Tiga.
Sang Kupu-Kupu Malam
Bagian 1Tring .... Tring .... Tring .... (suara sendok berdenting)
Ritual rutin pada jam istirahat pertama.
Tring .... Tring .... Tring ....
Suara sendok itu semakin lama semakin keras dan lebih kasar lagi mengingat sisa bubur ayam di dalamnya yang mulai menipis. Namun, suara yang cukup mengganggu itu tidak dihiraukan oleh orang-orang disekitarnya, seolah-olah hal ini bukanlah hal asing di telinga mereka.
Semangkuk bubur ayam porsi jumbo dihajar habis-habisan oleh Mahmud, Raka dan juga Alex. Singkatnya semangkuk bertiga.
" Jadi, gimana?" Tanya Raka, menghentikan aktivitasnya menyendokkan sesuap bubur ke dalam mulutnya.
"Apanya?" Mahmud masih sibuk mengumpulkan sisa-sisa suiran ayam ke dalam wilayah teritorialnya.
"Kenapa?" Dan Alex juga sama sibuknya mengumpulkan sisa-sisa kerupuk di dalam mangkuk.
Raka melongo tak percaya. Ia hanya bisa beristigfar dalam hati. Kuliah duhanya yang ia sampaikan sejak mereka tiba di kantin sekolah dengan mulut berbusa, seolah terpantul dari telinga Alex dan Mahmud.
"Soal Nia ..." Raka mengecilkan suaranya seraya meletakkan sendok di mangkuk bubur yang hampir segede vas bunga keramik di rumahnya.
"Wuidiiiihhhh... rekor!!!!!" Alex berteriak girang. Menghentikan laju waktu dari stopwatch di handphone nya.
Maklum si "jenius fisika" sedang melakukan percobaan dengan mempertimbangkan kecepatan waktu mengunyah manusia dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan semangkuk besar bubur ayam Pak Samad. Dan kesimpulannya? Entahlah, tampaknya Alex masih terlihat bingung. Atau mungkin lapar? Raka melirik ke arah Alex. Ia lelah. Terlalu lelah untuk bisa berteman dengan orang-orang seperti Alex apalagi Mahmud. Ia yakin bahwa yang mengubah gen-gen dalam tubuh Alex hingga menjadi seperti ini adalah Mahmud. Ia yakin. 100%.
"TAU AH! Pokoknya malem ini, kalian berdua harus ikut aku ke suatu tempat!" Raka ngamuk pergi meninggalkan teman-temannya yang masih melongo itu tanpa peduli dengan uang patungan yang seharusnya dibayarnya untuk semangkuk besar bubur ayam.
"Bagian si Raka siapa yang bayar?" Alex bertanya dengan lugunya.
"Ya entelah! Kan ente yang bikin dia marah!" Mahmud juga ikut pergi meninggalkan Alex dengan niat tidak ingin membayar sepeserpun.
°°°
Mahmud dan Raka ditambah Alex langsung menginjakkan kaki mereka diatas tanah begitu turun dari mobil VW kodok Mahmud (aslinya punya kakeknya). Bau tanah yang terasa begitu lembab datang menyambut hidung mereka bertiga. Mahmud tiba-tiba bergidik sendiri dan mulai merapatkan tubuhnya serapat mungkin dibelakang tubuh Raka. Begitupun Alex. Ia ingin protes, tapi rasanya tak ada satupun kata yang mampu keluar dari mulutnya yang juga ikut gemetar. Terlalu mencekam hawa disekeliling mereka bahkan hanya untuk sekedar membuka mulut.
"Rak, ki-kite lagi kagak masuk reality sh-show kan? A-ape... ini acara dunia lain gitu ye? Ka-kamera mana kamera? A-ane mau melambaikan tangan ane aje" Mahmud tersentak mendengar suara burung hantu yang tiba-tiba datang entah dari mana. Ini pertama kalinya ia mendengar suara burung hantu. Sumpah. Suaranya tidak seindah seperti dalam lagu-lagu pengantar tidur yang dulu sering dinyanyikan kakeknya.
"Kalo lu berdua pada kagak bisa diem. Ntar penghuni disini pada kebangun. Inikan udah hampir jam officialnya mereka. Ntar pada nyamperin lu pada baru tau rasa." Raka cuek. Namun tak dapat dipungkiri, ia hanya bisa memasang tampang sok pemberaninya itu kepada mereka berdua.
Sama halnya seperti para manusia pada umumnya, Raka juga merasakan ketakutan mencekam saat tahu harus melewati tanah pekuburan cina pada pukul hampir dua belas tengah malam. Tapi, mau bagaimana lagi?
Ini semua karena amanat Pak Sapto guru wali kelas serta para guru-guru di sekolahnya termasuk Bapak Kepala Sekolah yang terhormat, mereka yang menyuruh Raka untuk menjadi detektif conan dadakan untuk mengusut tuntas kasus Nia Ramadhani. Eit salah. Nia temen sekelasnya.
Ia seolah menjadi satu-satunya harapan bagi sekolahnya itu. Cerita Raka mengubah kehidupan Alex menjadi orang waras sudah melegenda di seantero SMP nya dulu. Sehingga wajar saja pihak SMA nya yang sekarang menaruh harapan yang setinggi langit dipundak Raka.
Jujur saja, Raka sendiri tidak tahu pasti kasus apa yang dialami Nia saat ini. Namun, berdasarkan isu yang beredar di sekolah, Nia adalah seorang Pe Es Ka yang terkenal. Entah itu benar ataupun tidak, itulah alasan mengapa Raka menjadi detektif conan jadi-jadian.
Berbekal informasi dari informan yang disamarkan namanya menjadi Bacem, Raka merasa harus menemukan sendiri buktinya.
Menurut keterangan Bacem, salah seorang siswa kelas tiga di SMA Raka, ia melihat sosok cantik Nia yang dibalut pakaian minim kain bersama seorang pria hidung belang didekat pemakaman umum cina saat hendak pulang ke rumah sehabis menyelesaikan tugas kelompok dari rumah temannya di daerah Kemang.
Sebenarnya bisa saja Bacem saat itu salah melihat karena hanya selintas ia melihat kejadian itu, apalagi di tengah pagi buta dengan kecepatan motor yang tinggi. Namun, Bacem yakin seyakin yakinnya bahwa wanita seksi itu adalah Nia, adik kelasnya yang sempat menjadi pujaan hatinya.
Butuh waktu hampir 30 menit untuk melewati pekuburan itu, ini karena Mahmud dan Alex yang mendadak merasa ngilu pada lututnya sehingga mereka terkadang justru malah diam di tempat bukannya melanjutkan perjalanan yang justru dapat ditempuh dengan waktu 15 menit dengan langkah normal.
"Lama banget sih lu pada! Kesel gue nunggunya!" suara seorang wanita mengagetkan mereka bertiga begitu berhasil keluar dari halang rintang yang pertama itu.
"Sory deh. Mereka gak berkutik tadi di dalem sana." Raka tersenyum lega melihat sosok tomboi dihadapannya itu.
Sementara Alex dan Mahmud hanya terdiam. Tak percaya siapa yang berdiri di depan mereka saat ini.
"Pengecut!" Mey mengumpat pelan. Berharap Raka tidak mendengarnya.
"Kok.... lu ada di sini sih Mey?" Alex akhirnya buka suara.
"Napa? Lu berdua kagak seneng?" Cewek manis berambut pendek itu melotot kepada Alex.
Seolah tersihir dengan pelototan mata Mey, Mahmud bahkan seperti tidak sadar dimana mereka berada. Hingar bingar lagu Belah Durenlah yang telah dioplos dengan semacam nada-nada aneh seperti habis diaransemen ulang itu yang telah membuatnya tersadar dengan tempat mereka berdiri saat ini. Ia cepat-cepat mengalihkan pandangannya dari cewek manis yang terkenal paling tomboi dan paling bengal satu sekolah itu. Takut zina mata. Hatinya mengingatkan.
Namun, tidak lama matanya bisa menutup dan berdiam diri dengan tenang. Ia baru sadar. Radius lima meter dari tempatnya berdiri, terdapat sebuah bangunan tua semi modern yang berdiri kokoh dengan ratusan lampu-lampu berwarna pelangi berkelap-kelip mengelilingi tempat itu. Ditambah dengan musik dangdut koplo yang terdengar begitu keras berdengung disekitar bangunan.
Inilah diskotek kecil-kecilan rakyat yang dibuat seadanya untuk melepaskan kepenatan para pengunjungnya yang lelah selepas bekerja seharian. Berbeda terbalik seratus delapan puluh derajat dengan kondisi pekuburan yang begitu sepi sehingga hanya suara langkah kaki dan detak jantung yang dapat terdengar. Tempat ini jauh lebih berisik daripada pekuburan cina disebelahnya. Namun anehnya, suara bising itu baru dapat terdengar setelah mereka keluar dari kawasan pekuburan cina tersebut.
"Pondok Melati ..." Alex membaca sebuah papan nama besar yang terpampang tak jauh dari bangunan diskotek itu.
Dibawah papan nama besar itu, terdapat sebuah baliho bergambar wanita bertubuh seksi berpakaian merah ketat yang sedang mengedipkan sebelah matanya, gambarnya memenuhi hampir seluruh kertas baliho. Dengan tulisan mengundang para hidung belang untuk mau datang ke tempat itu. DIBELAI SAYANG. DI KECUP MANJA. Sebuah strategi promosi yang benar-benar sukses.
Di bawah atap bangunan, terbentang sebuah spanduk besar yang melintang dari ujung bangunan ke bangunan yang lainnya.
Pondok Melati
Melayani : Panggilan dalam dan luar negeri. Problema tidak punya anak, kawin-cerai, tukar-tambah bayi di luar nikah, sewa wanita malam. Kawin siri. Transaksi cepat ditempat. Bisa delivery order. Informasi lebih lanjut 081332xxx
"Astagfirullah" Alex terpaku dengan tulisan-tulisan pada spanduk itu.
"Masyaaah" Sementara Mahmud tak henti-hentinya melihat keindahan wanita-wanita yang baru saja keluar menggandeng bapak-bapak tua. Sontak saja gumamannya itu disambut dengan pukulan keras di kepala yang berasal dari tinju Mey.
"Istigfar! Bukan mengagumi keindahan yang ada!" Mey gemas melihat Mahmud yang tidak juga mengedipkan matanya itu.
Raka terus beristigfar. Ia terlalu shock, ini pertama kalinya ia datang secara langsung ke tempat seperti ini. Tempat-tempat yang hanya biasa ia dengar dari cerita orang-orang ataupun dari tayangan berita-berita ditelevisi. Tempat ini tak jauh berbeda dari tempat bernama gang Dolly yang baru-baru ini sering ia dengar di berita sebagai tempat prostitusi nomor satu di Asia Tenggara.
Raka tak tahan. Tak tahan dengan sejumlah pemandangan yang ada dihadapannya itu. Tak tahan dengan asap rokok yang mengepul dari segala penjuru arah. Ditambah bau alkohol oplosan yang mulai merebak dari mulut para orang tua yang baru saja berjalan melewati mereka dengan tatapan heran. Tak tahan harus membayangkan teman sekelasnya yang menjadi pujaan diseantero sekolah mencari nafkah menjual dirinya sendiri kepada para hidung belang.
"Mey, info kamu ga salah?" Raka mulai buka suara.
"Kagak! Informan gue yang ngasih alamat ini. Dia orang yang paling gue percaya. Jadi ga mungkin salah. Dia bilang si Nia emang suka mangkal disini." Mey mencoba meyakinkan Raka.
"Hah? Si Nia kerja di sini? Ni-nia temen sekelas kita? Kate Wilson sekolah kita?" Tanya Mahmud dan Alex hampir bersamaan.
Raka tidak sanggup menjawab pertanyaan Mahmud, sosok wanita yang baru saja keluar dari pintu masuk pondok membuatnya tercengang. Pria paruh baya tambun disebelahnya merangkulnya mesra.
"Lain kali datang lagi ya, om! Mawar tunggu!" wanita itu mengedip manja ke arah pria paruh baya tersebut.
Mawar? Dia bilang mawar? Raka mencoba mempertajam penglihatannya, tapi ia yakin wanita itu adalah Nia.
"NIAAA!" tanpa diduga Mey justru berteriak kepada wanita itu, berlari mendekatinya. Memegang tangan wanita tersebut.
Raka, Alex dan Mahmud datang menghampiri mereka. Semakin jelas dan semakin jelas. Ialah Kania Cahyani yang Raka kenal. Sosok Nia Ramadhani di mata Alex dan Kate Wilson yang cantik di mata Mahmud. Orang yang sama itu bekerja di tempat sesat ini hanya untuk mencari sebuah kehidupan
KAMU SEDANG MEMBACA
Raka
Fiksi RemajaBahkan seorang pencuri cilik pun bisa taubat dan jadi seorang ketua osis yang bertakwa sama Allah swt, yang disegani di seluruh sekolah, bahkan jadi calon suami idaman bagi semua cewek satu sekolah. "Emang cuman gue sih yang bisa lakuin itu!" Raka m...