"Jika kita mempunyai keinginan
yang kuat dari dalam hati, maka seluruh
alam semesta akan bahu-membahu
mewujudkannya."—Bung Karno
Biasanya, setiap pagi Nadine datang lebih awal. Namun tidak di hari ini. Kemarin, Nadine harus begadang demi menyelesaikan makalah PKn mengenai kejahatan genosida dan makalah Kimia mengenai pengolahan minyak bumi.
Kalau ditanya jam berapa Nadine biasanya tidur, dia akan menjawab bahwa jam tidurnya tidak lebih dari jam sembilan malam. Jika lewat dari itu, Nadine akan menganggapnya sebagai waktu begadang.
Pagi yang dingin dan nyaris berkabut membuat Nadine terpaksa harus mengenakan sweater berwarna krem. Kedua matanya masih terasa berat akibat kurang tidur. Bagaimana tidak, Nadine harus bangun jam empat pagi untuk menyiapkan seragam, mandi, maupun sarapan. Karena Bandung yang sekarang itu adalah kota macet.
Entah karena orang luar pada menetap di kota Parahyangan ini atau justru jumlah anak sekolah semakin banyak. Yang jelas, bagi Nadine, apapun alasannya ia harus sudah berangkat sekolah paling lambat jam setengah enam. Kalau tidak, ia akan terjebak macet dan tamatlah riwayatnya karena harus menghadap guru kesiswaan yang galaknya minta ampun.
Dan hari ini, Nadine benar-benar takut setengah mati. Suasana lapangan begitu sepi. Semua siswa sudah masuk ke kelasnya masing-masing. Di sinilah Nadine seorang. Tidak, sebenarnya dia tidak seorang diri.
Kali ini ia sedang berhadapan dengan Pak Guntur, Si Kumis Tebal berdarah Batak, yang baru saja membentaknya. Beliau terus menasihati dengan setengah membentak, menyuruh Nadine melepaskan sweater dan berdiri tepat di depan tiang bendera. Tangannya harus tetap menghormat pada Sang Saka Merah Putih sampai satu jam pelajaran saat ini berakhir.
"Tunggulah kau sampai satu jam pelajaran berakhir! Paham?!" bentak Pak Guntur lagi.
Saking takutnya, Nadine hanya menjawabnya dengan anggukan kepala secara perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Longshot
Teen Fiction[ HIATUS ] Semua orang pasti mengakui dirinya sebagai pemimpi. Nadine salah satunya. Semenjak nilainya yang semakin jatuh, hal itu membuat jalan Nadine semakin sulit untuk masuk ke ITB. Nadine yang berubah menjadi ambisius, lagi-lagi harus...