5. The First Step (2)

1.1K 68 2
                                    

__oOo__

Rio merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya, sejak pertama kali ia menangkap bayangan itu pada retinanya, sejak pertama kali ia mengetahui namanya, dan sejak pertama kali, ia -lebih tepatnya mereka say Hi! for the first time. Teriknya mentari ditengah lapangan saat ia briefing, tak ia gubris. Bukan kalimat-kalimat penjelasan briefing yang menjadi pusat perhatiannya.

Namun, tentang ia, hati, dan sejuta perasaannya.

Ia mengelap kasar peluh yang menetes dari keningnya. Terik matahari begitu tidak bersahabat kali ini, membuat Rio lebih cepat memproduksi keringat dan lebih cepat menyerap kandungan air di tenggorokannya, membuat ia haus lebih cepat juga.

Anyways, Rio jadi ingat tentang kejadian sebelum ia pergi meninggalkan kelasnya menuju tempatnya sekarang, lapangan bola, bersama teman-teman sebayanya, kakak kelas yang menjadi pengurus, dan seorang pelatih. Ia mendadak ingin disegerakan briefing siang ini agar cepat selesai, fikirannya sudah tidak disini lagi, dan semua yang ada difikirannya sekarang hanya ada satu nama, dan ia yakin walaupun masih pendatang baru, namun nama tersebut langsung menancap beserta rupa serta senyumnya.

Rio tersenyum simpul.

Bagaimana ia bisa seperti ini?

***

Pembertahuan melalui interkom bahwa akan ada rapat selama dua jam pelajaran kedepan, membuat mata seluruh penjuru sekolah melebar dan berbinar seketika. Termasuk, Sivia dan Ify, yang masih tetap berada di posisi awal semenjak tragedi Ify kambuh, dan berakhir Rio yang harus melenggang pamit untuk kepentingan ekskul.

"Sepertinya, hari ini berpihak pada gue deh Fy buat dengerin cerita lo lebih lengkap lagi." Ucap Sivia sambil tersenyum penuh kemenangan.

Ify mendengus, dan kemudian mengangguk. Ia baru mengenal sosok dihadapannya hampir dua minggu, namun entah kenapa, ia dengan entengnya membuka semua cerita yang baru ia alami begitu saja. Semua hanya ia biarkan mengalir adanya. Ia berusaha untuk tidak menahan, ataupun memaksa segalanya.

"Dua jam pelajaran loh, Fy. Menurut gue, walaupun lo masih awal sama dia, itu nggak bakal cukup kalau lo cerita sama gue."

Ify hanya mengangguk dan memutar bola matanya. Dan di selingi, mendengus pelan.

Pandangan Ify menerawang sembari menopang dadunya.

"Ceritaiiiiinnn, Fy!!!!!!" seru Sivia tak sabar

"Iya-iya. Gue udah tuker nomer hp sewaktu ultah Oik kemaren, it means udah hampir dua mingguan. Gue chattingan biasa aja sih. Ya biasa sih Siv intinya, yah gitu lah."

"Terus, dia udah seperhatian itu?"

"Dia emang basicnya udah perhatian sih Siv. Dia kan humble sih sama orang lain. Lo kan yang pernah bilang."

"Iya, sih Fy. Tapi, gue masih belum nyangka aja kok bisa lo tiba-tiba deket sama dia."

"Gue juga. Gue ngerasa aja udah kenal dia lama banget, tapi gue yakin sebelumnya gue nggak pernah ketemu dia. Gue masih inget kok gue nggak pernah dan jangan sampai sih yang namanya amnesia."

"Terus, lo ke dianya gimana?"

Ify mengangkat bahunya. Sivia mendengus.

"Kok loh gaktau sih Fy? Perasaan lo sekarang gimana ke dia? Nyaman?"

Ify mengambil nafas panjang. "Siv, gue dari awal kan bilang. Gue ngikutin alur aja. Gue gak bakal tau kedepannya gimana, Siv. Kalau emang Rio ditakdirin buat ngenal gue lebih dalem, yaudah. Kalau nggak, yaudah. Gue nggak mau maksakan diri gue, sekitar gue, dan semuanya aja."

THE FIRSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang