KAYLA

246 12 0
                                    

Tok tok tok
Pintu kamar Kayla diketuk dari luar, lalu disusul suara decit pintu yang terbuka. Nampak seorang wanita paruh baya berjalan ke arah jendela dan menyingkap gorden berwarna biru, membiarkan cahaya matahari pagi masuk ke dalam kamar dan menerpa wajah gadis yang masih memejamkan matanya tersebut.
“Kayla, bangun sayang. Sudah jam enam,” ucap Rianti dengan lembut, dia mencium kening Kayla.
“Ah, masih ngantuk, Ma,” gadis beralis tebal itu justru menarik selimutnya.
“Eh, ayo bangun. Kamu kan harus berangkat sekolah,”
“Buruan, itu bibi lagi bikin sarapan buat kamu. Kamu mandi, terus siap-siap berangkat sekolah,” lanjutnya.
“Iya-iya, ini udah bangun kok, Ma. Nih matanya udah melek,” setengah malas Kayla bangun dari tidurnya.
Gadis itu tersenyum, lalu mencium kedua pipi wanita di hadapannya.
“Selamat pagi, Mama.”
“Hmm. Buruan mandi gih, kamu berangkat sama kakakmu kan? Nanti dia marah lho kalau kamu belum siap,”
“Siap komandan,”
Kayla mempraktekkan gaya hormat, lalu berdiri dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi di sudut kamarnya. Sedetik kemudian kucuran air shower terdengar, diselingi suara apa adanya dari  Kayla yang bernyanyi dengan ceria.
Rianti tersenyum kecil, kemudian mulai sibuk melipat selimut dan menata tempat tidur anak gadisnya.

“Ma, Kak Diego mana? Kok enggak ada? Mobilnya juga enggak ada, apa udah berangkat? Kayla ditinggal? Terus Kayla berangkat sama siapa?” cerocos Kayla panjang ketika hendak sarapan.
Membuat Rianti tersenyum geli.
“Kakakmu lagi nganterin titipan Mama ke rumah Tante Lusy, sebentar lagi juga pulang,”
“Tadi sebenarnya mau sekalian berangkat, tapi nungguin kamu siap-siap lama banget, jadi ya kakakmu nganterin dulu,”
“Oh, kirain udah berangkat. Eh, ngomong-ngomong Mama cantik banget hari ini?” puji Kayla ketika melihat penampilan Mama yang mengenakan setelan blazer hitam dengan rok sedikit di atas lutut.
Lagi-lagi Rianti tersenyum menanggapi pujian anaknya. Sudah terbiasa dia dengar, bukan cuma dari anak gadisnya, atau anak laki-lakinya. Tetapi juga dari pegawai kantor, atau klien yang menawarkan kerja sama dengan perusahaanya.
Entah itu pujian palsu agar bisa mendapat perhatian lebih darinya sebagai atasan, atau hanya akal untuk mencapai kesepakatan kontrak. Namun yang pasti wanita berumur empat puluh tiga tahun itu sangat percaya, kalau pujian yang diucapkan kedua anaknya selalu tulus.
Mempunyai dua orang anak. Diego, laki-laki, anak pertama. Yang saat ini tengah menjalani tahun ketiganya sebagai mahasiswa Managemen, yang aktif dalam organisasi di kampus. Hobi bermain gitar dan mendengarkan musik yang terkadang membuat seisi rumah harus menutup telinga karena Diego menyetel terlalu keras.
Dan anak kedua, Kayla. Seorang siswi kelas tiga SMU yang sedang mengalami masa puber atau masa tumbuh menjadi seorang remaja yang hobi nongkrong dengan teman-temannya. Doyan banget sama wafer Tango, dan kemana-mana selalu memakai tas warna merah maron bergambar Elmo, salah satu tokoh dari serial open sesame, yang sudah dimilikinya sejak SMP. Hadiah terakhir dari almarhum ayahnya.
Keduanya tetap tumbuh menjadi anak yang penurut dan tidak pernah bertingkah macam-macam. Rianti adalah seorang Manager di suatu perusahaan yang bergerak dibidang eksport import garmen, yang terkadang menuntut dirinya sesekali keluar kota atau bahkan keluar negeri.
Namun sebagai single parent, dia selalu menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama kedua anaknya, mengawasi pertumbuhan mereka berdua, memberikan perhatiannya. Tugas sebagai orang tua.
“Yee, cuma senyum nih Mama,” lanjut Kayla.
“Kamu juga cantik kok,Sayang.”
“Iya dong, Mamanya cantik anaknya juga,” gadis itu tersenyum manis.
Tak lama kemudian, sosok laki-laki muda yang mengenakan kemeja coklat muncul dari ruang tamu. Celana jeans dan sepatu Converse mendukung penampilannya.
“Itu, kakakmu,” tutur Rianti.
“Sudah disampein ke Tante Lusy? Siapa yang menerima?”
“Tante Lusy sendiri, dia bilang makasih,” jawab Diego.
Rianti mengangguk pelan, lalu melanjutkan sarapannya.
“Heh anak manja, buruan berangkat. Dasar putri leled,”
“Weee,”
Gadis itu menenggak sekali lagi susu putih di hadapannya dan berdiri menghampiri Rianti yang duduk di sebelah lain meja makan.
“Kayla berangkat dulu, Ma,”
Sebuah ciuman mendarat di kedua pipi Rianti, dibalas dengan kecupan lembut yang menempel pada kening Kayla. Sejenak tangan Rianti membelai rambut Kayla yang masih sedikit basah.
“Diego juga, Ma.”
“Hati-hati ya di jalan. Diego, nggak usah ngebut,”
“Beres, Ma. Oh iya, nanti kayaknya aku pulang agak malem, ada rapat di kampus,”
“Jadi enggak bisa jemput aku?” Kayla bertanya.
“Kamu pulang sendiri dulu aja. Ayo ah, udah mau jam tujuh nih.”

Suasana SMU Harapan Bangsa, tempat Kayla sekolah sudah ramai oleh berbagai aktivitas yang dilakukan para siswa ketika gadis itu turun dari mobil Diego. Dia berjalan melewati pintu gerbang dan pos satpam sesaat setelah kakaknya memacu mobil meninggalkan sekolah.
Kayla melangkah di lapangan upacara, bertegur sapa dengan teman yang dia jumpai di koridor, sampai akhirnya tiba di kelasnya yang terletak di lantai dua. Napas Kayla sedikit tersengal-sengal setelah menapaki anak tangga.
“Lama banget sih berangkatnya?” sambut Indri, teman sebangku sekaligus sahabatnya.
Kayla meletakkan tasnya di meja, “Kenapa emang? Mau pinjem PR?”
“Iya. Aku belum ngerjain soalnya. Pinjem dong,”
“Huu, dasar males,” tak urung Kayla membuka resleting tas dan mengeluarkan buku, lalu  menyerahkan kepada Indri.
“Tadi kamu dicariin tuh,” Indri berujar, pandangan dan tangannya tak teralih dari tugas yang dia salin dari buku Kayla.
“Siapa?”
“Naga, tadi dia ke kelas kita tapi kamu belum berangkat. Katanya istirahat mau ke sini lagi,”
Kayla membuang napas, “Maunya apa sih dia?”
“Kenapa sih kamu nggak mau dideketin sama Naga? Secara dia tajir, tinggi, ya ganteng lah kalo menurutku. Di atas rata-rata cowok sekolah kita,”
Kayla menggeleng, “Nggak mau, aku sudah menyukai cowok lain. Kamu tahu sendiri kan?”
“Tetanggamu itu? Si Dika, kan?”
“Iya, aku maunya sama dia,” jawab gadis berambut hitam itu dengan tawa kecil yang terdengar dari mulutnya.
“Naga kan bisa kamu manfaatin aja, porotin duitnya, minta antar jemput berangkat sekolah. Atau apa kek yang bisa menguntungkan kamu,” bisik Indri sambil tersenyum usil.
“Gila kamu, aku bukan cewek macem itu. Enak aja, uang jajan dari Mama juga cukup buat keperluanku kok,”
Indri hanya tertawa, tak melanjutkan pembicaraannya dengan Kayla. Sibuk menyalin jawaban tugas di bukunya. Kayla menghela napas sejenak, lalu mengamati cewek di sebelahnya yang sedang sibuk menulis, kemudian tersenyum.
Lima menit berikutnya bel berbunyi, membuat semua siswa yang sebelumnya berada di luar kelas berebut masuk dan menempati bangku mereka masing-masing.
Sekolah hari itu segera dimulai.

KaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang