Langit redup lagi, awan hitam mengembul tampak menutup warna birunya langit, Arabella Adwha' gadis dengan rambut sepunggung itu mengadahkan kepalanya melihat pergerakan awan hitam yang hendak memenuhi langit, hujan akan datang lagi. Arabel tersenyum.
"Arabel!" Suara itu membuat Ara--nama panggilannya menoleh kesumber suara, kalau ini indra-- hujan-nya, Indra tersenyum sumringah, melambaikan tangannya ke arabel, yang dibalas senyuman manis oleh gadis itu.
"Sorry lama ya, aku ada keperluan dulu sama anak futsal" ia menggaruk kepala belakangnya, ara tersenyum -- "enggak apa-apa, yuk keburu hujan!" Ara mengapit lengan cowok itu lalu bergegas pulang dengan motor merah besar seorang, Alindra Almana.
Indra dan Arabella, sudah 2 tahun berpacaran, indra itu setengah dari ara. Bagi Ara, indra adalah hujannya, hujan yang selalu datang memberi kegembiraan serta kesedihan bagi bumi. indra, kebahagian serta kesedihan bagi Arabella. Tapi sejauh ini, yang ara tau ia cinta dengan hujannya -- dengan indranya.
---------------
Ternyata, langit mendung juga semendung hati seorang Langit Muhammad Aryasa, hari ini mood langit memang tidak baik, atau mungkin perubahan mood langit juga yang membuat awan gelap berhasil menutupi birunya-langit?
"Langit, udah ah gue capek. Bentar lagi juga mau hujan!" Keluh fadli, ia menjatuhkan diri ditengah lapangan dengan kaki yang selonjoran dan keringat yang menjatuhi seluruh wajahnya, sementara langit -- masih setia mendrible bola basket dan men-shoot nya dengan 'keras' kearah ring.
"Apaan sih lo, main brutal amat" kata fadli lagi, langit masih tidak menghiraukannya, mood nya benar-benar kacau, kacau se kacau pikirannya.
"Bel, harus berapa kali gue bilang. Indra itu enggak baik bel!" Langit, menatap tajam kearah arabel, tangannya mencekal pergelangan tangan arabel. -- "sakit langit, lepasin-- pinta arabel, langit tau, sekuat apapun ia meminta arabella untuk mundur sekuat itu pula gadis itu menolak untuk mundur.
"Kenapa sih lo gak bisa banget dikasih tau?" Langit sudah jengah, arabel selalu saja keras kepala --- "ngit, biarin gue pilih pilihan gue sendiri, jangan ikut campur lagi" katanya, matanya menatap tajam langit, dengan selaput air mata yang menggantung disana.
Terhempas, langit melepas cekalannya dari tangan arabel, menatap cewek itu tidak percaya.
Kalau saja, arabella bukan sahabatnya sejak TK, mungkin langit tidak akan segitu perdulinya.
"Shit!" Langit melempar kuat bola basket, memantul dipapan ring, sehingga berdegum mengenai lantai lapangan indoor. -- "Astaghfirullah, untuk gak kena kepala gue ngit!" Fadli mengucap-ucap sambil mengelus dadanya.
Sementara langit, merampas tas nya kasar.
Berjalan menembus hujan yang sudah semakin deras,
Shit, langit benci apapun yang berhubungan dengan hujan.
Holla!! ini cerita keberapa ya? 6 mungkin. Woah nekat banget aku publish cerita lagi, padahal break the rules masih segitu-segitu aja readersnya, gapapalah ya tapi. Aku itu orangnya gak bisa banget nahan suatu cerita, pasti pingin aja buat secepatnya publish,
Oke, aku bawa Si ganteng Langit nih!
semoga suka ya,
vomment dong!
makasih semuanya.
Beloved,
ACA
KAMU SEDANG MEMBACA
Himmel und Erde
Teen Fiction"Arabel, lo gak bisa bilang kalau semua cowok itu sama aja, gue gak sama dengan indra. Karena langit dan hujan itu jelas berbeda. Langit akan selalu membentangi bumi, selelah apapun dia, dia selalu setia siang dan malam terhadap bumi, berbeda dengan...