HUE - 8 : Happy birthday Bintang

35 4 2
                                    

"Langit!" Ara menyusuri tangga menyamakan langkahnya dengan langit, "tungguin dong!" sudah tiga hari sejak saat itu langit sangat dingin, bicara hanya sekedarnya membuat ara tidak tahan.

"langit kalau dipanggil ngejawab dong, emang bisu?" kata sita, membuat ara tersenyum kemenangan, "memangnya kalian kenapa lagi sih? heran" Sita menyaduk nasi goreng pada piring ara dan langit "langit kesal sama ara tante" jawab ara, "salah ara sih selalu buat langit kesal"

"enggak" jawab langit.

"terus?"

"langit cemburu sama ara kali bun" kali ini anaan yang baru turun dari tangga menyela, "dih" decih langit, membuat bundanya hanya menggeleng-geleng heran, "tante, nanti pulang sekolah ara langsung balik kerumah ya? Mama dan papa pulang hari ini" sita mengangguk, mereka menikmati sarapan pagi dengan banyak candaan dari anaan, yang membuat ara tertawa geli, tapi tidak dengan langit mukanya selalu masam.

"Ngit, besok malem ke Ulangtahun Bintang juga kan? Barengan plis!" Ah iya Langit baru ingat, kemarin bintang mengirim pesan undangan ulangtahunnya, tapi langit males datang. Apalagi, nanti pasti bakalan ada moment Bintang dan Indra yang lagi-lagi bisa buat Arabella terluka.
"Males gue " jawabnya, "kok gitu sih ngit?" Tanya sita.

"Yaudah deh, gue sendiri aja"

Selanjutnya tidak ada lagi percakapan keduanya bahkan sampai disekolah, "gue takut, setelah gue terawang aura disekitar langit lagi enggak bagus, kelabu, bentar lagi akan ada benturan awan-awan yang menghasilkan gledek" kata Naufal. "Juga juga pal, ngeri tau ntar gue kesamber" sambung Fadli, bagaimana tidak sedari tadi Langit hanya dia menatap papan tulis dengan mata setajam Elangnya.

"Ngit?" Ia menoleh saat Bintang menghampiri tempat duduknya, cewek itu menyerahkan undangan ulangtahunnya secara resmi dari pada semua pesan LINE tadi malam, "lo dateng kan?" Tanyanya.

Langit mengambil undangan itu, "kalau bisa juga dateng" katanya, Bintang sudah menahan senyumnya "tapi gue gak janji" bagi Bintang, langit itu selalu membuatnya menerawang diawang-awang, kadang Bintang merasa ia bisa dengan mudahnya menggapai langit, tapi semakin ia coba, semakin ia ingin lari takut untuk jatuh sakit.

"Oke, see ya ngit" selanjutnya cewek itu kembali duduk dibangkunya.

Arabella mencoret-coret asal dibukunya, membuat Gita yang duduk disampingnya meringis ngilu mendengar gesekan ujung pena dengan kertas yang secara brutal diciptakan ara, frustasi Gita menarik buku yang ara coret-coret hingga koyak itu "gila ya, gue udah gatahan ngilunya!" Katanya.

Ara sejak tadi pagi masih saja cemberut, membuat Gita dan Tifa gemas karena sahabatnya itu. Galau melulu!

"Gue bener-bener gapaham sama isi kepala lo ra, galau mulu, mendung mulu, kalau gue jadi pakar cuaca nih gaakan bisa gue prediksi lo! Dalam sehari ada bermacam macam badai aja dihidup lo" Tifa lagi-lagi sudah dengan hiperbolanya, Ara mendengus "males gue, bingung juga. Drama banget ini perasaan gue"

"NAH ITU LO TAU"

Ara berdecak sebal karena dua sahabatnya yang selalu kompak mengejeknya, "masalah apalagi, Langit? Indra? Matahari? Bulan? Bintang? Air? Tanah? Angin? Udara?! " Kata Gita.

Ara tertawa, "semua elemen aja  bergabung nih dihidup gue. Udah kaya avatar"

"Langit kayanya benaran muak deh sama gue" kata Ara.

"Gue batu banget"

Tifa dan Gita sama-sama mengangguk, "dari pada selalu menerka-nerka yang gak jelas, perasaan lo jadi terluka, dan lo masih dengan pikiran-pikiran yang buat hati lo cape, kenapa gak berhenti aja ra? Lo gak berhak dapatin semua itu" kata Gita.

Himmel und ErdeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang