Yang Sebenarnya

13 2 0
                                    

"RENGGGG!" Jam pelajaran sudah habis menandakan siswa-siswi kelas 10 dan 11 untuk kembali kerumah.

Hari ini Kak Egy janji bakalan pulang bareng aku. Karna ia minta di temani ke suatu tempat. Entah kemana, tapi aku harus menunggunya sekitar 2 jam lagi.

Aku merasa sangat bosan menunggu. Itu adalah pekerjaan yang sangat ku benci. Bahkan tidak hanya aku saja, pasti semua orang juga merasakan hal yang sama.

Akibatnya karna bosan, aku hanya jalan-jalan mengitari sekolah dan menghabiskan uangku di kantin sekolah.

"Tumben sendirian." Suara kaku terdengar dari samping kiriku.

Angga. Ya itu Angga

"Gua boleh duduk disini kan?" Tanyanya.

Aku hanya tersenyum dengan arti mempersilahkannya.

"Hana mana? Kok sendirian?" Tanyanya dengan celingak-celinguk mencari Hana.
"Hana udah pulang duluan tadi."
"Terus lo ngapain masih di sekolah?" Tanyanya dengan penasaran.
"Gue nunggu Kak Egy. Gue pulang bareng sama dia nanti," jelasku.
"Mereka kan pulang jam 17.00 dan lo mau nungguin 2 jam disini?" Tanyanya dengan muka menyebalkan.
"Yaa gapapa, gak masalah." Tatapku dengan menekan.

"Lo sendiri ngapain masih disini?" Tanyaku balik kepadanya.
"Harus ada yang gua urus tadi," jawabnya singkat
"Apa?" Tanyaku penasaran.
"Ke-po." Dia menjawab dengan membisikan kata itu dengan suara pelan di telingaku.

Rasa jengkelku mulai datang.
Hftt.

"Ikut gue yuk!" Ajaknya.
"Kemana? Lo mau nyulik gue yaa?" Jawabku ketakutan.
"Lo gila ya. Mana mungkin anak sepinter gua, sewibawa gua ngelakuin hal itu ke gadis yang hobinya kepo!" Tegasnya.

Oke, huft. Dan rasa jengkelku sudah menguasai tubuhku. Aku terdiam dan terlihat sangat marah. Aku mencoba mengkontrol diri dengan mengatur pernafasanku.

"Sumpah ya, kenapa sih lo tuh kalo ngomong gamikir dulu ya. Mau lo sepinter apa, tapi  kalo kata-kata lo nyakitin hati seseorang lo sama aja bukan manusia. Lo tau itu!" Jawabku kesal.

Dia hanya terdiam. Tidak ada 1 kata pun yang keluar dari mulutnya. Tapi, aku pun merasa sedikit bersalah karna membentaknya.

"Jadi lo mau ikut atau engga?" Tanya dia lagi dengan lembut.

Aku merasa bingung. Entah harus menjawab apa. Tapi memang, aku sangat bosan. Bosan sekali berada di sini 2 jam.

Aku pun mengangguk.

Dia menarik tanganku.
Ya Angga menarik tanganku tanpaku seizinku. Dan membawa ku kebelakang sekolah.
**

"WAAAW." Terucap kagum dari mulut ku.

Aku melihat danau yang indah dikelilingi pohon-pohon besar berjajar di sekitarnya dan di lengkapi dengan udara sejuk berhembus setiap saat.

"Disini tempat gue ngeluapin semuanya. Disini tempat gua ngerasa nyaman. Dan disini tempat gua dapet ngelupain semuanya yang bikin gua down," ia memulai pembicaraan.
"Yang bikin lo down?" Tanyaku penasaran.
"Papa, mama, dan kakak perempuan gue. Mereka udah meninggal pas awal gue masuk SMA. Gua tinggal sama nenek gua. Hanya ber2. Dulu gue ga kayak gini. Gua bukan Angga yang kayak gini.
"Gue gangerti," jawabku dengan heran.

"Dulu gua berandal. Gua nakal. Hidup gua gajelas. Gua bodoh, dan bener kata lo. Gue kasar." Katanya dengan serius.
"Terus kenapa lo bisa berubah jadi Angga yang kaya gini?" Tanyaku heran.
"Gua sangat terpukul. Keluarga kecil gua sekaligus ninggalin gua dalam waktu yang bersamaan. Mereka kecelakaan pesawat dalam perjalanan nyamperin gua ke rumah nenek gua di Jogja. Mereka semua ninggalin gua. Dan gue merasa mereka bikin hidup gua tambah ancur. Yaa memang hanya sementara gua merasa kehancuran. Sejak saat itu gue janji bakalan bayar semua apa yang keluarga gue harapin dari gue. Gua ngerubah pola hidup gue. Karna gua masih punya kewajiban. Kewajiban gue tinggal 1. Dan gue gaboleh sia-siain itu. Gue masih punya nenek yang ngurusin gue, yang biayain gua dari usaha rotinya. Dia bela-belain pindah ke Bandung buat gue. Gue masih punya dia. Dan gue harus bahagiain dia. Dia harus bahagia sebelum akhirnya Tuhan mengizinkannya ketemu lagi dengan orangtua dan kakak gue." ceritanya panjang lebar kepadaku.

Aku tidak bisa mengomentarinya. Aku merasakan haru dan sesak dalam diriku. Sungguh aku tidak menyangka, Mr. Es Batu memiliki kehidupan yang sesulit itu.

"Lo bener gue adalah Mr. Es Batu seperti apa yang lo bilang ke gue. Hmm" katanya sambil tertawa kecil.
"Sejak semuanya ninggalin gue, gue udah gapeduli apa itu cinta. Dulu banyak cewe yang gue gebet sana sini. Tapi keadaan udah berubah. Gue gabisa gitu aja, mau sampe kapan gua harus main-main kayak gitu. Gua harus jadi Angga yang diinginkan sama keluarga gue. Gue gamau akhirnya menyesal. Dan mungkin sekarang gue lupa kali ya apa rasanya cinta."

Senyum kecil selalu muncul disaat pembicaraan yang ia lontarkan.

"Gue denger dari Hana. Lo dingin. Banyak cewe yang ngejar lo tapi semuanya mundur, katanya sih karna sikap lo yang dingin ke mereka. Dan lo juga anak yang jarang banget keluar kelas, sekalipun keluar itu pasti ke toilet atau  kantin. Apa itu bener?" Tanyaku mengintrogasinya.

"Mereka kayak gitu cuma kagum sama fisik gue. Gue udah khatam kali model-model cewe kayak gitu. Udah sering gua ngehadepin tipe kayak gitu dulu."

Aku hanya melontarkan senyuman kepadanya.

"Oiya, lo kan belum bilang ke gue dari mana lo tau Kak Egy tuh kaka gue ya?" Tanyaku.

"Ka Egy? Oiyaa lo mau pergi ya. Ini udah jam 16.40 udah ayo gue anter kesekolah lagi. Nanti bisa di abisin gua sama kakak lo gara-gara bawa adeknya tanpa izin." Dia melontarkan senyum dan sedikit menyenggol bahuku.

Aku hanya membalas senyum yang heran kepadanya. Kenapa dia tidak pernah menjawab pertanyaan mengenai dari mana dia kenal dengan Ka Egy.

Padahal aku dan Kak Egy sama-sama anak baru yang pindah ke sekolah Taruna. Menurutku tidak mungkin secepat itu Angga mengenali Kakakku. Seperti yang diketahui saja dari cerita Hana, dia bukan orang yang banyak bergaul.

Sungguh itu sangat membuatku penasaran.

LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang