Ku aduk semur daging yang ada di atas kompor ini. Tak lupa aku cicipi rasanya dengan seksama. Agar rasanya pas. Aku rasa kurang asin sedikit. Aku ambil garam sedikit lalu ku taburkan diatasnya dan kembali ku aduk.
"Hmmm sedapnyaaa... Masak apa Ren?" Tanya Om Eko yang baru pulang dari lari pagi.
"Semur daging nih, Om."
"Wah, ada yang beda nih. Cantik banget celemeknya."
"Hehehe, dikasih Bang Tama."
"Oalaah hadiah ya... Om mau dong ikutan nyoba. Masa' Tama doang yang coba masakan kamu."
"Hehehe, oke Om. Beres."
"Om tinggal mandi dulu yaa, ntar kalo udah selesai Om ikutan makan."
Pagi ini Mbak Suci belum memasak sarapan, katanya ada senam pagi di lapangan. Akhirnya aku yang memasak sekalian untuk belajar.
Baru saja masakan ku hidangkan di atas meja, Om Eko yang baru selesai mandi memanggilku dari ruang tamu.
"Ren, Renita..." dengan buru-buru aku menghampiri.
"Apa Om? Eh Bang Tama." Aku lihat Bang Tama duduk di ruang tamu.
"Piye? Sudah belum masaknya? Ini si Tama sudah nungguin loh."
"Oh, sudah ko. Renita udah siapain di meja makan."
"Yaudah, ayo Tam. Makan bareng sama aku."
Om Eko pergi ke ruang tamu disusul Bang Tama, dan aku membuntuti mereka.
"Keliatannya enak sekali ini, Kapten."
"Sepertinya. Tapi hati-hati, siapa tahu Renita naruh garam banyak. Hahaha."
"Ihh, ngga Om. Tuh udah aku cicipi bener-bener."
"Kamu ngga ikutan makan Ren?" Tanya Bang Tama.
"Aku nanti aja deh. Nunggu Mbak Suci pulang. Biar ada temennya."
Om Eko mengambil sesendok kuah semur lalu di lahapnya.
"Hmmmm, enak juga." Aku senang ketika Om berkata begitu."Iyaa, Kapten. Sedap. Rasanya pas." Ucap Bang Tama juga mencicipi daging semurnya.
"Seriusan nih enak? Haaa?"
"Iyaa, enak Ren. Kamu mau incip masakanmu sendiri." Om Eko menyodorkan sesendok. Aku memakannya dan merasakan hasil masakanku sendiri.
"Beneran enak. Yeeee... akhirnyaaaaa... hehehe." Aku tersenyum senang.
"Ketahuan banget kalo dulu ngga bisa masak, sekali bisa dan enak langsung gembira." Om Eko meledekku.
"Biarin dong, kan Renita bangga akhirnya bisa masak."
"Apa gara-gara celemek baru tadi yaa?" Ketika Om Eko berkata seperti itu aku menahan malu dan memandang Bang Tama yang juga memandangku. Sepertinya dia malu juga.
"Ng... Om sama Bang Tama makan aja dulu. Ranita mau nyapu halaman depan. Hehehee. Baru inget kalo belum di sapu." Aku mengalihkan pembicaraan dan meninggalkan mereka yang tengah makan di meja makan.
Baru saja aku menyelesaikan pekerjaan menyapu dan menyirami beberapa tanaman, Bang Tama keluar dari rumah.
"Rajin sekali anak Jakarta ini."
"Hehehehe, biasa aja kali, Bang."
"Oh iya, makasih makanannya enak. Nilainya sembilan puluh lima."
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SI GADIS JAKARTA
RomansaRenita. Gadis Jakarta yang hobinya berbelanja dan nongkrong bersama teman-teman gengnya. Usianya masih 18 tahun tetapi paras dan gayanya bisa memikat siapapun lelaki yang melihatnya. Ia dilahirkan dari Orangtua yang berprofesi sebagai kepala sekolah...