8. Kejelasan Masalalu

8.8K 484 61
                                    

Part 8

Aku berlari dan terus berlari, secepat mungkin yang aku bisa. Aku sudah tidak memperdulikan tatapan orang yang memandang aneh kearahku, karna berlarian diloby apartemen ini, seperti seoarang anak kecil, karna yang aku inginkan sekarang adalah agar aku bisa segera keluar dari tempat ini, tempat dimana aku merasakan sakitnya penghianatan oleh cinta, yang memang dari awal tidak pernah ada untukku.

Sesampainya didepan, aku masih mendapati ojek yang mengantarku tadi, ternyata dia masih menungguku, lebih tepatnya menunggu ongkosnya yang belum aku bayar, maka cepat-cepat aku menghapus air mataku, kemudian aku berjalan menghampirinya dan bermaksud membayar ongkosnya, meski aku tidak tahu pasti, dia itu seorang tukang ojek atau bukan, tapi aku tetap harus membayarnya, sesuai janjiku diawal aku meminta tolong kepadanya.

"Maaf mas, berapa ongkosnya?", tanyaku sambil merogoh kantong celanaku dan baru aku sadari, ternyata dompetku berada didalam tas ranselku, yang kutinggalkan didalam mobil mas alvaro, saat mengejar ervan tadi.

"Maaf mas, dompetku ketinggalan.", ucapku, merasa tidak enak dan dia menggeleng pelan, kemudian segera menghidupkan motornya dan bermaksud pergi, namun segera aku tahan. "Tolong antarkanku pulang, soalnya sekarang aku tidak memiliki uang, untuk menggunakan kendaraan umum dan aku janji sesampainya dirumah, pasti akan kubayar semua ongkos, mas.", ucapku memelas sambil menunduk, karna malu untuk menatapnya, meskipun begitu lebih baik aku meminta tolong kepadanya, orang yang tidak aku kenal sama sekali, dari pada aku harus kembali masuk kedalam apartemennya ervan dan meminta ongkos untuk pulang kepadanya. 'Mau taruh dimana, mukaku ini.', batinku.

"Ayo, naik.", ucapnya dan kumenatapnya tak percaya. "Tunggu apa lagi?", lanjutnya, maka aku pun mengangguk cepat dan segera naik keatas motornya, kemudian aku langsung memberitahukan, alamatku. Setelah itu, dia menjalankan motornya keluar parkiran apartemen.

Diperjalanan, tiba-tiba terlintas dipikiranku, dimana hari-hari yang telah aku lewati bersama ervan, canda tawa, perhatian dan cintanya yang selalu mengisih hari-hariku, ternyata hanya kepalsuan belaka. Dia hanya menganggapku pelarian untuk cinta masalalunya saja. Mengapa dia tega melakukan itu semua kepadaku, apa kurangnya diriku sehingga dia mempermainkanku seperti itu, membohongiku dengan cinta palsunya, agar dia bisa melupakan mantan yang sangat dicintainya itu.

Saatku tengah memikirkan ervan, tiba-tiba motor yang aku tumpangi ini berhenti dan aku baru menyadari, ternyata ini belum sampai kerumahku, melainkan kesebuah rumah makan seafood, dipinggir jalan yang kami lewati ini.

"Kok kita kerumah makan, kan aku meminta mas mengantarku, pulang.", tanyaku bingung, ketika dia memarkirkan motornya ditempat parkir, rumah makan seafood ini. "Aku lapar, aku mau makan malam dulu.", ucapnya santai, kemudian berjalan masuk kedalam rumah makan ini, meninggalkanku.

Saat menyadariku tidak mengikutinya, dia pun berbalik dan menghampiriku. "Kenapa tidak ikut masuk?, kamu tidak lapar?", tanyanya dan kumenggeleng pelan. "Tidak mas, lagian aku juga tidak membawa uang, mau bayar pakai apa. Mas makan aja, aku bisa menunggu mas, disini.", jawabku menolak dan dia mengangguk paham. "Ayo ikut.!", ajaknya dan kembali kumenggeleng pelan, menolak.

"Aku yang akan membayar, jadi kamu tenang aja.", ucapnya menenangkanku dan kutetap menggeleng, menolak. "Aku tidak ingin merepotkanmu, lagian ongkosmu aja belum aku bayar.", jelasku merasa tidak enak dan dia mengangguk paham.

"Sudah ikut aja, aku tahu kamu itu lapar.", paksanya dan langsung menarikku, masuk kedalam. 'Nih orang kok aneh ya, padahal baru kenal tapi sudah main paksa aja, meski aku juga lapar sih, tapi aku juga merasa tidak enak harus dibayarinnya, karna kami baru aja kenal, itupun secara tidak sengaja.', batinku.

My New Life StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang