Hujan

162 24 13
                                    

Meskipun caranya sederhana
Tetapi aku bahagia

-Alya Putri Anjani-

Entah kenapa ada rasa gelisah ketika aku melihat Mobil Sedan putih yang terparkir di Bagasi rumah Alan.

Aku merasa bahwa sesuatu kembali teringat di dalam memori otakku. Tapi apa?

Lamunanku buyar karena mendengar suara gemuruh. Dengan tiba-tiba hujan turun begitu derasnya tanpa ada aba-aba sedikitpun.

Aku dan Alan yang berada di tengah perjalanan tentu saja harus berhenti dulu untuk berteduh.

Aku melihat sekelilingku, dan terdapat Halte Bus yang tampak sepi.

"Alan, itu ada Halte. Neduh dulu ya," kataku sambil menunjuk ke arah Halte Bus itu.

Alan memutar arah, dan berhenti di depan Halte Bus yang sepi. Suara gemuruh bagaikan langit yang ingin runtuh, dan derasnya hujan menimbulkan badai yang kencang.

Aku memeluk tubuhku dengan melipat kedua tanganku di ketiak. Baju seragamku telah basah, begitupun tas dan isi yang ada didalamnya.

Aku menggigil kedinginan, karena sudah 30 menit kami menunggu di Halte ini. Alan menatapku dan aku pun hanya tersenyum membalas tatapannya.

Tanpa aba-aba sedikitpun dia mendekap tubuhku dengan sangat erat. Dia juga sama sepertiku hanya memakai baju seragam, tidak memakai jaket ataupun sweater.

Aku terkejut dengan caranya yang mendekap tubuhku secara tiba-tiba.

"Gimana Al? Udah nggak terlalu kedinginan, kan?" katanya sambil mendekap tubuhku.

Oh, ya Tuhan. Bahkan aku bisa mendengar detak jantungnya di telingaku. Detak jantung yang begitu cepat dan tubuh yang begitu dekat.

"Eh, Lan. Inikan tempat umum," kataku dengan cengengesan dan melepaskan pelukannya.

"Eh, lu jangan salah paham ya. Gua meluk lu karena ngeliat bibir lu yang pucet banget, udah gitu menggigil lagi," katanya dan kemudian mengusap wajahku.

"Ish, alah." kataku mendengus kesal sambil menyeka usapannya tadi.

Melihatku yang cemberut, dia justru tertawa.

Menyebalkan -_-

Setiap kali Alan mengusap wajahku, aku teringat akan perlakukan kak Aldo padaku. Sama seperti apa yang dilakukannya kini, mengusap wajahku.

"Dih, udah mulai gila. Kenapa lu senyum-senyum sendiri?" tanya Alan sambil tertawa.

"Enak aja gila, lu kali." kataku sambil menyenggol bahunya.

"Yaudah, kenapa lu senyum-senyum sendiri? Oohh, gua tau lu pasti senengkan gua peluk, yakan?" dengan PD-nya dia bertanya seperti itu.

"Palelu, gua keinget aja sama Alm. Kakak gua," kataku dengan tersenyum menyembunyikan luka yang ada dihati.

"Oohh, emang kakak lu siapa namanya?"

"Kak Aldo,"

"Kenapa dia meninggal?" tanya Alan penasaran.

EdelweissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang