First Date With You...

102 5 5
                                    

Kencan pertama sama kamu itu,
History yang akan menjadi album
Dalam hidupku untuk selamanya,
Alan.

-Alya Putri Anjani-

Alan datang tepat di depan gerbang rumah Alya, padahal ada mama dirumah. Punya nyali apa dia sampai berani mengajak pergi anak gadis orang? Entah, kita simak saja hingga akhir cerita.

Terdengar suara pintu terbuka, tanda bahwa ada yang membukakan pintu. Tentu saja, kau ini bagaimana. Alya keluar dari balik pintu tersebut, seperti seorang pencuri yang menyelinap dirumah sendiri, mungkin dia takut.

Mama tau bahwa anak gadisnya akan pergi bersama seorang pria, tapi bukan berarti dia orang yang bodoh. Bukankah seseorang perlu berpura-pura bodoh untuk menjebak musuhnya? Tentu saja.

Alan menyerahkan helmnya, dan Alya tersenyum simpul akan hal itu. "Naik," Alya mengikuti perintah Alan.

Kau tau apa yang ada dipikiran mereka berdua? Bagi seorang perempuan tentu saja akan bergetar hatinya jika dia berboncenga dengan orang yang dia sayangi, sedangkan Alan, bagaimana dengan dia? Tentu saja jantungnya berdegup dengan kencang, tapi pria mampu menyembunyikan hal itu.

"Kita mau kemana?" tanyaku memecahkan kekakuan diantara aku dan Alan. "Maunya kemana?" hey, pertanyaan macam apa ini, ku bertanya dia malah balik tanya, menyebalkan. "Gimana sih, ditanya malah balik nanya."

"Ekhem, gausah di majuin gitu dong bibirnya, minta dicium emang." katanya dengan tertawa puas. "Idih," pikirannya parah.

"Cium? Emang lu siapa gua?" biasalah, ini namanya kode perempuan, kode keras untuk lelaki. "Maunya siapa?" fix, dia benar-benar menyebalkan.

"Bodo amat. Udah jalan buruan!" kesalku karena ulahnya. "Iya princes, tukang ngambek." katanya seraya mengacak rambutku. Tentu saja ini membuatku bahagia.

Alan menyalakan mesinnya, dan Alya memakai helmnya. "Siap?" tanyanya seolah-olah aku adalah anak kecil yang belajar naik ayunan. "Siap? Emang mau ngapain?" tidak ada salahnya aku bergurau dengannya. "Hadeh," dan kami sama-sama tertawa.

Boleh saja kami tertawa puas saat bersama tapi belum tentu dihari-hari selanjutnya, who know?

Mama memperhatikan kami dari awal, tampak raut wajah tidak senang dari kebahagiaan kami. Entah, atau hanya sekedar feeling.

***

"Kita dimana?" tanyaku pada Alan sembari melepas helm. "Coba tebak kita dimana?" dari tekstur gedungnya kita seperti di sebuah cafe kopi, hey benar kita ada di cafe kopi, rasanya aku pernah pergi ke tempat ini, tapi tidak tau kapan. "Cafe kopi," kataku sembari mengeja tulisan yang ada di spanduk dengan terpampang manis di samping cafe tersebut.

"Ayo, masuk." Alan mengajakku masuk dengan merangkul pundakku, dan disertai senyum manisnya yang menawan. Dan aku? Ada apa denganku? Detak jantungku sudah tak karuan.

"Silahkan," ucap seorang pelayan. "Mau pesan apa?" aku bingung ingin memesan apa, sebenarnya aku tau aku mau pesan apa, tapi kalau diperhatikan seperti itu oleh Alan kan jadi grogi. "Ehmm, Alan lu mau pesan apa?" sengajaku mengalihkan pandangan darinya dengan melihat daftar menu cafe. "Aku mau cappucino expres, kalo kamu?" tunggu, ada yang beda dengannya. Panggilannya, sudah berubah, dari lu-gua menjadi aku-kamu. "Ehmm, samain aja deh." kataku seraya tersenyum lebar.

Ku harap pipiku tidak memerah, namun sayang ku tertangkap basah olehnya. Pipiku benar-benar merah, dan rasanya sangat panas. "Gausah grogi," ucapnya dengan tertawa. Tamatlah riwayatku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EdelweissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang