Nanti, setelah hujan reda. Apakah kamu juga ikut pergi? terhapus bersama hujan?
--------------------------------------------------------
"Ara!" Arabel yang semulanya tiduran di sofa jadi mencak, Mamanya -- susi menyerukan namanya dari balik dapur, tau gini. Pasti mamanya itu akan menyuruh sesuatu terhadap arabella, padahalkan dia lagi enggak mood -- karena PMS.
"iya mah! bentar" mau enggak mau, arabel berdiri dari posisi pewe-nya untuk menghadap sang mama -- "tolongin dong, anterin ini kerumahnya Langit, mamah masih bikin kue nih!" pinta mamanya, ara menghela nafas -- "ara aja deh yang nungguin kue nya, mama yang anterin" katanya, membuat mamanya memelotot tajam "kamu yang nungguin kue? engga deh engga, itu bukan ide yang bagus. Yang ada kue mama gagal semua" kata susi, membuat ara mengerucutkan bibirnya.
"Berantem lagi kamu sama langit?" tanya mama nya, ara mengangguk --habis, langit nyebelin sih mah! ngatur mulu" kata ara, -- "udah sih, itu artinya dia perduli ke kamu" kata mamanya, membuat arabel mencibir.
"sana ah, buruan anterin" mamanya mendorong pelan punggung ara, membuat gadis itu mau tidak mau menuruti mau mamanya.
Rumah langit, cuma beda satu blok dari rumah ara. Ara tinggal jalan lewati 2 rumah dari bloknya, lalu berbelok sedikit ke kiri dan itu blok rumah langit, hanya 1 rumah jarak rumah langit dengan jalan masuk blok.
"eh ara, ngapain mau nanyain pr lagi?" kata Anaan, kakak laki-laki nya Langit, Ara terkekeh -- "enggaklah bang, emangnya ara selalu ngerjain pr kesini ya?" katanya, anaan mengangguk mantap, membuat ara malu sendiri -- "biasanya gitu, kan ara gak pintar-pintar amat" kata anaan, membuat ara berdecak sebal.
"ish nyebelin!" kata ara, membuat anaan terkekeh -- "bercanda ra" katanya, lalu mempersilahkan ara masuk.
"tante, assalamualaikum" ara celingak celinguk mencari keberadaan sita, -- ibunda langit. Ia berjalan kedapur, mencari-cari sita, ara sudah terbiasa dengan rumah langit, jadi ia tak akan segan-segan menjelajahi seisi rumah.
tepat didapur, ada sita disana -- sedang menyiapkan makan malam.
ara menggaruk kepala belakangnya sambil nyengir "eh, mau makan malam ya tan? ganggu nih ara?" katanya, sita tersenyum, melepas celemeknya -- "kebetulan ada ara! ayo makan malem bareng!" kata sita, Ara tersenyum lalu mengangguk dan duduk dikursi dihadapan kursi langit yang enggan menatapnya.
membayangkan kejadian tadi siang, ara jadi meringis. Apa kata-katanya tadi siang itu keterlaluan ya?
"Ra, berantem sama langit?" kata rudi-- Ayah nya langit -- "kaya nya sih iya yah, lihat-lihatan aja ogah" kata Anaan, abangnya langit itu memang benar-benar menjengkelkan.
"ih, kak ala, gak baik belantem, bang lang juga" kata Mentari, anak kecil lucu yang baru berusia 3 tahun -- "enggak berantem kok om, ya kan ngit?" arah sengaja menyenggol kaki langit dengan kakinya, membuat cowok itu melihat arah, lalu mendesah "iya, kita enggak berantem" katanya.
"bagus deh kalau gitu, gak baik berantem" kata sita, Anaan hanya melihat-lihat jahil kearah langit dan Ara.
Setelah selesai makan malam, dan ara juga sudah memberikan titipan dari mamanya, Gadis itu pamit pulang, berhubung juga sudah kenyang.
"Langit, anterin ara pulang sana" kata Anaan, seperti biasa dengan jahilnya. Langit heran, abangnya ini udah umur 24 tahun masih juga jahil, kekanak-kanakan. -- "enggak usah, kaya jauh aja rumahnya. Ara balik sendiri aja" kata ara, menolak.
Rudi hanya menatap langit penuh arti, langit yang sadar akhirnya menghela nafas kasar "iya-iya, lo bel. Gue antar pulang" kata langit, menarik pergelangan tangan ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Himmel und Erde
Teen Fiction"Arabel, lo gak bisa bilang kalau semua cowok itu sama aja, gue gak sama dengan indra. Karena langit dan hujan itu jelas berbeda. Langit akan selalu membentangi bumi, selelah apapun dia, dia selalu setia siang dan malam terhadap bumi, berbeda dengan...