MALAIKAT KECIL

140 4 2
                                    

“Ke super market?”
Sore itu Kayla menepati janjinya, untuk menerima ajakan Naga pergi ke suatu tempat. Indri tidak bisa ikut karena ada urusan mendadak. Menjadikan mereka hanya pergi berdua.
“Aku cuma mau beli sesuatu aja. Habis ini baru kita ke tempat tujuan kita. Buruan, bantuin aku belanja,”
Kayla masih bingung, namun ia tetap menuruti kemana langkah cowok itu pergi. Ia harus setengah berlari untuk mengimbangi langkah Naga yang berjalan cukup cepat.
“Mau beli apa sih?”
“Udah, ntar juga kamu tahu,”
Naga mengambil beberapa kotak susu cair, lalu memasukan ke dalam keranjang belanjanya. Kemudian dia bergeser menuju jajanan ringan di seberang rak susu tersebut, nampak memilih beberapa jenis jajanan dan kembali meletakan ke dalam keranjang. Kayla hanya memandangnya dengan rasa penasaran.
“Ambilin buah jambu sama apel, Kay. Tolong,”
“Berapa?”
Naga nampak berpikir beberapa jenak, “emm, masing-masing lima aja,”
“Baiklah,”
“Tempat yang ingin aku tunjukkan sama sekali bukan tempat yang indah lho, Kay. Aku harap kamu nggak kecewa nanti,”
Keduanya telah kembali berada di jalan. Tangan Naga tak lepas dari kemudi mobil. Kayla yang sejak tadi di selimuti rasa penasaran semakin tidak sabar.
“Sebenarnya kita mau kemana sih?”
“Ke tempat di mana banyak malaikat-malaikat kecil yang butuh perhatian kita,”
“Maksudnya?”
“Sebentar lagi sampai, kamu akan tahu dengan sendirinya. Udah deket kok,”
Tak berapa lama, mobil itu memasuki sebuah halaman yang nampak penuh dengan beberapa jenis mainan anak-anak, seperti ayunan, perosotan, trampolin, dan beberapa jenis mainan lainnya. Kayla mengedarkan pandangan, menyapu semua yang dia lihat saat ini.
“Ini tempat apa?”
Naga tersenyum, “Turun yuk,”
Ia membuka pintu belakang dan mengambil beberapa kantong berisi belanjaan yang sebelumnya mereka beli. Kemudian mengajak Kayla masuk ke dalam. Mereka di sambut oleh sekumpulan anak-anak kecil yang langsung merubung Naga. Naga tersenyum, ia membagikan jajanan yang dibawanya kepada mereka.
Kayla menautkan alisnya. Ia menatap kejadian di hadapannya dengan heran. Sekumpulan anak kecil, terlihat pucat dan, kurus. Ada juga diantara mereka yang menggunakan kursi roda. Kayla masih terdiam di tempatnya sampai Naga meminta pertolongannya untuk ikut membagikan jajanan.
“Tempat ini?”
Kayla yang masih penasaran terlihat ragu-ragu untuk bertanya. Semua bocah itu telah mendapatkan bagian mereka masing-masing dan mulai sibuk memakannya.
“Ini yayasan. Semua anak-anak yang ada disini penderita kanker,”
Kayla terkejut, ia sampai harus menutup mulutnya dengan tangan.
“Mereka semua mengidap kanker?”
“Ya, mereka semua menderita penyakit itu. Ada yang masih bisa sembuh, tapi banyak yang sudah tidak mungkin lagi,”
Kayla tercengang mendengar penjelasan Naga, ia sangat terkejut begitu mengetahui tempat yang ingin Naga tunjukkan kepadanya sejak dulu adalah tempat ini. Gadis itu hanya membisu ketika dia melihat semua anak-anak langsung merubung Naga yang berjalan menghampiri mereka, menyambut Naga dengan celotehan-celotehan menggemaskan.
Semua menunjukkan ekspresi yang hampir serupa. Tersenyum tanpa beban, terlihat ceria. Dan sorak tawa terdengar ketika Naga menceritakan sesuatu yang menarik bagi mereka. Tawa yang keluar dari mulut-mulut mungil itu, membuat batin Kayla semakin menjerit.
Tiba-tiba sebuah tangan mungil menarik ujung bajunya, membuat Kayla tersentak.
“Kakak siapa?”
Kayla memandang lekat-lekat bocah kecil itu, ia duduk disebuah kursi roda.
“Nama kakak, Kayla. Temen sekolahnya Kak Naga. Kalau namamu siapa?” gadis itu mencoba menyembunyikan kesedihannya.
“Wah, nama kita sama. Namaku juga Kayla. Salam kenal, Kak Kayla,”
Jawab gadis kecil itu polos. Ia mengembangkan senyum dibibirnya yang pucat, membuat Kayla tak dapat menelan ludah. Tenggorokannya telah mengering sejak tadi.

Apa mereka tahu tentang penyakit yang mereka derita? Kenapa mereka bisa seceria itu? Atau mereka sudah tahu, tetapi memutuskan tetap tersenyum?

Kayla memandang wajah anak-anak itu satu persatu, memandang mereka lekat-lekat. Tiba-tiba dadanya terasa sesak, matanya kembali berkaca-kaca. Hampir saja Kayla meneteskan air mata, ketika tiba-tiba beberapa anak yang lain ikut merubung dan bertanya ini itu kepadanya.
Kayla nampak sedikit kewalahan menanggapi pertanyaan polos dan apa adanya dari mereka. Namun kesabaran terpancar dari raut wajahnya. Hanya butuh beberapa menit saja untuk membuat Kayla terlihat akrab dengan anak-anak di yayasan milik keluarga Naga. Naga berjalan menghampiri Kayla. Lalu menyuruh semua anak-anak di tempat itu berkumpul di dekatnya. Semua langsung menurut.
“Oke adik-adik. Kak Naga bawa teman baru untuk kalian, namanya Kak Kayla,” Naga memperkenalkan Kayla kepada bocah-bocah itu. Kayla memasang senyum di bibirnya.
“Kak Kayla ini adalah teman satu sekolahnya Kak Naga. Dan mulai sekarang, kakak ini menjadi teman kalian juga. Ayo beri salam pada kak Kayla,”
Serempak anak-anak itu mengucapkan salam seperti yang diperintahkan Naga. Kayla menjawab salam dari mereka. Matanya masih terlihat berkaca-kaca, meski tetap ada senyum yang terpasang di bibirnya.

“Kamu nggak kecewa, kan?” tanya Naga kepada Kayla saat mereka sedang duduk di kursi.
Kayla langsung menggeleng, “Nggak, sama sekali nggak. Justru aku mau bilang terima kasih sama kamu, udah ngajak aku ke tempat ini. Aku senang bertemu mereka,”
“Aku senang kamu bisa langsung akrab dengan mereka,”
Kayla tersenyum sungkan, “Maaf ya, dulu aku sering menolak waktu kamu ajak aku ke sini,”
“Nggak apa-apa. Sekarang kamu kan ada di sini juga akhirnya. Nggak ada bedanya mau kapan aja, selalu ada waktu yang tepat untuk sebuah takdir,” Naga menatap anak-anak itu.
“Dan takdirmu bertemu mereka adalah hari ini,” lanjutnya.
Kayla menghela napas, ia merasa sangat menyesal karena sempat mengabaikan ajakan Naga. Padahal Naga ingin mempertemukan dirinya dengan malaikat-malaikat kecil ini. Hari ini, Kayla merasa mendapat pelajaran baru dalam hidupnya.
“Mereka memang butuh perhatian dan kasih sayang dari orang-orang disekitar mereka, selain doa tentunya. Dukungan sekecil apapun sangat berarti buat kami,”
Kayla menoleh kaget, menatap Naga dengan penuh tanda tanya.
“Kami?”
Cowok itu kembali mengangguk, “Aku juga,” ia nampak ragu-ragu. Membuat Kayla menatapnya tajam, menunggu Naga menyelesaikan jawabannya.
“Aku juga mengidap kanker, sama seperti anak-anak itu,”
Kayla terlihat begitu terkejut, sangat terkejut. Hatinya mencelos. Tampak tidak percaya, atau mungkin mencoba untuk tidak percaya. Naga yang selalu terlihat ceria di manapun, dalam kondisi apapun. Naga yang selalu tersenyum, ternyata menderita sebuah penyakit yang menurutnya sangat berbahaya.
“Nggak lucu. Kamu lagi bercanda kan?” tanya Kayla, ia memaksakan senyum di bibirnya.
Naga menggeleng, “Aku serius, Kayla,”
“Kamu inget kan aku pernah pingsan di sekolah?”
Kayla mengangguk, “Saat itu aku tahu kamu bohong, itu bukan sekedar anemia. Tapi aku tidak menyangka kalau ternyata,” Gadis itu tidak meneruskan kalimatnya, lidahnya berubah kelu.
“Anemia juga salah satu ciri-ciri penderita kanker, Kay. Aku nggak bohong kan berarti,”
“Tapi kamu juga nggak jujur. Nggak ada bedanya,”
Naga tersenyum masam, “Sori. Nggak ada maksud buat bohong sama kamu,”
“Aku sering ke tempat ini karena aku ingin berbagi kekuatan dengan anak-anak itu. Biar tidak perlu ada rasa takut dalam diri kami, karena kami menyadari bahwa selalu ada teman yang akan tertawa dan membagi kekuatan setiap hari,”
Kayla masih berusaha untuk tidak percaya dengan kenyataan yang baru saja dia ketahui. Matanya mencari-cari sebuah kebohongan yang mungkin sedang disembunyikan oleh Naga. Nihil. Dia justru baru menyadari, ternyata wajah Naga pun sama pucatnya dengan anak-anak di tempat ini, mata laki-laki itu cekung, dan bulatan hitam terlihat disekitarnya. Kayla benar-benar baru menyadarinya.
“Tapi, masih bisa sembuh kan?” tanya Kayla akhirnya, penuh harap.
Naga menggeleng sekali lagi, “Kemungkinannya sangat kecil,”
Kayla memejamkan mata, menunduk dan menghela napas dalam-dalam, “Kenapa nggak di coba dulu?”
“Biaya untuk operasi pasti sangat mahal. Aku nggak mau orang tuaku mengeluarkan banyak uang untuk hal yang percuma,”
“Kenapa pesimis kayak gitu?”
“Karena aku yang paling tahu keadaanku sendiri. Aku yang paling mengerti dengan kondisi tubuh dan penyakitku saat ini. Perasaanku mengatakan aku sudah nggak mungkin sembuh,”
“Mungkin, semua keluargaku sudah tahu kapan aku akan meninggal. Mungkin Dokter yang memeriksaku sudah mengatakan itu kepada mereka,”
Naga menghentikan ucapannya, ia mengambil sebuah bola plastik yang menggelinding menyentuh kakinya, lalu melempar bola itu kembali ke arah bocah laki-laki yang langsung meraihnya. Kayla masih menunggu Naga melanjutkan omongannya.
“Tapi aku nggak pengin tahu, karena itu hanya akan membuatku semakin takut. Aku hanya ingin tersenyum sampai saat itu tiba. Aku hanya ingin berkumpul bersama keluargaku, tertawa bersama anak-anak ini, bercanda bersama teman-temanku. Dan aku hanya ingin lulus sekolah bersama kalian semua suatu saat nanti. Semoga aku masih punya waktu,”
“Dan, aku masih ingin melihat senyummu,”
Kayla terdiam, tak mampu berkata apa-apa untuk menanggapi omongan Naga. Ia menyembunyikan matanya yang basah karena air mata mengalir tak dapat ditahan.
Naga tertawa ringan, “Entah kenapa aku malah cerita ke kamu, maaf ya,”
“Berhasil atau enggaknya, seharusnya itu kita percayakan saja sama Tuhan. Yang penting berusaha dulu untuk sembuh kan?” Kayla menoleh, menatap Naga.
Air mata sudah mengalir membasahi pipinya. Membuat Naga tersentak, tawa yang sempat terdengar dari mulutnya hilang seketika.
“Kay,”
“Tuhan yang memberi sakit, Tuhan pula yang akan menyembuhkannya. Tapi tentu saja itu tidak akan terjadi kalau tidak ada usaha untuk sembuh,” Kayla memotong perkataan Naga.
Pemuda itu tersenyum, matanya menatap kosong ke atas. Memandang awan yang berarak tertiup angin.
“Percayalah bahwa aku juga sangat ingin sembuh, Kayla. Bahkan, aku tidak pernah ingin menderita sakit seperti ini. Tersiksa tentu saja. Bukan cuma karena rasa sakit yang aku rasakan di tubuhku. Melihat keluargaku yang selalu mengkhawatirkanku, itu jauh lebih sakit,”
“Aku bukan tanpa usaha. Check up, kemoterapi, mengkonsumsi berbagai macam obat sudah rutin aku lakukan. Tapi seperti yang kamu bilang. Tuhan yang memberi sakit, Tuhan pula yang menyembuhkannya. Tetapi kamu lupa, Kayla. Tuhan juga bisa memanggil kita kembali ke sisi-Nya, agar kita tidak lagi merasakan sakit,”
Dalam diamnya Kayla mengangguk. Saat ini ia merasa sangat menyesal sering berlaku tidak enak kepada Naga, selalu menolak ajakan Naga yang dia tawarkan setiap hari tanpa rasa bosan. Kayla merasa menjadi orang paling jahat.
“Maaf,” ujar Kayla yang masih menunduk, “Maaf kalau aku selalu bersikap tidak menyenangkan terhadapmu,”
Naga tersenyum, ia mengangkat dagu Kayla dengan tangannya, “Aku lebih senang kamu bersikap seperti biasanya. Jangan berbeda hanya karena telah mengetahui keadaanku,”
Kayla menemukan sorot mata yang teduh di dalam pandangan Naga. Entah kenapa ia bisa merasakan ketenangan yang terpancar dari raut wajah laki-laki itu, Kayla tidak menemukan rasa takut atau kesedihan dalam mata Naga.
“Semua akan baik-baik saja. Percayalah,” bisiknya kemudian.

KaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang