Hari ini Minggu. Kegiatan ekskul SMA 101 hanya ada setiap hari Sabtu, dan lingkungan sekolah setiap hari minggu selalu sepi. Tak ada tanda-tanda kehidupan disini. Yang ada hanya Mang Yana sang penjaga sekolah ataupun Mang Aceng yang selalu bersih-bersih kelas untuk dipakai hari senin nanti.
Namun, entah gerangan apa yang membuat Raka datang pagi-pagi ke sekolah.
Mungkin karena Raka kesepian di rumah dan memilih untuk menyendiri. Ia tidak ingin mengganggu hari yang sangat dinantikan Mahmud atau Alex untuk hibernasi.
Inilah enaknya jadi Ketua OSIS, punya hak semena-mena buat main kesekolah sesuka hati. Terutama akses buat main basket di lapangan yang luas. Apalagi Raka sudah kenal dengan Mang Yana sang guardian SMA 101.
Hampir satu jam penuh Raka bermain basket seorang diri. Rasa bosan mulai menghampirinya.
Hingga sebuah gerakan tiba-tiba membuat bola basket ditangannya menghilang. Berganti pemilik pada tangan lain yang kini tengah mendrible bola basket menuju ring.
Dan masuk.
Sebuah bola basket baru saja dimasukan kedalam ring.
Raka masih terbengong ditempatnya.
Melihat sosok Marsha dengan rambut kuncir kudanya tengah tersenyum penuh kemenangan.
"Sekarang gue udah pake baju olahraga. Masih mau main sama gue?" tanya Marsha pada Raka yang masih termangu ditempatnya.
Raka hanya tertawa. Tidak menyangka langkahnya hari ini membawanya pada orang yang sedang dicarinya selama empat hari terakhir.
"Loe.. bakalan nyesel udah ngebiarin gue nunggu selama empat hari berturut-turut." Seru Raka.
Marsha hanya tersenyum. "Siapa takut."
Tak terasa hari mulai beranjak siang semenjak Raka dan Marsha bermain basket bersama.
"Loe kok bisa kebetulan kesini sih hari ini?" Tanya Raka seraya memberikan sebotol air dingin kepada Marsha yang tengah berbaring dipinggir lapangan basket.
"Thanks. Takdir kali. Mungkin kita sengaja dipertemukan sama Tuhan disini hari ini." jawab Marsha.
Raka mesem. Ya elah, gue digombalin ama cewek. Batin Raka
Hening sejenak.
"Loe.. kemarin kemana aja?" tanya Raka to the point. Jujur ia penasaran kemana perginya Marsha selama ini.
Marsha terdiam. Ragu untuk menjawab pertanyaan Raka.
"Gue sakit."
"Sakit? Sakit apa? Jangan-jangan.."
"Sakit hati sama loe, yang suka merhatiin gue tiap waktu tapi gak pernah ngajak ngomong. Makanya gue kabur dulu. "
Jleb..
Horor juga ni anak, tau dari mana dia kalau gue suka merhatiin dia? Batin Raka dalam hatinya.
Raka menatap horor Marsha. Ia tak tahu kalau cewek disampingnya itu ternyata lebih kuat dari kelihatannya. Apalagi saat main basket tadi, skor Raka hampir tertinggal dengan langkah Marsha yang lebih gesit dari dirinya.
"Bercanda kok." Jelas Marsha sambil tertawa puas melihat ekspresi Raka.
Hari ini, pertama kalinya Raka bisa melihat berbagai macam ekspresi Marsha. Ekspresi bebas yang tak pernah cewek itu tunjukkan di sekolah sedikitpun.
"Coba tiap hari gue bisa liat diri loe yang sebenarnya kayak gini disekolah. Gue pasti gak akan khawatir lagi." ungkap Raka.
Marsha menatap wajah Raka yang tengah minum disampingnya. Dirinya hanya bisa tersenyum getir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raka
Teen FictionBahkan seorang pencuri cilik pun bisa taubat dan jadi seorang ketua osis yang bertakwa sama Allah swt, yang disegani di seluruh sekolah, bahkan jadi calon suami idaman bagi semua cewek satu sekolah. "Emang cuman gue sih yang bisa lakuin itu!" Raka m...