Belasan pasang mata tidak melepaskan perhatiannya pada kedua cowok di tengah sana. Suara sorak-sorai dari kerumunan itu tak juga surut. Semua meneriaki mereka berdua seolah memberi semangat bahwa salah satu di antara mereka akan menang.
Kedua tangan yang kuat, terus beradu di atas meja kantin berwarna hijau. Walaupun ada beberapa kipas angin yang bekerja di atas langit-langit kantin, namun itu tidak dapat mendinginkan suasana di jam istirahat tersebut.
Nadine berdiri di antara Riky dan Andri. Setelah diberitahu oleh temannya yang bernama lengkap Riky Fachreza itu, nampaknya Nadine mulai paham apa yang akan dilakukan oleh Langit--Si Pembuat Onar Pancasila.
Mungkin bagi Langit, dengan menantang Haikal bermain panco akan membuatnya berhasil diterima sebagai anggota baru Garuda. Tapi, Langit sepertinya lupa bahwa Haikal adalah tangan kanan Gifar--yang mana sangat sulit untuk dikalahkan. Walaupun cowok itu menang, akan tetapi Haikal tidak semudah itu untuk menerima kekalahannya.
"Kita gak bisa diem mulu kayak gini!" anjur Andri setengah berteriak pada Nadine dan Riky. "Kita harus narik Langit dari sana! Sebelum anak-anak Garuda yang lain pada ke sini."
"Lo gila, Ndri?" balas Riky tidak percaya. "Yang ada kita malah dihajar si Haikal!"
Di antara perdebatan Riky dan Andri, Nadine mengamati Langit dari jauh di antara kerumunan. Ia tahu cowok itu tidak akan menyadari keberadaannya, sehingga Nadine memajukan langkahannya dan berdiri agak di depan daripada yang lain. Gadis itu harus memberitahu Langit untuk berhenti.
Di sisi yang berbeda, baik Langit maupun Haikal mengerahkan tenaga mereka masing-masing. Tak ada yang mau kalah di hadapan para siswa yang tengah menonton ramai. Di satu waktu Haikal unggul, namun di lain hal, Langit berhasil mendorong tangan Haikal nyaris mengenai permukaan meja. Ternyata, perjuangan Haikal tidak bisa dikalahkan semudah yang ia pikirkan.
Langit mengedarkan pandangan ke sekeliling--mencari cara bagaimana ia bisa mengalahkan lawan di hadapannya. Sebuah figur yang familiar menjadi fokus Langit saat ini. Ia sempat melihat gerak bibir gadis itu yang mengatakan stop. Bukan gerak bibirnya yang menjadi pusat pikirannya, melainkan karena keberadaan gadis itu yang seolah telah mendobrak semangatnya kian meninggi.
BRUK!
Salah satu tangan Langit akhirnya berada di atas tangan milik Haikal. Seiringan dengan pemandangan yang baru itu, keheningan akhirnya datang menyelemuti.
Bunyi gebrakan terdengar. Kali ini Langit yang menggebrak meja kantin. Wajahnya begitu berseri. Api euforia nyatanya tengah membakar diri cowok itu. Awalnya kedua mata Langit bertemu dengan sepasang mata Nadine. Hingga dalam sedetik, Haikal-lah yang menjadi figur yang tengah ia tatap sekarang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Longshot
Teen Fiction[ HIATUS ] Semua orang pasti mengakui dirinya sebagai pemimpi. Nadine salah satunya. Semenjak nilainya yang semakin jatuh, hal itu membuat jalan Nadine semakin sulit untuk masuk ke ITB. Nadine yang berubah menjadi ambisius, lagi-lagi harus...