Eps 18 : Sang Peneror dan Sebuah Perpisahan

12.5K 413 1
                                    

Setelah liburan menyenangkan yang penuh kenangan indah bersama teman-temannya, kini Asya mendaftar di salah satu perguruan tinggi negri.

Ia mengambil jurusan manajemen bisnis.

Asya sedang duduk di cafe sendirian, dia sedang menunggu Dion ketika ponselnya berbunyi.

Nomornya tersembunyi. Asya mengangkatnya.

"Halo?"

"Halo gadis manja. Kau ingat aku?"

Suaranya nampak tak asing bagi Asya.

"Siapa kau?"

"Kita pernah bertemu di pantai sebelumnya. Kau lupa?"

Asya mencoba mengingat siapa orang ini.

"Kau kak Vanya?"

"Ya"

"Ada apa kak?"

"Jangan nikahi Randy, Sya. He's mine! Jika kau berani menikahinya, maka kau akan tau akibatnya"

"Tunggu dulu, jangan bilang kakak yang neror aku"

"Kalau itu emang gue gimana? Kau itu tak cocok bersamanya, jauhi dia mulai sekarang!"

"Tidak akan! Dan tidak akan pernah! Gue tidak takut sama lo" Asya sedikit gemetar.

"Kau fikir kau hebat hah? Akan ku buktikan bahwa ia jauh lebih mencintai ku dibanding kau!"

Teleponnya terputus secara sepihak.

Asya sedikit takut dengan ancaman Vanya. Bukan takut karena ia akan merebut Randy.

Ia percaya bahwa Randy tidak akan pernah mengkhianatinya.

Dion masuk ke kafe memerhatikan Asya yang sedang melamun.

"Hei! Jangan melamun. Entar lo kesurupan gue tinggalin lo"
Dion membuyarkan lamunan Asya.

"Ish, apaan sih lo. Kenapa lo minta ketemuan disini?" tanya Asya to the poin.

"Gini Sya. I just wanna say goodbye. Gue bakalan kuliah di Australia. Besok gue berangkat dari bandara."

Asya hanya melotot tak percaya.

"Woi. Bola mata lu keluar ntar"

"Tapi kenapa lu mau kuliah diluar negri?"

"Gue cuma mau cari pengalaman baru di negri orang. And gue mau move on"

"Move on? Ma siapa?"

"Kepo banget sih. Kalau elo mau tau, besok datang aja ke bandara sekalian nganterin gue gitu"

"Oke"

***

Keesokan harinya

At bandara Sultan Hasanuddin

"Dion!!" Asya meneriaki Dion yang sedang check-in.

"Lu datang juga Sya, lo sendiri aja?"

"Ngga, gue sama supir taksi tadi ke sini"

"Terserah lo ah"

"Gue kepo, siapa sih yang mau lo lupain sampe harus keluar negri"

"Kita duduk disana aja dulu" Dion menunjuk sebuah kafe disana.

"Sya, lu jangan marah ya"

"Berbelit-belit amat sih Dion. Jangan kayak ular deh"

Dion menggenggam tangan Asya.

Doctor (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang