunyai seorang kakak laki-laki yang tewas tertabrak mobil. Akan...