Jimin mengetuk pintu rumah Seulgi dengan harap cemas. Seulgi membuka pintu rumahnya. Melihat Jimin, seketika ia menutup kembali pintu itu dengan cepat. Menguncinya.
"Pergi! Pergi dari rumahku! Aku tidak mau melihat wajahmu lagi!", teriak Seulgi sambil bersandar pada pintu rumahnya.
Jimin sama sekali tak mengerti. Apa yang telah dilakukannya hingga membuat Seulgi marah padanya? Jimin merasa tidak melakukan suatu kesalahan pun.
"Seulgi? Ada apa ini? Buka pintunya. Tolong jelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Buka pintunya, Seulgi!"
"Sudah cukup! Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi. Lebih baik, sekarang kau pergi dari sini. Enyah kau!", teriak Seulgi sekuat tenaga.
Jimin menggedor-gedor pintu rumah Seulgi. Merasa ada kesalahpahaman yang terjadi. Ia tidak akan pergi sebelum Seulgi membuka pintu rumahnya.
"Seulgi, katakan padaku apa yang terjadi. Ini pasti salah paham. Seulgi, keluarlah!"
"Aku tidak akan pulang sebelum kau keluar"
Hening. Tak ada jawaban. Padahal, Seulgi masih ada disana. Ia hanya menahan suaranya agar tak terdengar oleh Jimin.
Sebenarnya, Jimin ingin terus-menerus berdiam diri disana. Akan tetapi, para tetangga sekitar merasa terganggu. Salah satu dari mereka mengutarakan hal tersebut.
"Apa kau tidak tahu jam? Jam berapa sekarang ini?!", sindir ahjumma yang lewat didepan rumah Seulgi.
"Maaf, ahjumma. Saya akan pulang sekarang", jawabnya pasrah.
Jimin terpaksa pergi, meskipun hatinya masih ingin tetap tinggal.
.
.
.Di pagi harinya, Seulgi mengintip dari balik jendela rumahnya, memastikan apakah benar Jimin tidak pulang. Tidak ada siapapun disana.
"Pembohong. Dia memang pembohong besar. Dia mengatakan tidak akan pulang sebelum aku keluar. Lalu, kemana dia sekarang?"
Semalam, ketika ahjumma itu menyuruh Jimin pulang, Seulgi sudah tertidur dengan menyandar di pintu. Ia tak sanggup menahan air matanya, hingga akhirnya malah tertidur. Kini, ia mengira ucapan Jimin hanyalah omong kosong belaka saja.
"Bodohnya aku pernah berharap lebih padamu, Jimin. Bodohnya lagi aku mengira kalau kau menyukaiku"
TukTukTuk
Tiba-tiba saja ada yang datang ke rumahnya. Ternyata itu Chanyeol, dengan membawa sebuket bunga mawar putih, kesukaan Seulgi. Chanyeol yang sudah mengetahui rencananya berhasil, tak tinggal diam. Ia akan memanfaatkan kesempatan untuk lebih dekat dengan Seulgi.
"Ini untukmu, Seulgi", ia memberikannya.
Seulgi menerimanya senang, "Wah, cantik sekali bunga ini. Eh, dalam rangka apa kau memberikanku bunga, Chanyeol?"
"Tidak ada hari khusus, sebenarnya. Aku hanya ingin memberikan bunga itu sebagai tanda terimakasih karna sudah datang di hidupku"
Seulgi tertawa geli mendengar omongan itu, "Kata-kata yang indah, sama seperti bunga ini"
"Sama seperti yeoja yang menerimanya juga", ia tersenyum seperti biasanya.
Seulgi merasa sedikit tersanjung. "Terimakasih atas pujiannya", ucapnya bangga sambil menghirup bunga mawar itu.
Chanyeol terkekeh, "Sudah, jangan banyak bicara! Memangnya kau tidak ke kampus hari ini? Cepat sana bersiap. Aku akan menunggumu di mobil"
"Siap, kapten! Tunggu sebentar ya, aku tidak akan lama", Seulgi menghambur masuk.
Selama apapun itu, aku akan tetap menunggumu. Chanyeol membatin.
Ternyata kedatangan Chanyeol itu sekaligus menjemput Seulgi. Mereka akan pergi ke kampus bersama.
.
.
.Melihat kedatangan Seulgi bersama Chanyeol. Ia terbakar api cemburu. Tanpa basa-basi lagi, ia pun menghampiri Seulgi yang telah duduk di kursinya.
"Seulgi, aku perlu bicara denganmu, sekarang."
Seulgi hanya terdiam menunduk. Yeoja itu berpura-pura membaca buku. Mengabaikan Jimin yang merasa sangat kebingungan. Tak tahan, Jimin menggeret tangan Seulgi untuk berdiri. Detik itu juga, Chanyeol melepas geretan tangan Jimin.
"Jika dia tidak mau, kau tak bisa memaksanya"
Jimin mulai muak dengan sikap Chanyeol yang sudah melampaui batas. Ini adalah masalahnya dengan Seulgi, ia sama sekali tak boleh ikut campur.
"Siapa kau melarangku? Lebih baik kau diam saja!"
Jimin kembali fokus kepada Seulgi, "Aku merasa ada kesalahpahaman disini. Ayolah, Seulgi. Kumohon.."
"Jangan ganggu aku lagi", hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Seulgi.
"Kau dengar dia bilang apa? Kau ini harus tahu diri sedikit, memaksa seorang yeoja bukanlah perbuatan jantan! Jangan mengganggunya!"
Baiklah. Mungkin tidak sekarang. Jimin akan bersabar untuk sementara waktu. Tapi, ia bersumpah kesalahpahaman itu akan segera sirna.
.
.
.Ketika pulang dari kampus, Seulgi memutuskan untuk tinggal di kantin beberapa saat bersama Jennie. Ia ingin menceritakan semua kegundahan hatinya. Mulai dari mperlakuan romantis Jimin hingga pengakuan yeoja yang mengaku sebagai tunangannya.
"Astaga, jadi ternyata Jimin sudah bertunangan? Kenapa kau bisa tidak tahu?", tanya Jennie penasaran.
"Itu dia masalahnya. Dia tidak pernah memberitahuku. Hingga aku merasa jika dia menyukaiku. Tapi, faktanya... tidak"
Jennie mengelus-elus punggung Seulgi, menenangkannya. "Sabar, Seulgi. Aku yakin akan ada hikmah dari setiap masalah"
Seulgi tersenyum.
Ketika mereka tengah berbincang, dari kejauhan mereka melihat Jimin dan Siyeon sedang berjalan berdampingan menuju parkiran.
"Apa itu yang orangnya?", tanya Jennie.
"Iya"
"Aku kenal dia. Kalau tidak salah namanya Siyeon, mahasiswi musik kelas A. Dia itu anaknya Park gyosu-nim!"
"Oh, jadi namanya Siyeon? Nama yang indah, seperti orangnya. Jimin sangat pandai memilih"
Jennie merasakan ada sesuatu yang aneh. Ia merasa Jimin memang menyukai Seulgi dilihat dari gerak-geriknya selama ini. Lalu, mengapa tiba-tiba Jimin bertunangan? Apa itu terpaksa? Jennie benar-benar kasihan kepada sahabatnya itu.
to be continued
Vote nyaa ya huhu:')
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] Never Forget You | seulmin
Fanfiction[COMPLETED] +bahasa baku. Kenangan masa kecilnya dengan Jimin begitu indah hingga Seulgi tidak pernah melupakannya. Akan tetapi, Seulgi tiba-tiba saja pergi dari hidup Jimin. Ketika beranjak dewasa, mereka bertemu lagi. Namun tak saling mengenali. ...