07. A Bird In A Gilded Cage

4.9K 462 213
                                    

Prolog

Halo-halo, おはようございます, terima kasih masih tetap mau mengikuti Amor Manet yang semakin kesini semakin membosankan. Membosankan gue updatenya. Wkwkwk, makin lama makin hilang selera update Amor Manet. Mungkin gue butuh piknik.

Gue sadar alur Amor Manet ini slow, tapi memang gue maunya begitu, biar panjang chapternya, xoxo.

Haris sudah ada shirtless-nya, Akbar sudah, ini Jordan.

Haris sudah ada shirtless-nya, Akbar sudah, ini Jordan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Saya mendengarkan Mas Jordan yang sedang bersenandung sambil memainkan senar gitarnya. Saya mengagumi orang yang bisa bermain musik dan memiliki suara bagus. Karena itu bakat, dan enggak semua orang memiliki suara yang enak didengar saat menyanyi. Enggak semua orang bisa teriak melengking dan masih nyaman masuk gendang telinga. Hehe, Mas Jordan nyanyinya santai kok, enggak sampai melengking-lengking. Lagipula suara Mas Jordan ngebass, serak-serak, memanjakan kuping saya. If you've got nothing to dance about, find a reason to sing, and the reason I'm singing is you, Mas Jordan selalu bilang begitu sebelum memetik senar gitarnya. Hehehe.

Akhir-akhir ini saya baru menyadari sesuatu, bakat paling mencolok antara Mas Jordan, Mas Daniel dan Mas Abed.

Mas Jordan suaranya paling bagus.

Mas Daniel masakannya paling enak.

Mas Abed otaknya paling encer, dalam hal akademis, maksud saya. Kalau soal cerdik, banyak akal, sepertinya masih kalah dengan Mas Daniel.

Saya jarang menemukan Mas Abed belajar, kebanyakan Mas Abed menggunakan waktunya untuk membaca komik, streaming anime, lalu pacaran dengan Denny, namun akademiknya tetap diatas rata-rata.

Mas Daniel enggak perlu menilik resep atau menimbang dengan tepat saat memasak, tangannya secara ajaib bisa meramu bumbu sehingga menjadi masakan yang enak.

Sedangkan Mas Jordan ngomong biasa saja sudah enak didengar, apalagi ketika menyanyi. "Itu lagunya John Meyer kan, Mas?"

"Your body is wonderland." Mas Jordan jawabnya pake nada, dia meletakkan gitarnya lalu tangannya memeluk saya, bibirnya menciumi pangkal leher saya. "Kangen nih."

"Kangen apa sange, Mas? Kalau kangen kan, daritadi kita udah barengan, Mas."

Mas Jordan tertawa, bibirnya masih dekat dengan pangkal leher saya, jadi, hembusan nafasnya menggelitik, membuat saya bergidik nyaman. Seperti habis menahan pipis dalam waktu lama, terus menemukan toilet.

Jemari Mas Jordan sudah masuk kedalam kaos yang saya pakai, mencari-cari puting saya, lalu diplintir-plintir. Sayanya ya nggak tahan, jadi saya banting Mas Jordan keatas kasur, lalu saya tindih dia. Gantian sekarang saya yang menciumi pangkal leher Mas Jordan. Satu hal yang saya suka dari Mas Jordan adalah kulitnya yang mulus. Enggak ada bulunya. Saya menarik kaos Mas Jordan lepas, lalu memelorotkan celananya. Setelah itu membalik tubuh Mas Jordan sehingga pantatnya yang putih tembam itu terpampang jelas, saya tabok halus. Saya baru akan menciumi pantat Mas Jordan ketika iPhone Mas Jordan menyala, dan nama Mas Akbar terpampang disana. Saya membatalkan niat saya. Lalu turun dari kasur.

AMOR MANET (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang