Chapter 4

137 13 15
                                    


Sesudah selesai, aku pulang seperti biasa.

Son ada latihan untuk persiapan perlombaan renang, jadi aku dan Nino pulang berdua.

Saat di jalan, Nino tiba-tiba menarik tanganku untuk pergi ke suatu tempat dan yang pasti itu bukan menuju pulang ke rumah.

Nino menunjukan kepadaku, sebuah hutan yang berada di atas bukit yang kelihatan jauh dariku dan bertanya "Kau mau ke sana? Aku bisa mengantarkanmu" Ucapnya dengan santai dan begitu berharap.

"Apakah kita bisa ke sana? Bukankah cukup memakan waktu untuk pergi ke sana dan pulang kembali ke rumah? Apakah disana tidak ada hewan buas?" Tanyaku begitu banyak yang tiba-tiba muncul di kelapalaku setelah dia menawarkanku pergi ke hutan yang cukup lebat itu.

"Tenang saja, disana tidak akan ada yang menganggumu dan Aku akan menjagamu" Ucapnya dengan suara yang lembut dan senyuman yang terukir di wajahnya.

Wajahku mulai merah dan jantungku bergerak begitu cepat.

"Kenapa jantungmu berdetak cepat?" tanyanya dengan dingin dan seperti dia sudah mengatahui alasannya.

"Ng-nggak kok, darimana kamu tahu?" tanya dengan serius dan menatap langsung ke matanya serta berharap dia menjawab dengan pasti alasannya.

Dia langsung mengalihkan matanya dariku dan segera berjalan menanjak naik ke atas bukit dengan menggunakan tangga yang sudah ada.

Aku melirik ke kanan dan ke kiri, karena sepertinya ada yang mengikuti kami sepanjang perjalanan setelah masuk ke dalam hutan ini.

Aku mulai takut dan aku langsung memegangi tas punggung yang dibawa Nino.

Nino tahu bahwa aku ketakutan, jadi dia memegangi tanganku selama perjalanan.

Pertanyaan itu muncul lagi di benakku, 'kenapa tangannya sangan dingin?' Ucapku dalam batin dengan memperhatikan tangannya.

"Tanganku sangat dingin karena aku mempunyai sesuatu dalam diriku yang tidak dipunyai oleh orang biasa sepertimu" Tuturnya dengan dingin dan tetap memperhatikan jalan kedepan.

Aku kaget dengan jawabannya, karena dia bisa mengetahui apa yang sedang aku pikirkan tadi.

Aku terus mengolah setiap kata yang diucapkannya, tetapi aku tetap tidak bisa mengetahui sesuatu dalam dirinya yang tidak dipunyai oleh orang biasa.

Sekitar 20 menit dari sekolah berjalan ke hutan ini dan dari hutan ini sudah memakan 10 menit ke tempat yang akan dituju oleh Nino dan aku.

Tangannya membuat aku juga merasa dingin dan sebenarnya aku menyukai dingin.

Selalu senang dan gembira bersamanya.

"Wahhh... Bagus banget, darimana kamu tahu tempat ini?" Tanyaku dengan mata membesar dan mulut terbuka lebar.

"Dari sejak kecil, aku diajak oleh ayahku ke sini" Ucapnya dengan senyuman hangatnya.

Disini udaranya sangat sejuk dan menyegarkan.

Kami bertiduran di rumput hijau dan di bawah sinar matahari dengan mendengar beberapa kicauan burung-burung langka dan suara air sungai yang terdengar jelas.

Aku memalingkan wajah dari memandang langit ke wajah Nino.

Jantung berdetak kencang saat aku memalingkan wajahku dan ternyata dia sudah menatapku sebelum aku memalingkan wajahku.

Mataku dan matanya saling bertatapan dan ini sangat lama.

Akhirnya, aku langsung mengakhiri tatap-tatapan ini.

"Apa maksudnya 'mempunyai sesuatu di dalam diri yang tidak dipunyai manusia biasa'? Jelaskan padaku, please..." Ucapku dengan mata berbinar-binar agar dia bisa memberitahukanku siapa sebenarnya dia.

"Aku belum bisa memberitahukannya. Nanti, kau akan tahu sendiri kebenarannya" Ucapnya dengan wajah misterius.

Kami tidur di hutan ini sampai sore hari.

Saat aku ingin bangun, badanku seperti sedang di angkat dan aku tidak bisa bergerak.

Aku memanggil-manggil Nano, tapi tidak ada siapapun disitu.

Aku berusaha membuka mataku dan saat sudah terbuka...

Aku diikat tali dan dipasang di sebuah kayu yang di ukir seperti berbentuk salib.

Aku menjerit histeris ketika melihat mereka mendorongku masuk ke dalam sebuah kuali besar yang berisi air yang mendidih dengan api yang berkobar-kobar.

"TOLONG! TOLONG! TOLONG! NINO! NINO! TOLONG AKU, NINO! TUHAN TOLONG AKU!" Ucapku tambah histeris ketika mendekati kuali itu.

Aku melihat Nino segera berlari kepadaku dan teman-temannya segera melawan mereka yang berniat menjadikanku makanan mereka.

Aku pingsan dan tidak sadarkan diri.

Tiba-tiba, aku bangun dan itu ternyata cuma mimpi.

Aku melihat disampingku, Nino tertidur pulas dengan wajahnya yang tetap tampan walaupun sedang tidur.

Aku mulai mengingat-ngingat kembali mimpi yang sangat menyeramkan yang aku alami.

Tapi, "Kenapa bajuku bawa asap? Apakah ini benar-benar mimpi? Atau memang itu bukan mimpi, melainkan kenyataan?" Tanyaku dengan panik melihat depan-belakang-samping-atas.

Aku mulai panik dan tidak terkontrol.

Aku membangunkan Nino dan menyuruhnya agar bisa cepat pulang.

"Iya, iya, iya... Kita pulang sekarang. Jadi, jangan panik begitu" Ucapnya dengan setengah mengantuk dan aku langsung menarik tangannya supaya dia berdiri.

Hari sudah mulai maghrib dan di dalam hutan hampir tidak ada yang kelihatan, cuma terdengar bunyi burung hantu dan kelelawar di dekat kami.

Aku memegang erat-erat tangan Nino dan aku sudah mulai terbiasa dengan keanehan dirinya.

Aku terus berdoa selama perjalan di dalam hutan.

Nino menuntunku dengan sabar, agar aku tidak terjatuh.

Aku mulai bingung lagi, 'Kenapa dia bisa menuntunku di dalam gelapnya hutan ini?' Ucapku dalam batin sambil memperhatikan jalan yang ditunjukannya.

"Tidak biasanya, kau menebak apa yang aku pikirkan" Ucapku senang bahwa dia tidak bisa mengetahui apa yang aku ucapkan dalam batinku.

"Aku tebak, mengapa aku bisa menuntunmu, kan?" Ucap Nino dengan wajah menahan tawa.

Aku memukulnya, memberi isyarat bahwa memang itu yang aku pikirkan.

"Aku masih muda dan penglihatanku sangat jeli, tidak sepertimu" Sindirannya membuatku tersinggung, tapi aku malah ikut ketawa dengannya.

Kami sudah sampai di bagian luar hutan dan tiba-tiba muncul sekelompok anak muda termasuk Son, menyapa Nino dengan kata-kata yang sulit aku mengerti.


Bersambung ...

Cinta Sejatiku (Abadi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang