Rahasia

3 0 0
                                    

"Tas. Sorry kita gak bermaksud sama sekali buat nyembunyiin ini." Rian berbicara dengan nada pelan kepadaku.
"Nyembunyin? Nyembunyiin apa?"Kataku dengan sangat heran.

Mereka mengajakku ke Rumah Sakit Bunga. Rumah sakit yang pernah merawat Angga dari sakitnya. Aku merasa bingung dan sangat takut ketika mereka mengajakku kesana. Banyak pertanyaan yang muncul di batinku. Ada apa ini? Apa Angga di rawat lagi?

"TOK TOK". Suara keras ketukan pintu yang dilakukan oleh Rian.

Kami bertiga beranjak memasuki ruangan itu.
"Assalamualaikum." Terdengar dengan kompak dari mulut kami bertiga.
"Walaikumsallam." Terdengar suara ringkih menjawab salam kami.
"Nek." telihat senyum yang muncul di wajah Rian ketika melihat perempuan paruhbaya itu.
"Iya, mari masuk. Duduk-duduk." perempuan ringkih itu mempersilahkan dan memberi senyum yang sangat gembira atas kedatangan kami.

"Tunggu sebentar ya. Angganya lagi di bawa keluar bersama suster tadi." Nenek menjelaskan  kepada kami.

Kami hanya tersenyum. Khususnya aku, aku tersenyum dalam kebingunganku.

"Kamu yang waktu itu nenek minta tolong jagain Angga sebentar ya.." nenek bertanya dan melemparkan senyum kepadaku.
"Iyaa Nek." Aku menjawab dengan singkat beserta senyuman.
"Tambah cantik yaa sayangku." Dengan lembut ia membelai rambutku.
Aku menjawabnya dengan senyuman. Senyuman senang karna tetelah dipuji.

"Brugg." Suara pintu terbuka.

Terlihat Angga sedang duduk di kursi roda yang di dorong oleh seorang perawat rumah sakit.

Angga melihatku. Dia hanya diam. Tidak bertanya ataupun tidak menjelaskan apapun. Begitu pun denganku. Aku hanya menatap dalam matanya.

"Ga gimana? Udah enakkan?" Rian melontarkan pertanyaan kepadanya.
"Gue tuh gapapa. Kalian tuh gak usah lebay. Gua cuma jadi langganan aja di rumah sakit ini." Jawabnya dengan bercanda.

Aku masih diam, hanya melihat dan menyimak kondisi serta situasi yang terjadi saat itu.
**
"RINGGGG RINGG." Suara ponsel berdering yang berasal dari tas nenek.

"Halo, Assalamualaikum. Iya ini ibu masih di rumah sakit dengan Angga. Tapi semuanya sudah beres kok, ibu udah mempersiapkan segala surat-surat dan juga barang-barang yang akan di bawa."  Bicara nenek dengan seseorang di telfon.

Angga menunduk. Tidak ada suara yang terdenger selain suara nenek sedang berbincang di telfon.
**

"Maaf ya Nak, tadi om nya Angga telfon menanyakan bagaimana persiapan kami pindah ke Medan." Nenek Angga sedikit menjelaskan mengenai percakapannya tadi.

Aku bingung dengan hal itu. Tapi, anehnya hanya aku yang merasa kebingungan. Rian dan Jono seperti sudah tau apa maksudnya itu. Dan Angga, dia hanya menunduk dan tidak berani menatapku.
**

Nenek Angga meminta izin untuk keluar menemui dokter. Rian dan Jono pun tidak lama keluar dari ruangan tersebut tanpa berbicara satu kata pun. Hanya tersisa aku dan Angga di ruangan itu.

"Tas, apa aja yang kamu ingin tahu? Aku bakalan jawab semuanya sekarang." Katanya dengan nada serius.

Aku diam. Ntah mengapa bibirku tiba-tiba terkunci atau memang aku tidak tahu apa yang ingin ku tanyakan terlebih dahulu. Banyak pertanyaan yang tersimpan untuknya. Tapi, aku tidak bisa mengucapkannya. Aku hanya diam dengan heran melihat kondisi ini.

"Aku dan Kak Egy kenal pas pertama kali Kak Egy pindah ke SMA Taruna. Setelah pulang sekolah aku pergi ke warung Kang Asep sendirian. Tiba-tiba aku merasa pusing dan aku pingsan. Di situ Kak Egy membawaku ke klinik di samping warung Kang Asep. Kak Egy nemenin aku sampai aku sadar di klinik itu." Angga akhirnya menjelaskan pertanyaan yang sering lontarkan kepadanya.

Tapi anehnya, aku tidak peduli. Ada pertanyaan lain yang ingin aku lebih tau jawabannya.

Aku benar-benar diam. Tidak merespon satu kata pun. Aku bingung.

"Iya Tas. Aku akan pindah ke Medan sama nenek. Tadi yang nelfon itu Om Zaki. Dia adalah adik almarhum ayah.  Sebenarnya sejak ayah meninggal, Om Zaki sudah meminta dan mengajakku beserta nenek untuk tinggal di Medan. Tapi aku menolak, aku masih suka dengan Bandung. Banyak cerita yang terjadi di Kota ini bersama Keluargaku. Om Zaki saat itu sangat menghargai keputusanku. Dan akhirnya aku di perbolehkan untuk tetap tinggal di Bandung." Jelasnya.

Dia menjelaskan dengan menatap mataku. Tak sekalipun matanya teralihkan dari lu. Dia menjelaskan dengan penuh kelembutan untuk membuatku mengerti apa arti semua ini dan untukku mengetahui apa yang memang aku ingin tahu.

LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang