08. Bergelut dengan Rasa

2.1K 107 39
                                    

°°Karena cinta itu datangnya tak pasti, tanpa kita sadari dan tanpa harus kita rencanakan.°°
.
.
.

Benar apa kata Nichol kemaren, hujannya deras banget dan bisa membuatnya sakit. Dan hari ini ia tidak bisa pergi ke sekolah lantaran badannya mulai drop, dengan sangat terpaksa ia harus menerima cairan infus yang disalurkan lewat pergelangan tangannya. Thalia sudah diwanti-wanti oleh kedua orang tuanya agar dirawat di rumah sakit saja, namun ia menolak, alasannya sebentar lagi pasti akan baikan. Ia mungkin hanya membutuhkan satu botol infus untuk memulihkan energinya.

Setelah memberi tahu Mita untuk mengizinkannya ke guru matapelajaran hari ini, Thalia menarik selimutnya yang tadi hanya seperut hingga menutupi seluruh tubuhnya kecuali kepala. Ia bermaksud memejamkan mata karena kepalanya rasanya ingin pecah.  Tiba-tiba Fani, mamanya masuk.

“Ada tamu,” ujar Fani seraya duduk di pojok dipan tempat Thalia berbaring.

“Tamu? Siapa Ma? Kayaknya Mita masih di sekolah.”

“Bukan teman sekolahmu, dia Key,” jawab Fani hati-hati. Ia tidak ingin membuat anaknya terkejut. Tapi sudah terlambat, wajah Thalia sudah membentuk ekspresi yang berbeda, dia kaget.

Dulu, waktu Thalia dekat dengan cowok yang bernama Key. Ia cerita semuanya ke Fani, ia tidak ingin menyembunyikan sesuatu dari Mamanya. Di samping karena dirinya masih bimbingan dari orang tua, ia tidak ingin salah dalam memilih seseorang yang bisa menarik hatinya. Karena itu Mamanya tau bagaimana dirinya awal kenalan sampai akhirnya Key tidak memberi kabar apapun padanya.

“Kenapa dia ke sini Ma?” gumam Thalia lirih, ada sesuatu yang bergemuruh dalam dadanya. Sesuatu yang dulu pernah ia rasakan ketika cowok itu pergi. Benci? Ataukah rindu?.

Fani menggesar duduknya tepat di samping Thalia, dan mengusap lembut rambut putrinya. “Ditemui dulu sayang, mungkin ada hal yang ingin dia sampaikan ke kamu.”

Thalia bergeming, ia tidak tau apa yang harus dilakukan. Kepalanya yang tadi rasanya sakit, ditambah kedatangan Key membuat rasanya benar-benar ingin pecah.

“Mama suruh dia masuk ya?”

“Tapi, Ma.”

“Nggak apa-apa, selesaikan dulu baik-baik.”

Thalia pasrah, ia akhirnya mengangguk berat. “Iya Ma.”

“Oh iya, jangan lupa bilang ke dia kalau kamu sudah punya pacar. Nichol.”

“Mama! Thalia sama Nichol nggak pacaran.”

“Terserah lah apa itu, intinya Mama suka sama Nichol, cakep.”

“Mama aja yang pacaran sama Nichol kalau gitu.”

“Kalau Mama masih seumuran kamu, Mama mau.” Fani menjawab sambil tertawa, kemudian berlalu ke ruang tamu menemui Key.

Dua menit kemudian seseorang mengetok pintu pelan, padahal ia tau pintu kamar terbuka lebar, hanya menjaga kesopanan. Thalia mendongak melihat siapa di depan pintu, kata-kata yang dari tadi sudah ia persiapkan entah kenapa rasanya tercekat di tenggorokannya. Ia bingung harus berbuat apa. Sudah hampir setahun ia tidak melihat cowok di depannya itu, tidak ada yang berubah. Ia tetap Key yang dulu, Key yang menawan.

“Haii,” sapa Key, masih di depan pintu. Tangannya melambai.

Thalia kikuk, namun akhirnya membalas sapaannya. “Hai.”

“Boleh aku masuk Thal?”

“Boleh.”

Key berjalan menghampiri Thalia, mengambil kursi yang ada di depan meja rias kemudian dia duduk tepat di samping gadis itu berbaring.

Love Rain [Hiatus U/ Beberapa Hari Ke Depan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang