RAHASIA

114 6 0
                                    

“Syukurlah, semua sesuai rencana. Acara malam tasyakurannya sukses. Meskipun hanya acara sederhana, tetapi tetap ada makna yang dalam,”
Dika terlihat begitu puas.
“Tadi Kepala Desa waktu sambutannya malah bilang benar-benar bangga sama kita. Menyenangkan saat hasil kerja kita dihargai,” Dimas ikut menimpali.
“Semua berkat kerja sama kita semua. Terima kasih. Malam ini kita istirahat, pulang ke rumah masing-masing. Rapat selanjutnya menyusul,”
Dika memberi komando kepada anggota karang taruna lainnya. Semua menurut, meninggalkan lapangan tempat pentas dan acara lainnya yang digelar tiga puluh menit yang lalu.
“Syukurlah kakimu sudah sembuh sebelum acara malam ini digelar. Kalau nggak, bisa gawat,”
“Iya, aku kompres tiap malem. Untunglah bengkaknya cepet sembuh, udah nggak sakit juga,”
“Ati-ati lho jalannya, jangan meleng. Ntar kena batu malah terkilir lagi,”
Dika meledek. Kayla tersenyum malu.
Keduanya terdiam, kaki mereka terus melangkah, menyusuri malam yang sudah cukup larut. Gugusan bintang menemani tiap detik yang melambat bagi keduanya. Angin berhembus, membuat Kayla menggigil kedinginan. Dika yang melihat lantas melepaskan jaket yang membalut tubuhnya. Kemudian ia mengenakan ke badan Kayla seraya tersenyum.
“Terima kasih,”
“Kita sering banget ya kayak gini. Jalan berdua, ngobrol, ketawa bareng. Ada aja hal-hal yang bikin kita ketawa,”
Dika berjalan di sebelah kanan Kayla, kedua tangannya masuk ke dalam saku celana.
“Iya, kamu selalu bisa bikin aku ketawa,”
“Boleh jujur?”
Tanya Dika tiba-tiba. Kayla menatap cowok di sebelahnya.
“Aku selalu menikmati momen seperti ini. Jalan berdua sama kamu, ngobrol sepanjang jalan sambil memandang bintang-bintang itu. Aku suka,” lanjutnya.
Kayla terdiam mendengar ucapan Dika, hatinya berdesir. Ia memainkan resleting jaket yang sekarang menempel di badannya. Gadis itu menunduk, senang mendengar apa yang baru saja Dika katakan.
“Aku nggak tahu kenapa, tapi aku nyaman saat ngobrol sama kamu,”
Kalimat itu membuat Kayla semakin salah tingkah. Rona wajahnya memerah. Dika tidak dapat melihat perubahan itu karena malam yang cukup gelap.
Udara malam kembali berhembus, menggoyangkan dedaunan pohon pakis yang tertanam di sepanjang jalan yang mereka lewati. Kayla masih bermain-main dengan hatinya yang sedang berbunga. Gadis itu tersenyum.
“Aku juga. Aku juga nyaman saat di deket kamu,”
Dika menatap Kayla, membuat Kayla semakin menunduk, menghindari tatapan mata Dika yang selalu tajam namun memiliki kelembutan. Tapi Kayla suka mata bening dengan bulatan coklat itu. Kayla suka saat Dika menatapnya. Kayla suka saat Dika tersenyum untuknya. Kayla suka semua tentang Dika.
“Seandainya,”
Dika menggumam sendiri, membuat Kayla mengangkat wajah dan menatapnya.
“Kenapa?”
“Eh, nggak. Nggak apa-apa,” Dika berubah gugup.
Kayla memicingkan matanya, mencari tahu apa yang membuat pemuda di sebelahnya tiba-tiba berubah.
“Kamu ada masalah sama kakakku?” Kayla tampak hati-hati saat bertanya.
Dika terhenyak, Kayla dapat melihat jelas laki-laki di sebelahnya nampak tidak siap mendengar pertanyaan yang terlontar. Ada sesuatu yang rumit dan cukup serius pada masalah mereka, gadis itu tahu.
Dan Dika tetap tidak menjawab hingga mereka sampai di depan rumah Kayla.
“Dika?”
“Eum, udah malem, Kay. Kamu buruan masuk gih,”
Wajah Dika tegang. Ia melangkah menuju rumahnya sendiri, meninggalkan Kayla yang masih mematung di depan pintu gerbang. Sesuatu yang tidak pernah Dika lakukan sebelumnya, tidak menunggu hingga Kayla masuk ke dalam rumah.
Kayla menyesal telah bertanya, pertanyaan yang membuat suasana yang sempat indah menjadi kacau. Ada rasa perih saat matanya memandang punggung Dika menjauh. Sampai beberapa detik kemudian Kayla teringat jaket yang masih dipakai olehnya, ia hendak memanggil. Tapi tubuh laki-laki itu telah menghilang dibalik pintu.

“Kay, ikut aku yuk,” ajak Naga ketika mereka bertemu di parkiran usai sekolah.
“Kemana?”
Kayla benar-benar merasa jenuh dengan ajakan yang selalu ditawarkan oleh Naga meskipun dirinya telah berkali-kali menolak. Namun selalu saja pemuda itu kembali.
“Tempat spesial. Bukan tempat yang indah sih, justru sebaliknya. Tapi banyak yang spesial di sana,”
“Emm, gimana ya? Hari ini aku ada keperluan. Kapan-kapan aja ya,”
“Yah, kamu nggak pernah mau pergi sama aku,”
“Sori. Tapi aku memang nggak bisa hari ini.”
“Baiklah, tapi kapan-kapan mau aku ajak jalan ya? Ayolah,” pinta Naga penuh harap, senyum kembali mengembang di bibirnya.
“Aku usahain ya. Sekarang aku mau pulang dulu, udah ditunggu Kakakku,”
Naga mengangguk lemah ketika Kayla memohon diri, membiarkan gadis itu berjalan menuju mobil kakaknya yang telah beberapa saat menunggu di depan gerbang sekolah. Sebelum akhirnya dia juga menuju parkiran motor.

Susah banget dapet perhatian dari kamu, Kay.

“Siapa?” tanya Diego setelah Kayla duduk nyaman di sampingnya.
“Temen,”
“Temen spesial?”
“Ih, dibilangin cuma temen kok. Udah ah, cepet jalan, udah laper nih,”
Diego tersenyum simpul, lalu menginjak gas dan meninggalkan lingkungan sekolah. Sesaat, keduanya hanya terdiam. Gadis itu melirik Diego yang sedang menatap lurus ke jalan yang mereka lewati.
“Kak, Kak Diego ada masalah sama Dika?”
“Kenapa tiba-tiba tanya gitu?”
Diego balik bertanya tanpa menatap adiknya. Ekspresi wajahnya datar, membuat kayla merasa tidak nyaman.
“Nggak, soalnya Kayla lihat kemarin kakak seperti nggak suka waktu aku dianter pulang sama Dika. Terus, kemarin waktu aku tanya sama Dika, dia kayak kaget gitu. Kayak nggak suka aku nanya apa yang terjadi sama kalian,”
“Kamu suka sama Dika?”
Kayla terkejut mendengar pertanyaan Kakaknya. Ia terdiam, menatap keluar jendela, memperhatikan berbagai aktivitas di sepanjang jalan yang mereka lewati. Mencoba menghindari mata Diego yang saat ini tengah menatapnya tajam. Menunggu jawaban.
“Kakak nggak suka kamu deket-deket sama Dika, apa lagi sampai suka sama dia,” lanjut Diego.
“Kenapa?”
“Dia ngga baik buat kamu,”
“Kenapa kakak bisa ngomong gitu? Dasarnya apa?” Kayla tampak gusar.
“Intinya Dika bukan cowok yang baik,”
“Nggak baik gimana? Bilang sama Kayla biar Kayla tahu,”
“Kamu nggak perlu tahu, cukup jangan terlalu dekat sama dia,”
“Kak Diego egois. Kakak ngelarang aku deket sama Dika karena kakak lagi berantem sama dia, kan?” emosi Kayla terusik, matanya mulai berkaca-kaca.
“Kalian yang punya masalah, kenapa Kayla juga harus kena?” lanjutnya.
Ia kembali membuang pandangannya keluar jendela, tidak ingin melihat wajah Diego.
“Kakak cuma nggak mau kamu kecewa nantinya,”
“Kecewa kenapa? Apa yang kakak sembunyiin dari Kayla?”
“Kenapa kamu nggak mau nurut sama kakak?” intonasi Diego meninggi.
“Karena Kayla cinta sama Dika!”
Diego terdiam mendengar jawaban Kayla. Tidak ada reaksi yang dia tunjukkan, tidak pula dengan perkataan. Mobil itu melaju dengan keheningan. Tak ada lagi kalimat yang keluar dari mulut keduanya, perdebatan mereka terhenti.
Diego menatap kosong.
Hingga mobil mereka masuk ke dalam halaman rumah. Kayla bergegas turun dari mobil, berlari masuk ke dalam, meninggalkan Diego yang tetap terdiam. Pikiran Diego kacau. Ada rahasia tentang Dika yang dia tahu, namun ia tidak tega untuk mengatakan kepada Kayla.

KaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang