The Last Hope.
[Semester 2]****
Kamis, 16 Maret 2017
Selesai sholat Dzuhur berjamaah, Lisna mengajak ku untuk mengantarnya membeli Siomay di Pak Qohar.
Sebelum itu, kita bergegas menuju kelas terlebih dahulu, pastinya untuk menaruh mukenah.
"Ayo Lis, katanya beli Siomay," ajakku saat kami sudah selesai menaruh mukenah.
"Iya, tunggu dulu." Lisna sedang mengambil handphonenya di dalam tas.
"Mau kemana?" Lia bertanya.
"Nganter Lisna beli Siomay, mau ikut gak?" Jawabku.
"Boleh deh."
Akhirnya kami keluar bertiga, aku, Lia dan Lisna. Seperti biasanya, di Pak Qohar saat ini sudah stay 3 kakak kelas. Kak Widian, Kak Arjun dan Kak Wahyu.
Aku memberanikan diri untuk mengantar Lisna, meskipun di sana ada Kak Widian. Karena bagaimanapun juga rasa itu harus ku lawan.
Kita sudah sampai di tempat Pak Qohar, posisi Kak Widian membelakangi arah kedatangan ku. Sedangkan Kak Arjun berhadapan dengan Kak Widian dan Kak Wahyu berdiri diantara mereka.
Jualan Pak Qohar saat itu sedang ramai pembeli, Lisna jadi terpaksa harus menunggu lama dengan kondisi cacing perut yang sudah pada minta jatah.
"Nok, sok ambil sendiri aja," insteruksi Pak Qohar.
"Dihh ya Bapak, masa ambil sendiri," Lisna tidak mau.
"Bapaknya susah, takutnya kelamaan."
Lisna memang paling anti jika harus mengambil Siomaynya sendiri, dia hanya berdecak kesal. Memang, Pak Qohar saat itu sedang kewalahan melayani pembeli.
"Diambilin aku aja, tah?" Tawarku.
"Nih, sok." Pak Qohar memberikan satu buah plastik dan garpu untuk mengambil Sioamaynya.
"Sini, Pak." Aku mengambil plastik dan garpu itu.
Tadinya aku sedang asik bermain handphone, baru saja ingin membuka BBM, tapi tidak jadi karena harus membantu Lisna. Handphonenya ku taruh di tempat duduk ku tadi, lalu aku mulai mengambil Siomay untuk Lisna.
Kebetulan, tempat Siomaynya itu ada di samping posisi Kak Widian, jadi bahu ku dan bahunya saat itu bertemu. Masih ada jarak, namun hanya berkisar sekitar satu jengkal saja.
Deg degan? Jelas, tapi sebisa mungkin aku harus tenang.
Siomay itu sudah selesai ku masukkan semua ke dalam plastik, tinggal dilengkapi bumbu dan sambal, akupun menyerahkannya ke Pak Qohar.
Setelah itu, aku teringat akan handphone, aku menggeledah kantung celana Olahraga di kanan-kiri, tak ada.
"Eh, HPnya aku mana?" Tanya ku panik.
Aku melihat posisi duduk ku semula sebelum melayani Siomay, "perasaan tadi aku taruh di situ deh," ucap ku lagi sambil menunjuk tempat tadi.
Lia dan Lisna hanya senyam-senyum tidak karuan, termasuk Kak Arjun, Kak Wahyu dan Pak Qohar, entah dengan Kak Widian, aku tidak bisa melihatnya.
"Bapak, hpnya aku hilang, ih!!" Aku mengadu pada Pak Qohar, beliau hanya senyum-senyum aneh:v
"Dihh!! Bapakk!!!" Aku mulai geregetan dengan tingkah Pak Qohar yang tak mengindahkan aduan ku.
"Aisyah, hp hilang itu wajar, itukan barang bagus," akhirnya Pak Qohar angkat suara, namun bukannya membela, beliau malah semakin membuat ku geregetan!!
"Dihhh ya Bapak tuh!! Nyebelin!!" Beliau menanggapinya dengan senyum aneh lagi.
Gak mungkin ada yang ngambil selain orang-orang yang ada di sini, karena sedari tadi memang tak ada orang lain.
"Lia!! Lisna!! Hp aku mana?!" Aku bertanya pada mereka, mereka juga malahan sama menanggapinya seperti Pak Qohar, senyam senyum tidak karuan!!
"Bapakk ihhh!! Hp aku mana?!" Aku semakin dibuat geregetan dan gemas!! Ku rasa mereka mengerjai ku.
"Kak Wahyu Syah, Kak Wahyu," akhirnya petunjuk itu datang juga, Lia yang berbicara.
Aku mendelik ke arah Kak Wahyu tajam, yang memang sedari tadi posisinya sedang berdiri. Dia malah cengengesan seperti yang lainnya.
"Kak Wahyu!! Mana hp nya?!" Tanya ku mulai naik darah, Kak Arjun yang dapat ku lihat dari sini malah ikut cengengesan, mereka jahat gengs!!😅
"Apa sih kayak Kakak pegang hp kamu aja," kata Kak Wahyu.
"Dihh Kakak!! Beneran!! Mana hp nya?!" Aku semakin geram. Kini posisi Kak Wahyu menghadap ku, hanya saja kami terbatas oleh tempat duduk di Masjid.
"Beneran dek, suwer, gak ada tuh," tangan Kak Wahyu menelisik setiap kantung yang ada di baju dan celananya.
"Tuh, di sisi gak ada apa-apa." Kak Wahyu menunjukan kantung atas bajunya. "Di sini uang." Sekarang kantung celana sebelah kanan. "Dan di sininya handphone Kakak." Itu terakhir, kantung sebelah kiri.
"Dihhh masa gak ada!!"
"Lahh ya emang gak aja jeh." Bisa aja lu Kak jawabnya!😒
"Syah, Aisyah, udah ikhlasin aja, lagian nuduh tanpa bukti itu fitnah namanya," suara Pak Qohar.
"Ya gak bisa Bapak!! Banyak kenangannya!! Lagian juga kata Lia ada di Kak Wahyu." Bantah ku.
"Kenangan? Adahh udah nyampe kenangan segala, kenangan sama siapa tuh?" Kak Widian, itu sahutan Kak Widian, dia merubah posisi duduknya.
"Ya ada'lah pokoknya mah! Udah sini Kak Wahyu, mana hp nya?!" Sekali lagi aku bertanya pada Kak Wahyu.
'Yang pasti kenangan itu ada, Kak. Termasuk cerita yang ku tulis ini, kenangan disetiap rentet baris kejadian yang ku alami bersama mu, hingga detik ini,'
"Lha, udah dibilang gak ada." Kak Wahyu masih kekeh membantah, sebenarnya sih emang iya gak ada, tapi siapa lagi coba kalo bukan Kak Wahyu? Emang sedari tadi Kak Wahyu itu berdiri, gak kayak Kak Arjun sama Kak Widian yang duduk. Dan kemungkinan besar Kak Wahyu yang ngambil tapi gak tahu diumpetin dimana.
"Kak Widian, Syah berarti tuh, Kak Widian!" Kini Lia menunjuk Kak Widian, sedari tadi juga memang Kak Widian ikut senyam-senyum tidak karuan.
"Ih? Lha, kok Kakak? Kakak yang dari tadi diem duduk aja, malah Kakak yang disalahin." Elak Kak Widian.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
•||1||• Cinta Dalam Diam [COMPLETED]
Spiritual[TIDAK DIREVISI] ⚠️Cerita masih dibungkus dengan bahasa yang amburadul dan tanda baca yang berantakan⚠️ Aku memilih untuk mencintaimu dalam diam, sembari berharap semoga Allah mempertemukan kita di satu jalan takdir yang sama. Kisah ini mungkin tak...