15 - Kisah si Anak Betawi (2)

7 0 0
                                    

Lima Belas - Kisah si Anak Betawi (2)

"Tinggal butuh berapa kursi lagi nih?" teriak Alex.

Meskipun dirinya bukan panitia tabligh akbar. Tapi Alex gatel juga liat anak-anak Rohis dan Osis yang pada kelimpungan menata set panggung dan mengkondisikan tempat untuk acara nanti.

Lebih daripada yang mereka duga, rupanya peserta umum yang akan datang lebih dari 300 orang. Tentu saja aula sekolah juga tak akan cukup untuk menampungnya. Belum lagi ditambah orang tua siswa dan siswa itu sendiri.

"Kosongin aja yang kelas IPA 3 sama 5 lex. Ane nanti bilang sama Bu Maryam." teriak Mahmud.

"Ayo buruan. Yang cowok bantu angkat kursi dari aula juga. Nggak akan cukup nih."

"Konsumsi mana konsumsi? Udah dateng belum?"

"Belum nih, mereka bilang macet di jalannya."

"PDD, banner mana nih? Kok belum dipasang?"

"Lagi diambil sama Jidan ke tempat percetakannya."

"Aduh. Ampun. Ini gimana? Tinggal berapa jam lagi nih."

"Soalnya kemarin kan ada yang dirubah lagi. Makanya kita print banner dua kali."

"Kalian sih nggak konfirmasi. Main asal print aja."

"Kita udah konfirmasi kok sama anak acara."

Suasana pagi itu kembali tegang.

Baru saja semalam mereka semua panik karena jumlah peserta yang mendaftar melalui server internet rupanya tidak sesuai dengan jumlah yang ada pada data panitia. Alhasil mereka semua kelimpungan menghadapi tekanan tiba-tiba itu.

Semua orang memperhatikan pertengkaran Danang dan Yuka, salah satu anak PDD.

Tak ada yang mampu menghentikan perang dingin ini.

Begitupun Raka. Terakhir kali ia mencoba melerai, ia dan Mahmud malah kena semprot. Karena dinggap tidak serius dengan acara.

Pandangan Raka tertuju pada Mahmud.

Sosok Mahmud juga sedang memperhatikan pertengkaran itu sambil menopang dagu pada kursi di dekat panggung. Sebelah tangannya tengah memegang microphone yang tergantung.

"Kalau kalian mau berantem terus, mending jangan disini. Kasian yang lain pada kerja. Nang, yuka sanah berantem di dalem kelas aja. Jangan disini. Sakit kepala ane." ucap Mahmud kalem melalui microphone.

Sontak semua orang terdiam. Begitupun Danang dan Yuka.

Mahmud memang mengatakannya dengan kalem, tapi nada tegas terdengar dalam setiap penekanan katanya.

"Wo.. Woy.. Ini nih. Kursi.. Kursi.." celetuk Alex, mencoba mencairkan suasana.
Tidak lama setelah itu semuanya langsung kembali bekerja seperti biasa.

Danang dan Yuka juga langsung kembali ke tempat mereka. Membantu yang lain menyelesaikan persiapan.

Sedangkan Mahmud kembali melakukan check sound.

Yang membuat mereka semua heran adalah ini pertama kalinya mereka mendengar nada seperti itu dari Mahmud.
Biasanya anak itu akan lebih banyak bercanda. Bahkan menjadi orang pertama yang selalu mencairkan suasana.

Raka memperhatikan Mahmud.

Ia tahu kalau Mahmud tidak bisa tidur tiga hari terakhir ini. Sekalipun tidur hanya beberapa jam saja.

Belum lagi mereka tidak bisa mengenyampingkan tugas sekolah yang jadi berjibun menjelang acara. Wajar jika Mahmud juga bisa meledak kapan saja.

Waktu menunjukkan pukul 07.30

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 16, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang