Two

120 7 0
                                    

Ponselku melantunkan musik dansa, aku menggeliatkan tubuhku diatas kasur sambil mencoba meraih ponsel diatas meja disisi tempat tidur.
Disana tertera nama Ibu Sinta.

Astaga mataku membulat. Jam berapa ini? Dia menelponku sepagi ini?

|"Selamat pagi bu Sinta"| salamku.

|"...."|

|"Jam 7 bu???"| aku melebarkan mataku.

|"...."|

|"I.. Iyaaa.. Iyaa.. Bu saya siap-siap sekarang"|

Tuuutt.. Tuutt. Tuutt sambungan telepon terputus. Aku menghembuskan nafas kasar. Bagaimana bisa penerbangan kemarin di percepat hingga Zafran akan datang lebih awal dari jadwal.

Aku melenggangkan tubuhku kekamar mandi dengan cepat, tergopoh-gopoh tapi berusaha agar tidak ada yang terlewat.

Selepas mandi, aku langsung menghubungi nomor telepon taksi untuk mengantarku ke bandara secepatnya.

Sekitar setengah jam aku baru sampai, aku mencari keberadaan bu Sinta. Mataku memutar menelusuri seisi bandara, ku dapati wanita dengan blouse biru mudanya tengah duduk di salah satu bangku disana.

"Bu Sinta" sapaku. Benar saja. Itu memang bu Sinta. Dia menoleh kemudian menebar senyum padaku. "Mari duduk Rinjani, sebentar lagi anak saya sampai" ucapnya. Aku ikut duduk disebelahnya.

Selang setengah jam kemudian terlihat segerombolan penumpang pesawat mulai memenuhi bandara. Bu Sinta berdiri dan mulai menengadahkan kepalanya mencari anaknya.

"Coba kamu perhatikan Rin, anak saya memakai kemeja putih dibalut dengan jaket hitam katanya. Bantu ibu mencari" sahutnya. Secara spontan aku langsung ikut mencari keberadaan Zafran.

"Ibu apa itu Zafran?" tanyaku menunjuk salah seorang pria tampan berperawakan tinggi, berkulit putih, berkacamata hitam, yang juga tengah mencari cari seseorang. Bu Sinta mengangguk cepat kemudian melambai-lambaikan tangannya. Pria itu menyadari dan langsung menghampiri kami. Menghampiri bu Sinta lebih tepatnya.

"Hallo sayang, anak bunda. Gimana kuliahnya disana? Nyaman kan? Apa temanmu baik?" tanya bu sinta sambil memeluk tubuh Zafran.

"Zafran baik bunda, disana Zafran nyaman. Semua temen Zafran baik" ucapnya.

Aku seperti orang asing disana. Tunggu! Aku memang orang asing bukan? Yayaya.. Aku masih terus menyaksikan pelukan rindu mereka hingga Zafran menyadari kehadiranku.

"Bunda? Siapa dia?" tanyanya menatapku. Bu sinta tersenyum.

"Oh iya bunda hampir lupa. Ini Rinjani, siswi bunda yang akan menemani kamu keliling jakarta" ucap bunda.

"Rinjani" sapaku sambil mengulurkan tanganku.

"Zafran" jawabnya menjabat tanganku.

"Yaudah, bunda harus ke yayasan sekarang. Kamu boleh pulang bersama Rinjani yah. Hati-hati dijalan. Bunda menyayangimu" ucap bu sinta kemudian dengan terburu buru pergi meninggalkan bandara.

Aku yang masih merasa asing bingung harus berbuat apa? Aku menoleh kearahnya, tampaknya Zafran sedang sibuk dengan ponselnya. Lalu aku? Harus apa?

Aku melirik dua koper disisi Zafran, mungkin lebih baik untuk memulai pembicaraan akua tawarkan bantuan padanya.

"Zafran, biar aku yang bawa satu koper kamu" ujarku. Dengan cepat Zafran menarik kopernya dari tanganku. "Gue bisa bawa sendiri". Aku mengkerutkan keningku melihat ekspresinya yang berbeda sekali ketika di depan bundanya dan tidak di depan bundanya.

Zafran masuk kedalam mobil ferari miliknya yang sudah disertakan dengan supir. Aku masih berdiri mematung di tempat yang sama, membiarkan apa sebenarnya yang dia inginkan. Dibantu malah seperti itu responnya.

"Lo mau terus berdiri disitu atau ikut gue pulang?" zafran berteriak membuat seisi bandara sempat memperhatikanku. Tanpa berteriak kedua kali aku langsung menghampiri ferari miliknya dan masuk kedalam.

Tak lama mobil sudah terparkir dihalaman rumah yang sangat besar. Selama kurang lebih 3 tahun aku baru melihat rumah milik bu sinta. Sangat mewah. Rumah yang di dominasi warna putih itu terlihat segar karna banyak tanaman mengelilinginya.

Zafran membuka pintu mobil dan aku membuntutinya dari belakang. Sesampai nya di ambang pintu kami di sambut ramah pekerja dirumah zafran.

"Selamat datang den Zafran, tambah ganteng aja den" sahut salah satu pembantu rumah tangganya.

"ah bibi bisa aja. Bi, ini Rinjani dia yang nanti nemenin Zafran jalan-jalan. Temenin dulu yah" ucapnya sambil kemudian meninggalkan ku dan bibi.

"Non cantik ayo ikut bibi" ucapnya. Aku mengangguk dan mengikutinya. Aku rasa aku sampai di dapur, dapur penuh dengan bahan makanan.

"Non Rinjani, bibi lagi mau masak. Non disini aja yah sama bibi. Kalau non sendirian disana nanti den Zafran marah" ucapnya. Marah?? Kenapa dia harus marah? Menunggunya tak masalah bagiku. Pria anehh.

"Bi, apa dirumah ini selalu memasak sebanyak ini?" tanyaku. "iya non, karna den Zafran kalo lagi dirumah selalu maunya makan buatan rumah" jawabnya. Aku mengangguk mengerti.

"Non baru kenal den Zafran ya? Den Zafran itu anak baik, sopan non. Non Rinjani nggak akan nyesel kenal sama den Zafran" sahutnya.

Aku mengangguk setuju. Memang benar dia baik tapi sepertinya mood nya gampang berubah ubah, mungkin ini awal untuk 3 hari membosankan yang akan datang.

Aku menunggu Zafran sambil memperhatikan bibi memasak. Lagi-lagi aku menatap jam dinding di dapur, sudah setengah jam aku disini dan sudah setengah jam juga Zafran dikamarnya. Sebenarnya dia itu mau apa? Kalau hari ini ingin istirahat, aku bisa pulang sekarang. Ppfftttt..

Bibi yang menyadari kegelisahanku memberiku segelas jus jeruk. "den Zafran pasti tertidur non, ini diminum dulu non"

"makasih bi, loh bibi mau kemana itu?" tanyaku yang melihat bibi membawa makanan. "saya mau ke kamarnya den zafran non, ini sarapan nya" ucapnya.

"bi boleh saya aja yang anterin?" ucapku.

"boleh non silahkan, kalau den Zafran sedang tidur bangunkan pelan pelan yaa non" ucap bibi. Aku mengacungkan kedua jempolku dan mengambil alih nampan makanan dari bibi.

*#*#*#*

Bagian kedua nih semoga masih stay yaaahhh.

DealovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang