KONFLIK

108 6 0
                                    

Dengan tertatih Kayla menaiki tangga sekolah setapak demi setapak. Sesekali gadis itu meringis menahan sakit. Memar di kakinya memang sudah sedikit kempis setelah semalam dikompres air es, tetapi rasanyeri masih terasa. Membuatnya susah untuk berjalan.
Akhirnya dia tiba di kelas setelah bersusah payah menaiki tangga, peluh sedikit menempel di dahi. Kayla menghela napas sebelum menjatuhkan pantat ke atas kursi kayu berwarna coklat.
Indri yang sejak tadi memperhatikan Kayla tersenyum, “Kenapa kakimu? Digigit semut?”
“Terkilir, linu banget,”
“Kenapa nggak telpon biar aku jemput. Tadi gimana naik tangganya coba?”
“Terbang,” jawab Kayla asal.
“Tapi, ada berkahnya lho kakiku terkilir. Tau nggak, aku di gendong sama Dika sampai rumah. Aah, gila, aku seneng banget,”
“Iya? Gimana ceritanya? Romantis nggak? Pantesan tadi aku liat kamu jalannya kesusahan tapi mukanya sumringah. Di gendong sang pangeran rupanya,”
Omongan Indri ditanggapi senyuman oleh Kayla.
Kemudian dengan penuh semangat dia menceritakan kejadian tadi malam. Indri yang mendengarkan Kayla ikut tersenyum senang, ikut merasakan kebahagiaan sahabatnya. Sesekali gadis itu menanggapi dengan antusias.
“Tapi, sepertinya ada yang aneh sama Kak Diego dan Dika,”
“Maksudnya?”
“Entahlah. Semalem pas Dika nganterin aku, Kak Diego yang bukain pintu buat kami. Tapi begitu liat Dika, wajahnya kayak nggak suka. Dika juga sama, wajahnya langsung beda,”
“Mungkin lagi ada masalah diantara mereka,” Indri menerka.
“Aku enggak tahu, aku belum nanya sama Kak Diego atau Dika. Tapi apapun itu, semoga bukan hal yang serius,”
“Iya, nanti bisa mengancam hubunganmu sama Dika,”
Kayla merenung, pikirannya menerka-nerka masalah apa yang membuat Kakaknya dan Dika seperti bermusuhan. Karena Kayla tahu, mereka berdua sudah bersahabat sejak kecil. Hanya saja, Kayla belum dapat menemukan ada perselisihan apa diantara mereka.
Gadis itu masih terdiam ketika Indri menyenggol bahunya, membuat Kayla sedikit tersentak. Ia menunjuk pintu dengan lirikan matanya, Kayla mendapati Naga yang sedang mendekat dengan seulas senyuman tersungging. Gadis itu mendesah perlahan.
“Pagi Kayla, pagi Indri,”
“Pagi juga, Ga. Tahu aja Kayla udah berangkat,” jawab Indri sambil tersenyum usil.
“Iya. Wanginya sampai ke kelasku sih, jadi aku bisa tahu,” canda Naga, membuat Kayla tersenyum kecut.
“Bisa aja kamu, Ga. Kaki Kayla lagi sakit tuh, nggak bisa jalan. Jadi ntar pas istirahat, kamu beliin makanan di kantin, terus bawa ke kelas ya,”
Kayla langsung meninju lengan Indri pelan, gemas dengan ulah sahabatnya itu. Indri tertawa puas.
“Iya, Kay? Kenapa kakimu?” tanya Naga khawatir. Ia meneliti kaki Kayla.
“Cuma terkilir sedikit kok, bentar juga sembuh,”
“Yakin? Syukurlah kalo nggak apa-apa,”
“Makannya, ntar jangan lupa beliin makanan buat kita di kantin. Kalo bisa, pulangnya juga anterin Kayla sampai rumah,” Indri masih ingin menggoda.
Kali ini Kayla mencubit pinggangnya, membuat Indri terpekik.
“Nggak usah dengerin Indri, Ga, anak ini emang suka ngaco,”
“Nggak apa-apa kok. Kalau emang kakimu sakit, nanti aku anterin pulang ya?”
Tawar Naga coba memberi perhatian.
“Eh, nggak usah, beneran. Kakakku ntar jemput kok. Nggak usah repot-repot,”
“Oh, ya udah. Tapi entar kalo kakakmu nggak jemput, ngomong sama aku aja, oke?”
Kayla mengangguk kaku.
“Terus, kamu ngapain pagi-pagi udah ke kelas kita?”
“Tadi sebenarnya aku mau ngajak pergi abis pulang sekolah, tapi kakimu lagi sakit gitu.Ya udah kapan-kapan aja perginya. Itu juga kalau kamu mau,” Naga tertawa kecil.
“Aku ikut,”
Dengan cepat Indri mendahuli Kayla untuk menjawab, lagi-lagi Indri mendapat cubitan di pinggangnya.
“Ya liat entar aja, kalau aku lagi nggak sibuk,”
“Iya, santai aja. Itu beneran kan kakimu udah nggak apa-apa?”
Kayla mengangguk menjawab pertanyaan Naga. Sedikit malas menanggapi cowok di hadapannya. Naga menyadari, ia tahu Kayla tidak pernah suka jika ia berada di dekat gadis itu.
“Ya udah, aku balik ke kelas dulu ya. Cepat sembuh buat kakimu,”
Pamit Naga sebelum melangkah keluar. Kayla dan Indri mengangguk secara bersamaan, membiarkan Naga berjalan meninggalkan kelas mereka. Kayla merasa lega.
“Kenapa sih kamu bisa benci sama Naga?”
Tanya Indri begitu langkah Naga sudah tidak terdengar oleh mereka.
“Aku nggak benci, cuma aku nggak mau dia berharap lebih sama aku. Kamu pasti bisa lihat dengan sikapnya itu, ada maksudnya,”
“Padahal Naga perhatian gitu,”
“Yak arena ada maunya. Udah deh, kamu tuh sahabatnya siapa sih?” Kayla pura-pura cemberut.
“Sahabat Kayla Nareshwari dong,” jawab Indri sambil melingkarkan dua tangannya ke leher Kayla.
Keduanya tertawa.

Dika sedang mencuci mobil di halaman, tangan kanannya memegang kain yang  berbusa, sementara jari-jari tangan kirinya menggenggam selang plastik yang terus memancurkan air.
Suara mobil yang menggerung menghentikan aktivitas Dika, ia melirik ke halaman rumah tetangganya. Sebuah mobil nampak merangsak masuk ke pelataran rumah bercat oranye itu. Dika tahu itu mobil Diego.
“Diego, tunggu sebentar,”
Pemuda itu berhenti melangkah, memutar badan ke arah suara yang memanggilnya. Ia mendapati Dika yang berdiri di tembok pembatas rumah mereka. Cat-cat yang mengelupas di sekitar menjadi hiasan tersendiri.
“Pulang kuliah?”
“Menurutmu?”
Diego nampak ketus menanggapi pertanyaan Dika, membuatnya kaget dan terdiam.
Suasana berubah hening beberapa saat. Hanya samar-samar terdengar suara kucuran air yang keluar dari selang plastik milik Dika yang tidak dimatikan, sehingga mengalir begitu saja membentuk sungai-sungai kecil di paving halaman rumah.
“Di, apa yang aku omongin ke kamu waktu itu,”
“Aku nggak mau bahas itu lagi, Dik. Aku juga nggak mau mikirin masalah nggak penting seperti itu,” Diego memotong dengan nada yang sedikit emosi.
Dika kembali terdiam.
“Udah kan? Kalo udah nggak ada yang perlu diomongin lagi, aku masuk,”
Pemuda itu memutar badan dan berjalan menuju pintu rumah, meninggalkan Dika yang terlihat kecewa dengan tanggapan lawan bicaranya. Ada penyesalan yang nampak dari raut wajahnya
“Satu lagi, jangan macem-macem sama Kayla,” ancam Diego sebelum menghilang dibalik pintu.
Dika menunduk, menghela napas dalam-dalam. Ia melirik tajam ke arah Diego yang sudah menghilang di balik pintu.

KaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang