Sword

15.8K 1.4K 17
                                    

Part 2 : Shattered

"Louis" Saat aku memanggilnya, dia segera meninju Nalu dengan kasar. Nalu tak mau kalah, dia membalas tinjuannya dengan pukulan yang lebih hebat.

"Kalian berhenti, ini UKS." Mereka tetap saja tak mau menyahuti ucapanku dan masih sibuk bertengkar. Aku, tidak tahu harus berbuat apa. Nalu, membuatku tak bisa mencerna semuanya. Sebenarnya ada apa dengan masa laluku? Kenapa semuanya jadi membingungkan seperti ini?

Aku adalah anak dari wanita itu, wanita yang memiliki elemen itu. Tapi aku sudah diurus sangat lama oleh ayah dan ibu. Aku bisa mengendalikan tumbuhan. Sulur-sulur dari tanaman bisa kukeluarkan. Siapa aku sebenarnya?

Kau? Kau monster.

Siapa? Siapa yang berbicara dalam tubuhku? Aku? Aku monster? Benarkah itu?

KRIIIIINGGG!

Bel berbunyi, tapi sepertinya tak ada kelas apa-apa hari ini. Louis dan Nalu berhenti saling memukul. Mereka menatapku. Mengenggam tanganku.

"Cepat pergi dari sini, kau harus bersembunyi" ucap Louis dengan nadanya yang begitu khawatir. Nalu tak menanggapi, dia sepertinya setuju dengan Louis kali ini.

"Ada apa?"

Mereka tak menanggapi, aku hanya mengikuti mereka berlari. Meskipun wajah mereka masih lebam karena acara saling memukul tadi, mereka tetap berlari kokoh tanpa terhuyung. Sedangkan aku bahkan sudah hampir jatuh karena orang-orang yang berlalu lalang. Ada apa sebenarnya? Apa ada bahaya?

Nalu dan Louis juga beberapa orang masuk ke dalam gedung besar yang memang serbaguna. Mereka sepertinya murid baru sepertiku, yang belum bisa mengendalikan elemen dengan andal. Beberapa juga ada pegawai di akademi. Nalu menyuruhku untuk duduk dan bersandar di dinding.

"Ada apa? Tidak adakah salah satu dari kalian berdua yang menjawab? Aku bingung." Ucapku dan Louis pun menghembuskan napas lelah.

Dia menepuk puncak kepalaku "Ada bahaya di luar, dan bisa kurasakan kalau itu naga juga prajurit handal yang menyerang akademi, kita aman disini."

"Naga? Prajurit? Disini tempat semua orang dari semua kerajaan berkumpul 'kan? Memangnya kerajaan mana yang menyerang? Kenapa mereka bisa jahat?" Tanyaku panjang lebar dan kulihat Louis melirik Nalu yang menunduk kebawah. Nalu menoleh, menatapku dengan maniknya.

"Kerajaanku, kerajaan dert, ayahku dan kakekku yang menyerang, dan semua yang pernah kukataan padamu tentang dert adalah kebohongan."

Ternyata benar. Dia adalah anak raja Dert. Dia, benar-benar berbohong, untuk apa? Atau Nalu tahu kalau yang membunuh ibuku adalah kerajaan dert? Kerajaannya sendiri. Aku menengok kiri-kanan, semua orang ketakutan. Suara pedang beradu dan ledakan memang begitu terdengar.

"Louis? Apa prajurit kita akan menang?"

"Tentu saja, Oxel yang terbaik bukan? Kali ini kita hanya mengandalkan mereka, karena bala bantuan dari kerajaan lain belum sampai, ah ya, aku dan Nalu harus keluar dan membantu, kau duduk tenang disini ya?" Dia mengelus puncak kepalaku layaknya aku anak kecil. Dia begitu perhatian. Aku tersenyum padanya.

"Bolehkah aku ikut membantu?" Tanyaku, aku juga ingin bermanfaat bagi akademi 'kan? Aku bisa membantu menyembuhkan orang yang terluka setidaknya. "Jangan, tetap disini"

"Tapi, Nalu-"

"Kubilang tetap disini, kau mengerti?!" Dia berteriak, membentakku dengan suaranya yang besar. Aku menunduk, dia begitu emosional. Aku yang seharusnya marah karena ia yang membohongiku, tapi kenapa? kenapa aku tak bisa marah kepadanya? Dia salah satu anggota kerajaan Dert 'kan?

Louis tersenyum padaku, dan mereka berdua melenggang pergi dengan terlebih dahulu mengambil pedang. Mereka hebat, keduanya memiliki elemen yang kuat. Aku yakin mereka bisa mengatasinya.

Aku hanya menelungkupkan wajahku di antara kedua lututku. Oxel diserang, lebih tepatnya di Academy. Kenapa mereka menyerangnya?

"Naga merah menghancurkan dinding barat!"

••

Louis melepaskan elemen petirnya dan menyerang ribuan prajurit kokoh di lapangan yang luas itu. Rumput-rumput ternodai, warna merah pekat begitu menyayat hati. Nalu, tak kalah darinya, menusuk ribuan orang dengan jarum tanahnya. Semuanya membantu, mengeluarkan elemen kebesaran mereka.

Aku menatap mereka berdua -Louis dan Nalu- yang begitu hebat. Aku melihat mereka dari ketinggian. Naga ini, membawaku entah kemana. Aku tersenyum, melihat mereka yang menatap kearahku, mungkin saja karena kibasan sayap naga merah ini yang membuat semua orang menatap keatas. "Anna!"

"Anna!" Mereka berteriak memanggilku, terlihat khawatir. Aku harus membuat mereka mengetahui kalau naga ini baik. Aku yakin itu. Aku harus menyuruh Jack -singaku- menyampaikan pesan pada mereka nanti. Meski Jack adalah singa, setidaknya tidak apa-apa bukan kalau aku menyuruhnya mengirim pesan.

Mereka mengejarku dengan langkah mereka. "AKU BAIK-BAIK SAJA!" Teriakku sebisa mungkin, tapi sepertinya mereka tetap tidak mendengarkan ucapanku. Mana mungkin mereka percaya kalau aku baik-baik saja digenggaman naga? Ah bodohnya aku.

"Ah, sebenarnya kau ingin membawaku kemana, naga?" Aku bergumam pada diriku sendiri, menatap naga merah ini. Setidaknya dia bisa membawaku lebih baik 'kan? Bahuku sedikit sakit dicengkram tangannya yang memang besar.

"Sebentar lagi kita sampai, tenang sedikit, kau akan aman di tempatku."

Apa?! Dia menjawab ucapanku? Sungguh, dia benar-benar berbicara dengan suaranya yang berat. Dia berhenti dan mendarat di depan goa yang besar, sepertinya itu adalah tempat tinggalnya. "Tunggu disini, dan bersembunyilah, mulut goa ini ada dua, memang aneh, tapi jangan sekali-kali kau keluar dari goa ini melalui mulut goa manapun, karena hutan ini berbahaya."

"Kenapa kau melakukan semua ini?" Tanyaku yang mungkin ini terdengar aneh karena berbicara dengannya.

"Karena kau orang yang berharga, dan mereka mengincarmu."

"Mereka? Mereka siapa?" Dan sebelum dia menjawab ucapanku dengan mulutnya itu. Dia sudah mengibaskan sayapnya dan terbang di udara. Aku masuk kedalam goa, seperti yang ia suruh. Dari mulut goanya saja sudah kentara bahwa goa ini begitu gelap. Dan aku, takut kegelapan. Bagaimana ini?

"Anna."

Aku mendengar suara ibuku dari dalam goa, membuatku berlari dan masuk kedalamnya. "Ibu?" aku mencoba memanggilnya, dia sudah tiada, tapi suara itu benar-benar adalah suaranya. Aku begitu mengenalnya. "Anna, kemarilah."

Aku mengikuti arah suaranya. Lama-kelamaan menjadi semakin jelas. Dan aku sampai di mulut goa yang lainnya, seperti yang dikatakan naga merah itu. Aku tak boleh keluar dari sini, dia bilang itu berbahaya.

"Anna, keluarlah, ini ibu."

"Ibu? Benarkah itu?" Aku melangkahkan kakiku sedikit demi sedikit. Melangkah keluar, melihat pepohonan hijau yang terkena cahaya matahari. Angin berhembus, aku melihat kearah dedaunan yang berjatuhan karena ulah angin. Lalu kembali menatap kedepan, seketika sosok itu berdiri dihadapanku, dengan senyumnya yang penuh arti.

Dia menatapku dengan maniknya, membuatku rindu akan tatapannya. Wajahnya memang dia, tapi senyumannya terlihat begitu berbeda. Cahaya matahari menerpa wajahnya, kulitnya yang mulai mengeriput tampak terlihat.

"Ibu?"


[]

ACADEMY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang