Prolog

8K 231 4
                                    

Kepanikan terpancar jelas pada raut wajahnya. Hatinya sangat gelisah seperti ingin meledak saja. Sesekali ia berdiri, berjalan bolak balik dihadapan salah satu pintu pada Koridor Rumah Sakit itu. Sudah hampir satu Jam lamanya, tapi tak ada Seorang pun yang keluar dari ruangan itu.

Hatinya semakin cemas. Raut wajahnya semakin tak beraturan.

"Ya Allah. Aku mohon. Selamatkan mereka. Selamatkan istri dan anakku."

Seiring doanya berlalu, Seorang dokter keluar juga dari ruangan itu. Dia menghapiri Dokter itu, Wajahnya tampak semakin menengang. Kedua tangannya gemetar menanti jawaban yang akan diberikan Dokter kepadanya.

"Maaf, Pak. Kami tidak bisa menyelamatkan Anak bapak."

DEGG..

Detak jantungnya seolah terhenti saat itu juga. Tubuhnya melemah. Kakinya bergetar seakan tak bisa lagi menopang berat tubuhnya. Ia menyeret tubuhnya yang hampir saja terkulai pada salah satu bangku yang berderet di Koridor itu. Tatapannya kosong ke depan. Dan buliran Air mata itu mulai terlihat di pelupuknya.

"Yang Sabar yah, Pak."

Dokter itu menepuk bahunya lalu meninggalkannya. Dan dia masih tetap diam pada posisinya. Perlahan, buliran bening itu tumpah membasahi pipinya. Dia menangis. Akhirnya ketegatarannya runtuh juga.

"Kenapa, Ya Allah?

"Kenapa?"

Dia masih tak percaya dengan semua ini.

Kenapa?

Kenapa hal ini terjadi lagi?
Ini sudah ke Empat kalinya.

Apa yang salah?

Apa mereka masih belum pantas mengembang Amanah yang sangat mulia itu?

"Kenapa, Ya Allah? Apa salahku? Apa salah Istrik? Kenapa kami mendapatkan hukuman seperti ini?"

Hatinya terus bertanya tanya. Hatinya mulai merasa ini tak adil baginya dan juga istrinya.

Kenapa?

Kenapa ini semua harus terjadi pada mereka?

Kekalutannya hampir saja membuatnya tak waras. Dia hampir saja menyalahkan Tuhan dengan segala apa yang terjadi padanya selama ini. Tapi tidak, dia tak boleh melakukan hal itu.

"Maafkan aku, Ya Allah."

Hatinya perlahan ia tegarkan kembali. Tubuhnya ia kuatkan lagi. Ditariknya dalam Nafasnya. Dan mulailah ia bangkit, berjalan memasuki kamar dimana istrinya telah menantinya sejak tadi.

Tubuh lemah istrinya terbaring di atas Ranjang rawat itu. Hatinya kembali rapuh. Dia sangat kasihan melihat kondisi istrinya sekarang ini. Langkah kakinya terus menghampiri sang istri yang masih memejamkan matanya.

Untuk beberapa saat, dia hanya diam memperhatikan wajah pucat istrinya. Kesedihan itu kembali menguasinya. Sesetes air matanya kembali jatuh. Namun segera dihapusnya. Perlahan, kedua tangannya menggenggam jemari mungil istrinya.

"Maafkan aku sayang. Semua ini terjadi mungkin karna salahku."

Di kecupnya jemari itu dengan perasaan sedih yang luar biasa. Dia tak bisa lagi berkata apa apa selain hanya mengeluarkan air matanya. Cobaan ini tak mudah baginya, terlebih bagi istrinya. Kini, yang dia sangat khawatirkan adalah kondisi istrinya. Bagaimana nantinya dia bisa kembali menguatkan hati istrinya yang pasti akan sangat hancur setelah mengetahui kalau janin yang sudah 4 bulan di kandungnya ini harus kembali gugur.

"Mas Nico."

Rupanya, tangisannya itu membuat tidur istrinya terusik. Wanita cantik di atas pembaringan itu tersadar. Kelopak matanya perlahan terbuka.

"Mas Nico." Lirihnya lemah.

"Iya sayang. Aku di sini."

Wanita cantik itu terus menatap wajah suaminya dengan perasaan remuk redam. Dan tak lama meledaklah tangisannya.

"Maafkan aku, Mas. Ini semua salahku. Maafkan aku."

Nico mendekap erat tubuh istrinya dan mencoba menenangkannya.

"Tidak, Sayang. Ini bukan salahmu."

"Tidak, Mas. Ini salahku. Ini semua salahku. Aku tak becus menjadi seorang ibu. Aku tak bisa menjaga anak kita."

"Husstt.. tidak, Sayang. Ini bukan salahmu. Ini sudah kehendak Allah. Kita harus ikhlas menerimanya."

"Tidak, Mas. Ini Salahku. Ini semua kesalahanku."

Nico semakin memperdalam rengkuhannya. Dia terus saja mencoba menenangkan Istrinya yang mulai histeris dalam pelukannya. Kesedihannya semakin bertambah. Kehancurannya semakin terasa begitu mendengar tangisan istri tercintanya yang sehisteris ini. Jujur saja, dia sudah mulai tak sanggup menghadapi cobaan yang sudah 4 kali ini berulang. Kehilangan anaknya yang bahkan belum sempat lahir ke dunia. Ini sungguh menyakitkan.

Tapi demi istrinya. Dia harus jauh lebih tegar. Dia tak boleh rapuh. Meski dia sendiri tak yakin sampai kapan luka yang menggores dihatinya ini akan sembuh bekasnya.

_TBC_

Semoga bisa menghibur yah, jangan lupa Comment & Voute nya
Makasih 😊

^Hasna^

4 April 2017

Jodoh Ke'DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang