15. Could It Be Repeated?

219 26 7
                                    

Oiya, ternyata memang ada kesalahan pemberian nomor chapter. Tapi sudah kuperbaiki, anw thanks a lot buat kemarin yang sudah mengingatkan.

Semoga suka ya sama cerita yang semakin nggak jelas ini. Fyuh.. Ive tried my best to finish this absurd story, tapi maaf ya kalau emang selama dan segakjelas itu :(


__oOo__


Hari ini hari Jum'at, seperti agenda sekolah kebanyakan yang akan melaksanakan agenda "Jum'at bersih". Oleh karenanya, disinilah Ify saat ini, di depan kelas, dekat kolam ikan untuk menata tanaman yang berada di taman depan kelasnya. Dibantu dengan Sivia lengkap dengan bahan gosip seperti biasanya.

"Emang ya, nganggur banget tuh mulut pake ngurusin orang lain." Ungkap Sivia ketika ia membicarakan bagaimana anak kelas sebelah yang selalu mengomentari apapun itu.

Ify menoleh, kemudian terkekeh.

"Emang lo sekarang lagi ngapain kalau nggak nganggur juga tu mulut?" Ujar Ify sambil menyipitkan matanya.

"Ya, beda." Kilah Sivia sambil mendelik sebal ke arah Ify.

Melihatnya, Ify hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Enak banget ya anak bola, nggak usah ikutan kerja bakti alasan persiapan turnamen." Keluh Sivia sambil mendengus.

Memang ya, kalau sama Sivia pasti rame, bagaimana tidak? Selain tangannya yang bekerja untuk mencabuti rumput-rumput liar, mulutnya juga sedari tadi pantang berhenti. Ify sepertinya sudah bisa membiasakan diri berdampingan dengan Sivia dan celotehannya. Namun, walaupun begitu, Ify patut bersyukur memiliki teman dekat seperti Sivia.

Ah, yang terpenting bagi Ify saat ini, celotehan Sivia menjadi sebuah alternatif untuk sedikit melupakan apa yang terjadi semalam.

Ify tahu memang tidak seharusnya kisah itu ada. Untuk mengakhiri pun, apa yang harus diakhiri? Mungkin perlu untuk digarisbawahi bahwa kisahnya bersama Rio bahkan belum dimulai.

Ify membuang nafas berat, namun kemudian terdengar oleh Sivia yang membuatnya menyesali karena telah kelepasan.

"Kenapa? Inget Rio?" Tanya Sivia pelan, detik kemudian tatapan Sivia berubah menjadi tatapan bersalah karena sepertinya baru menyadari bahwa ucapannya terakhir mengandung topik yang sensitif, yang seharusnya tidak ia coba ungkit.

Mendengar nama Rio, Ify hanya tersenyum singkat, kemudian mengangkat bahunya.

"Udah, nggakpapa. Nggak pantes lo kayak gitu." Ucap Ify sembari memukul lengan Sivia. Yang mau tidak mau membuat Sivia tersenyum simpul.

"Habis ini cuci tangan, yuk. Terus ke kantin." Ajak Sivia yang mendapat anggukan dari Ify.

Keduanya kemudian melangkahkan kaki menuju toilet, meninggalkan beberapa temannya yang masih meneruskan pekerjaannya.

Tak ada yang spesial ketika Ify dan Sivia berjalan baik sewaktu menuju toilet, hingga ke kantin. Namun, sepertinya kalimat tersebut tidak cocok ketika Ify dan Sivia kembali menuju kelasnya.

Lebih tepatnya, bagi Ify. Bukan Sivia. Namun, ternyata efek mematungnya Ify juga dirasakan oleh Sivia.

Sivia pun menghembuskan nafas kasarnya.

Dia disana, masih lengkap dengan seragam bolanya, dan keringat yang masih mengucur dari keningnya.

Dilihatnya sosok di sebelahnya, terlihat bahwa Ify sudah mulai menguasai dirinya sendiri. Mau tidak mau, hal inilah yang menjadi kekaguman Sivia terhadap Ify. Benteng Ify terlalu kokoh, bahkan ia sendiri, jika tidak melihat dengan teliti, ia pun kesulitan untuk menembus kaca yang dibangun oleh Ify kuat-kuat.

THE FIRSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang