Ada yang berbeda dari Indra, jelas sekali dimata seorang Bintang. Indra-nya berbeda dari biasanya, cowok itu tampak sedikit gelisah Bintang tidak tau penyebabnya "Ara masih ngambek?" Bintang duduk disofa bersebelahan dengan Indra, "Hah?"
"Tumben Ara marahannya lama, biasanya juga gak betah uring-uringan"
"gatau deh, mungkin lagi PMS juga kali" bintang hanya mangut-mangut, "eh! ndra kemarin gue sama Langit jalan bareng loh!" -------- "lagi?"
"he'eh, gue bersyukur banget deh buk mega ngasih tugas barengan, ternyata ya kalau lebih dekat lagi langit tuh orang 'Perfect' banget!" Nampak sekali kilauan bahagia dimata Bintang saat ia membicarakan Langit, Indra hanya tersenyum tipis, "Kenapa ya gak dari awal gue kenal Langit? kenapa harus Ara duluan?"
"jadi lo nyesel ketemunya sama gue duluan?"
"ih, lo kok jadi mikir gitu sih?" Bintang meyerengut, "ya, lo nya selalu mendewakan Langit"
"loh, kok lo yang sewot sih, bukan maksudnya gitu loh ih Indra lo kok jadi ngambekan sih?" Bintang memegang lengan cowok itu, tapi Indra menepisnya, lalu bangkit dan pergi entah kemana.
"indra!"
--------------------------------------------------------------------
"udah ah, manja banget nangis-nangis segala!" Alam menepuk pelan pucuk kepala adiknya, Ara berdiri didepan pagar Rumah Langit, dengan air mata yang sudah menggenang dipelupuk matanya, membuat Papa dan mamanya tertawa geli sambil geleng-geleng kepala "udah ah, papa sama mama juga gak lama kok, 3 harian doang" papa merengkuh ara dalam pelukannya, "udah Ara disini aja sama tante, biarin mama sama papa pergi, bentaran doang kok, nganterin bang Alam, sekalian jengukin bg Avan disana kan" kata Sita, Ara masih enggak melepas pelukan Papanya, sebenarnya ia ingin ikut, hanya saja besok akan ada Mid semester, jadi Ara tidak bisa mengenyampingkan urusan sekolahnya.
Setelah Mama, Papa dan Alam pamit, Sita merangkul Ara untuk masuk kedalam rumah, "kemarin Ara sama Langit hujan-hujanan ya?" katanya Sita, Ara mengangguk, "pantes, tuh anak lagi meringkuk didalam selimut"
"masa sih tante?" kata Ara, ia berjalan menaiki tangga kamar Langit.
"Ih cemen, itu doang deman!" Ia menepuk bahu langit, "brisik" sahut langit, suaranya Bindeng, Ara malah menjatuhkan dirinya disebelah langit "Jangan sakit" Tapi ia menatap langit-langit kamar langit, "kalau lo sakit, siapa yang bisa gue susahin?"
Langit menatap Ara, Mata cewek itu sendu, "enggak deng! kalau lo sakit besok gak bisa ikutan MID nanti lo tinggal kelas, ih gue malu punya temen tinggal kelas!" Langit menerjapkan matanya beberapa kali kaget karena Ara yang tiba tiba menghadapnya, "sialan" decaknya, "MID bisa susulan bego"
"sayangnya gue gak sepinter lo, yang mau MID susulan!" Ara memeletkan lidahnya, lalu memejamkan mata, "eh siapa suruh lo disini, balik sana kekamar tamu" Ara tak menghiraukannya, "bel? gue geret ya!"
"ck, bentaran doang, gue lagi sedih juga ditinggal ih"
lalu gadis itu terlelap,
Langit memperhatikan Ara yang tertidur disampingnya, ia tersenyum tipis, Bagaimana bisa Ara selalu meluluhkan hatinya?
----------------------------------------------------------------------------
"ra! ara!" Ara berjalan tanpa menoleh pada Indra yang memanggilnya dibelakang, "Arabella!" cowok itu bahkan menyebut nama panjangnya, "Masih ngambek ra?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Himmel und Erde
Teen Fiction"Arabel, lo gak bisa bilang kalau semua cowok itu sama aja, gue gak sama dengan indra. Karena langit dan hujan itu jelas berbeda. Langit akan selalu membentangi bumi, selelah apapun dia, dia selalu setia siang dan malam terhadap bumi, berbeda dengan...