Chapter 5

128 14 14
                                    

"Aku masih muda dan penglihatanku sangat jeli, tidak sepertimu" Sindirannya membuatku tersinggung, tapi aku malah ikut ketawa dengannya.

Kami sudah sampai di bagian luar hutan dan tiba-tiba muncul sekelompok anak muda termasuk Son, menyapa Nino dengan kata-kata yang sulit aku mengerti.

Nino tiba-tiba memperkenalkanku pada mereka semua, kecuali Son.

Aku berbisik pada Nino, "Apa yang mereka katakan? Aku tidak mengerti sama sekali" Bisikku dengan pelan agar mereka tidak mendengarkannya.

"Kami bisa menggunakan bahasa manusia" Ucap salah satu orang dari kelompok itu.

"Bukannya kalian manusia? Kenapa ucapan kalian seperti menunjukan bahwa kalian bukan manusia?" Ucapku lantang agar mereka semua mendengar apa yang aku katakan.

Nino menjelaskan padaku, bahwa mereka berasal dari suku Girao.

Mereka mempunyai bahasanya sendiri.

Nino pernah pergi ke tempat mereka tinggal, sehingga sekarang mereka sering mengunjunginya.

Nino tidak memberitahukan alasannya karena itu rahasia keluarga mereka.

'Semuanya ada kaitannya dengan keluarga?' Ucapku dalam batinku dan tetap memperhatikannya berbicara.

Setelah selesai bercerita, Nino hanya menggeleng-geleng kepalanya sambil melihat kebawah.

Entah apa yang sedang di pikirkannya, tapi aku terpesona melihat wajahnya yang tampan.

Kami bertiga pulang bersama-sama ke rumah.

Sesampainya dirumah, aku dihujani berbagai macam pertanyaan yang diajukan ibu dan ayahku.

"Aku tadi ke rumahnya temanku untuk kerja kelompok dan temanku menyuruhku makan malam sebelum pulang. Aku sempat menolaknya, tapi karena ibunya yang mengundangku, maka aku hanya tersenyum dan menganggukan kepalaku" Jawabku dengan perasaan bersalah karena sudah berbohong pada mereka.

Nino dan Son dipanggil oleh Om Ius, aku hanya melihat mereka seperti di nasehati dengan jari telunjuk terus menunjuk pada mereka.

Mereka hanya diam dengan kepala tertunduk ke bawah.

Aku tidak bisa apa-apa, aku hanya melihat mereka berdua dengan pasrah.

"Kasian mereka berdua..." Ucapku dengan pelan agar tidak terlalu kedengaran.

Aku berjalan ke dalam kamarku dan mengambil semua barang yang ada di dalam tasku agar diletakkan ditempatnya.

Ada sesuatu yang hilang dari dalam tasku dan setelah aku cari dan cari, yang hilang adalah hpku.

Aku mulai bingung dan mengingat-ngingat dimana aku menaruhnya.

Aku terus berpikir dan yang ada dalam pikiranku adalah hutan di atas bukit tersebut.

Karena ingatanku yang buruk, aku berlari ke luar kamar dan menuju tempat dimana Nino berada.

Karena hanya Nino, satu-satunya orang yang bersamaku di hutan.

"Om, apakah om melihat Nino? Aku ada perlu dengannya" Ucapku dengan tergesa-gesa.

Om Ius menunjukan jarinya ke kemarnya di sebelah kamar Son.

Aku berusaha mengatur nafasku sebelum masuk ke kamarnya.

Ketika aku ingin mengetok pintunnya, ternyata dia langsung membukakannya.

Aku keget karena tanganku hampir menyentuh wajahnya.

"Ada apa datang ke kamarku?" Tanyanya dengan wajah tak peduli.

"Apakah kau melihat hpku? Aku sangat memerlukan hp itu!" Ucapku dengan sedikit kesal karena dia seperti mengabaikan pertanyaanku.

Aku mengulangi perkataanku 3 kali dan dia tidak meresponnya.

Setelah perkataanku yang ketiga kali, dia langsung masuk dengan menutup pintu dengan keras.

"Ada apa dengannya? Dia kan, hanya numpang di rumahku. Kalau pintunya rusak, maka aku akan langsung menuntut ganti rugi!" Ucapku dengan keras agar dia mendengarnya dan aku segera berbalik untuk pergi ke kamarku.

Setelah aku melangkah 2 langkah, tiba-tiba ada yang menarik tanganku.

Tubuhku langsung berbalik dan wajahku sangat dekat dengannya.

"Ini hpmu, jangan marah-marah.. Aku cuma bercanda dengan mengabaikanmu pertanyaanmu" Bisiknya di telingaku, dan aku langsung ketawa karena aku tidak tahan jika seseorang berbisik ditelingaku (Itu terasa sangat geli).

Aku langsung mengambil hpku dan menjauh darinya sambil mengusap-ngusap telingaku yang dibisiknya padaku.

"Terima Kasih" Ucapku sambil berlari ke kamarku yang lumayan jauh dari mereka (Kamarku di lantai 2).

Aku tidak berbalik ke belakang karena jantungku terus berdetak kencang akibat wajahku yang terlalu dekat dengannya.

Aku berbaring ke tempat tidurku sambil chatting dengan teman-temanku.

Aku jarang menjawab pertanyaan mereka karena pikiranku tidak bisa fokus pada chat itu.

"Lisa, kau kenapa? Kok, tidak pernah jawab pertanyaan kami? Biasanya, kamu yang paling cerewet diantara kami, apalagi kalau berbicara soal hutang Brain padamu. Apakah kamu sakit?" Tanyanya dengan emoticon kebingungan.

"Aku baik-baik saja, kok" Jawabku dengan dingin pada mereka.

Mereka menyuruhku untuk mengirim fotoku agar mereka percaya.

Awalnya, aku terus menolak, tapi karena aku terus di desak, akhirnya aku mengiyakan desakan mereka.

Saat aku mulai memfoto diriku, aku melihat ada sesuatu yang aneh.

Bagian foto yang baru-baru diambil adalah fotoku dan Nino.

Aku segera membukanya dan memeriksanya, ternyata dia mengambil fotoku yang sedang tidur tepat disampingnya dengan dirinya yang bergaya sedang mengejekku.

Aku tertawa melihat foto itu.

Aku ingin menghapusnya, tapi hatiku berkata tidak boleh.

Aku terus melihat hpku senyum mekar yang tidak pernah hilang di wahjahku saat melihat fotonya.

'Dia tetap tampan walaupun melakukan hal yang aneh' Ucapku dalam batin.

Pas membuyarkan lamunanku dengan mengirim video call padaku.

Aku menjawabnya dan mereka segera menghujaniku pertanyaan aneh-aneh.

"Kenapa wajahmu merah? Kau habis melakukan apa?" Ucap mereka dengan serius.

Saat aku ingin menjawab pertanyaan mereka, tiba-tiba ada suara mobil terdengar di halaman rumahku.

Aku segera turun kebawah untuk mengetahui, siapa yang mau pergi malam ini.

Ternyata, Om Ius beserta kedua anaknya akan pergi selama 2 hari untuk berlibur.


Bersambung ...

Cinta Sejatiku (Abadi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang