HUE - 13 : Menangis

6 0 0
                                    


Ara sudah berkali-kali mondar mandir di balkon kamarnya, sesekali ia menggigit kuku jarinya. Ara cemas sudah pukul lima sore sekarang, ia cemas karena beberapa jam lagi Bintang akan mengikuti Olimpiade Fisika dan terlebih Ara cemas akan janji Indra.

Mendengar klatson motor di bawah membuat Ara buru-buru melihat dari atas balkonnya, jantungnya yang tadinya berdebar kencang perlahan mulai normal lagi, Indra dengan senyum manisnya di bawah sana dengan vespa kuning kesayangan cowok itu "hai ra!" Katanya, Ara tersenyum merekah, tapi Indra tau Ara sedang cemas tadinya. Lalu, gadis itu berlari turun kebawah untuk menyambut kekasihnya itu.

"Hai ndra!"

"Ayo masuk!" Katanya, menarik tangan Indra untuk ikut bersama. Indra memperhatikan tangan Ara yang menggenggamnya, tangan gadis itu dingin. Apa Ara secemas itu? "Hai ndra? Kapan nyampainya?" kata Susi yang baru saja berjalan keluar dari dapur, seperti biasa wanita itu selalu menggunakan celemek biru dongkernya yang sudah celemot karena tepung.

"Ah, iya nih tan. Baru nyampe, tante apa kabar?" Indra berdiri, menyalami Susi "iya baik, mau kemana?"

"Gak tau tante, mau nemanin Ara kemana dia mau aja" Susi tertawa, "anak muda emang gitu ya, kalau giliran sama pacarnya aja kemana mau dijabanin!"

"Kalau yang minta secantik Ara, gimana bisa nolak tan?"

"Ah sudahlah, eh jangan pergi dulu ya! Cobain resep baru tante, brownies matcha!"

"Siap tante, disuruh habisin juga Indra jabanin!"  Mereka tertawa, Lalu Susi kembali menuju dapur, tak lupa melirik Ara sekilas, tak biasa anaknya tampak canggung.

"Mau kemana ra malam ini?" Tanya Indra.

Ara tampak berpikir, tapi kegelisahannya belum juga hilang, Ara bingung apalagi yang harus ia cemaskan Indra sudah ada bersamanya sekarang, tapi ia merasa tidak tenang. "Jalan-jalan aja" katanya, Indra mengangguk paham "oke, kita jalan-jalan" katanya.

Di tempat lain, di dalam Aula sekolah mereka Bintang yang duduk di bangku peserta tampak gugup, matanya mencari-cari sosok yang sangat ia harapkan malam ini, terlebih mereka sudah membuat kesepakatan.

Teriakan semangat dari teman-teman kelasnya membuat Bintang tersenyum berarti, namun matanya masih juga mencari sosok itu diantara kerumunan teman sekelasnya.

Saat MC memulai perlombaan, Bintang menghela napas lega. Langit, sosok itu dengan kaos polos abu-abu ditambah kemeja kotak-kotak merahnya duduk dikursi penonton.

Perlombaan itu berjalan dengan lancar, seorang Bintang tetaplah Bintang ia mampu menjawab pertanyaan dengan tepat dan cepat, sehingga membuahkan kemenangan yang disambut bangga oleh guru dan rekan-rekannya, semuanya menyorakkan nama Bintang, kecuali Langit yang hanya duduk sambil ikut bertepuk tangan, tatapannya selalu saja membuat Bintang seakan terhunus, tapi selalu ingin menyelam lebih dalam lagi, Bintang terlalu mengagumi Langit.

"Hai!" Bintang berjalan menghampiri Langit, dengan Piala ditangan serta Bunga yang diberi teman-teman sekelasnya, "Makasih ya?" katanya.

Langit mengangguk, Bintang hanya tersenyum tipis, cuma itu? tanyanya dalam hati.

"Congrats" kata Langit, memberikan satu tangkai bunga pada Bintang membuat cewek itu senang bukan kepalang, sesudahnya Langit langsung pergi, janjinya sudah ia tepati.

"Langit?!"

ia menoleh, "Thanks!" teriak Bintang sambil menunjukkan setangkai Bunga yang ia pegang, tanpa Bintang tahu Langit tidak berniat memberikannya Bunga itu, kalau saja ia tidak terpikir untuk memintanya dari salah satu teman sekelas mereka tadi.

------------------------------------------------------------


Ara dan Indra masih menyelusuri jalanan malam, tidak tahu arah tujuan. Yang Indra tahu ia hanya akan membuat Ara menepis kegelisahan di hatinya, Indra hanya tidak ingin terlalu menyakiti hati Ara. Namun bagi Ara, sekarang ia merasa seperti kerasukan iblis jahat, hatinya tidak pernah sejahat ini kepada orang lain, ia gelisah.

"Mau eskrim ra?" tanya Indra, Ara menggeleng tidak selera, "Indra?" cowok itu berdehem, mereka saling menatap dibalik kaca spion motor, lalu Ara menggeleng, ia menenggelamkan wajahnya pada punggung Indra, Ara hampir menangis tapi Indra tidak tahu itu.

Indra memilih memberhentikan motornya disebuah Taman yang ramai anak-anak, remaja, juga keluarga, menuntun tangan Ara untuk turun dari motor. Mereka memilih duduk dibangku taman, Indra pergi sebentar membeli minuman juga kembang gula kesukaan Ara.

"Kamu kenapa ra? gak enak badan?" tanya Indra, Ara menggeleng.

"Indra maaf ya?" katanya, Indra sendiri tidak tahu Ara kenapa selalu meminta maaf padanya, padahal Ara tidak pernah salah, malah Indra yang selalu menyakitinya, "Udah ah ra, malam ini kita senang-senang aja ya? senyum dong ra?" katanya, Matanya sudah berkaca-kaca namun Ara melengkungkan senyumnya. "gitu dong ra, kembang gula mah kalah manis!" katanya, Ara tertawa.

Malam ini saja, malam ini saja Ara ingin ego nya memenangkan diri sendiri, Ara ingin malam ini saja ia tidak mengalah lagi atas Indra, Indra pacarnya, Indra yang memilih Ara. Maka, malam ini saja biar Ara miliki Indra, tanpa Bintang.


Himmel und ErdeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang