Delapan - Marsha (2)

15 0 0
                                    

Regina Marsha Hendrasari.

Hanya satu nama itu yang kini tertinggal dalam pikiran Raka. Bahkan kini lembar belakang buku tulisnya dipenuhi dengan coretan sebuah kata yang dominan. Marsha.

Klasik memang, hanya karena pertemuan mereka hari itu di gudang belakang sekolah. Entah kenapa ada rasa bahagia dalam dirinya saat ia berhasil menyelamatkan Marsha hari itu.

Bahkan rasa bahagia itu terlihat begitu jelas diwajah Raka kentara sekali dengan suasana di dalam kelas yang sedang mencekam.

"Si Raka kenapa itu, mud? Cengengesan segala." Bisik Danang kepada Mahmud yang ada didepannya.

"Kan ane udah bilang, jagain dia pas di UKS! eh ente kagak dengerin.. ya hasilnya gini, kesambet! Mana kesambetnya pas pelajaran Pak Setyanto lagi."

"Heh.. Mahmud! Kamu denger saya ngomong apa?" sebuah penghapus papan tulis langsung melayang pada meja Mahmud yang sontak membawa Raka kembali ke dunia nyata saat itu juga.

"I-iya pak. Denger pak." teriak Mahmud dengan suara bergetar.

"Gara-gara ente si Rak!" bisik Mahmud pada Raka yang duduk disebelahnya

"Kok gue sih?" tanya Raka dengan tatapan tanpa dosanya

"Kalau gitu dimana August Comte lahir?" suara Pak Setyanto yang bak gemuruh itu berasa menggelegar ditelinga Mahmud.

"Di.. di.. aduh... ehm.. yang jelas bukan di Indonesia pak!" Jawab Mahmud gelagapan yang langsung mengundang derai tawa anak-anak satu kelas.

"Ya saya juga tahu dia bukan orang Indonesia. Saya tanya dimana dia lahirnya? Jangan lihat buku! Dibuku tidak ada!" bentak Pak Setyanto kedua kalinya

"Di.. di.. di-ampun pak! Sumpah pak bukan dirumah Engkong saya lahirannya Pak!" Jawab Mahmud polos dengan derai air mata dipelupuk matanya.

###

Mey dan Alex hanya tertawa saat mendengar kembali reka ulang kejadian yang disampaikan Raka barusan. Bahkan kejadian barusan sudah tersebar hampir diseluruh penjuru SMA 101.

Alex bahkan sampai tak bisa mengontrol tawanya. Untuk sesaat ia kasian dengan sobat polos mereka itu, tapi disisi lain dirinya mengkhianati Mahmud dengan terus tertawa.

"Ini semua gara-gara ente sih! Ane kagak mau ah merhatiin kondisi ente lagi Rak! Sakit hati ane! Trauma!" rajuk Mahmud.

"Emang salah gue apa sih mud? Perasaan gue dari tadi adem ayem. Yang harus loe salahin ya si Danang yang ngajak ngobrol loe tadi." Raka hanya tertawa, kasihan juga dirinya melihat Mahmud yang dibentak.

Apalagi saat ingat mukanya Mahmud yang hampir menangis.

Mana tahaann.. Pengen ketawa yang ada.

"Ane khawatir rak! Khawatir! Ente tadi cengengesan sendiri di kelas. Ane pikir ente kesambet pas di UKS kemaren. Emang ente mikirin apa sih segitunya sampe cengengesan?" interogasi Mahmud dengan berapi-api kepada Raka.

Jleb.. Raka langsung mingkem. Mana mungkin dia bilang sama Mahmud kalau lagi mikirin Marsha.

"Tuh gue pikir itu tuh, yang bikin si Raka susah mingkem tadi." Celetuk Alex

Sebuah pandangan dari Alex yang langsung diikuti oleh Mahmud, Mey dan juga Raka.

Marsha.

Sosok cantik yang sedang berjalan menuju kantin itu langsung menyita perhatian seluruh warga kantin.

"Kenapa ye.. bawaannya kalau liat tu anak, rasanya adeeemm gitu." Celetuk Mahmud

"Iyakan ka? Loe lagi mikirin tu anak?"tanya Alex pada Raka yang masih bengong.

RakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang