Ayahku hanya menganggukan kepalanya dan menyuruh ibuku untuk membuatkan kopi atau teh pada mereka bertiga. Nino hanya diam melihat ayahnya dan ayahku bercerita.
"Kau kenapa hanya diam saja?" Tanyaku penasaran sambil menaruh minuman yang telah disiapkan ibuku.
"Tidak kok..." Ucapnya dingin dan langsung ke kamarnya.
Aku bingung dengan sifatnya yang berubah-ubah, kadang-kadang buat senang dan kadang-kadang menjengkelkan.
"Son, kenapa saudaramu begitu? Moodnya sering berubah-ubah..." Tanyaku pada Son.
"Tidak kok, dia biasa-biasa aja. Moodnya memang begitu, kalau dia senang yah senang, kalau dia gak mood yah gak mood" Jawab Son dengan tatapan polos.
"Baiklah..." Ucapku dengan malas.
Aku ke kamar dan langsung membaringkan badanku ke tempat tidur.
Aku mengecek Line dan dari mereka bertiga (Pas, Brain, dan Chiki) gak ada yang aktif.
Aku hanya terus berpikir, kenapa moodnya Nino seperti itu...
Kepalaku full dengan berbagai pertanyaan untuk Nino, aku menyukainya dari saat aku melihatnya di jalan dengan senyuman yang tulus.
"Heiii...!!" Ucap Nino yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarku.
"Kau kenapa masuk ke kamarku? Kenapa tidak di ketuk dulu pintunya? Kau gak ada sopan santun, hah??!!" Teriakku pada Nino dengan rasa marah.
Aku marah padanya dan sekaligus kaget karena dia tiba-tiba masuk ke dalam kamarku tanpa permisi dan ini pertama kali dia masuk ke dalam kamarku.
Aku berdiri dari tempat tidurku untuk menyuruhnya keluar.
Tapi, yang terjadi diluar dugaanku...
Nino terus melangkah ke depan tepat menuju ke arahku.
Aku mulai mundur perlahan dan aku mulai takut padanya.
Aku ingin berteriak, tapi mulutku seperti dibungkam oleh seseorang, aku ingin lari tapi tidak bisa.
Nino terus maju dan aku terus mundur, sampai aku tidak bisa lagi mundur karena aku sudah sampai di dinding yang tidak bisa aku tembus.
Nino bergerak maju, terus dan terus..
Aku hanya diam ditempatku karena aku tidak bisa bergerak dan tubuhku seperti membeku.
'Nino, apa yang kau inginkan dariku?' Ucapku dalam batin dengan air mata jatuh ke pipiku begitu saja.
"Aku ingin, kau jadi milikku" Jawabnya dengan senyuman mematikan diwajahnya yang sekarang menakutkan bagiku.
Sekarang wajahnya dan wajahku begitu dekat.
Tangannya sudah menempel di tembok yang berada di samping badanku (kiri-kanan).
Hidungnya sudah menyentuh hidungku, aku mulai menutup mata dengan perasaan takut.
Tangannya yang dingin mengusap air mataku yang jatuh di pipiku.
"Hahahahahaha..." Ucap Nino dengan perasaan tidak bersalah padaku.
Dia mulai menjauh dariku dan mulai memegangi perutnya dengan ketawa terbahak-bahak.
"Begitu takutkah kau denganku? Aku hanya ingin bertanya, apakah kau mau jadi pacarku?" Ucapnya dengan senyuman tulus yang terukir diwajah tampannya.
"Kenapa kau menakuti-nakutiku? Apakah kau sakit atau kau kerasukan? Jangan-jangan kau sudah gila?" Ucapku dengan serius dengan tatapan marah padanya.
"Kalau aku sudah gila, pasti sekarang aku sudah di rumah sakit jiwa, hahahahaha..." Ucapnya dengan ketawa yang begitu besar sehingga akupun ikut ketawa bersamanya.
"Kau mau jadi pacarku?" Ucapnya dengan senyuman manis dan tatapan berharap.
Tanpa sadar, aku menganggukan kepalaku dan dia memelukku dengan sangat erat dan akupun membalas pelukannya.
Nino melarangku untuk memberitahu hubungan kami ke seluruh anggota keluarga yang berada disini.
"Kenapa?" Tanyaku dengan dengan sangat penasaran dan sangat sedih.
"Karena, mereka tidak akan menerima hubungannya kita. Sudahlah, ikuti saja rencanaku karena di waktu yang tepat, kita akan memberitahu hubungan kita pada mereka" Jawabnya dengan dengan tegas padaku.
"Hhhmm... Baiklah" Ucapku padanya dengan pasrah.
Dia keluar dari kamarku setelah meyatakan cintanya, dan akupun langsung melompat-lompat kegirangan karena ini adalah hari yang paling membahagiakan bagiku.
Aku sangat ingin memberitahukan hal ini pada ketiga sahabatku, tapi aku takut Nino akan marah jika aku memberitahukannya.
Keesokkan harinya, seperti biasa, aku dan 2 saudara (Nino dan Son) pergi ke sekolah dengan berjalan kaki karena rumah kami dekat.
Entah mengapa, aku selalu tersenyum jika mengingat hal yang terjadi kemarin.
"Hei, marlisa!!! Kenapa kau terus tersenyum? Apakah ada hal yang menyenangkan?" Tanya Chiki padaku yang sedang melamun di kantin.
"Nggak, aku baik-baik saja kok" Ucapku pada chiki.
"Hah?? Aku bertanya, kenapa kau tersenyum terus? Apakah ada hal yang menyenangkan? Kok, jawaban kamu gak sesuai dengan pertanyaan?" Ucap Chiki dengan sangat heran dengan sangat penasaran, apa yang terjadi padaku.
"Diakan RACOLA (RAbun, COnge, LAlot).. Hahahahahahaha" Ucap Brain dari belakang bersama Pas yang mengikuti Brain pergi ke sini.
Sekarang, dengan ketawa mereka yang sangat keras, aku akan menjadi perbincangan hangat lagi di seluruh kantin.
Ada seorang perempuan yang sepertinya lebih kakak dariku, memanggilku dan mengatakan kalau ada seorang dosen di ruang rapat yang mencariku.
Aku bingung, kenapa dosen mencariku, karena aku tidak pernah melakukan kesalahan pada hari ini.
"Tok.. Tok.. Tok.. Tok.."
"Masuk" Ucap salah satu dosen yang berada di ruang rapat.
"Permisi pak, bu, katanya ada yang mencari saya?" Ucapku gemetar karena ternyta mereka sedang rapat banyak dosen disitu dan salah satunya adalah dosen yang sering menghukumku.
Mereka melihat satu sama lain untuk mencari siapa dosen yang mencariku.
"Tidak ada yang mencari. Silahkan keluar karena kami sedang ada rapat penting" Ucap salah satu dosen yang berada paling ujung.
"Saya minta maaf sudah mengganggu rapat kalian, permisi" Ucapku dengan sangat malu karena tidak ada dosen yang mencariku.
Perempuan itu hanya mempermainkanku karena aku dekat dengan Nino dan Son.
Aku akan membalas perbuatan perempuan itu, apapun caranya.
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sejatiku (Abadi)
RomanceSeorang anak kuliahan (Lisa) yang tiba-tiba jatuh cinta pada pandangan pertama pada seorang vampir (Nino) yang hanya memiliki seorang ayah (Om Matius) dan teman yang dijadikan saudara tirinya (Son). Karena tinggal 1 rumah, Lisa dan Nino saling...