Ten

124 6 2
                                    

Aku mulai mengemasi pakaian Zafran dari lemari kecil rumah sakit.
Infus Zafran sudah dilepas, pak Toto sudah siap menunggu didepan. Bu Sinta ada rapat yayasan sehingga Bu Sinta menyerahkan semuanya padaku. Tak apa, aku tidak keberatan sama sekali.

"Ran, yukk sini naik" membantunya untuk duduk dikursi roda.

"Gue gapapa Rin, ngga usah pake kursi roda" jawabnya. Masih saja keras kepala.

"Ran.." sahutku.

"Okee Rin okee" Zafran menurut.

Sesampainya dibawah, pak Toto segera memapah Zafran masuk kedalam mobil.
Aku dan Zafran menuju rumah. Selama didalam mobil, kami hening. Tak ada pembicaraan apapun, sampai akhirnya kami tiba dirumah.

"Syukur den Zafran udah pulang, mau dibikinin susu cokelat den?" tanya bibi.

"Boleh bi" jawab Zafran. "Bi, biar aku aja yang bikinin susu untuk Zafran" ucapku.
"Baik non" jawab bibi.

Aku segera melangkahkan kakiku ke dapur, ku dengar Zafran meminta bantuan pak Toto untuk naik kekamarnya.
Ku dapati sisi tersembunyi Zafran yang baru saja terkuak olehku sendiri. Ternyata hati Zafran bisa juga lembut selayaknya salju pada dinding kayu jendela.

Namun sekali lagi entah, perasaan ini masih ragu. Hatiku masih belum siap terluka lagi. Terlebih aku belum terlalu lama mengenalnya.

Perasaanku bukan seperti hujan, yang akan selalu datang meski tahu rasanya jatuh berkali-kali. Aku tak bisa seperti itu. Bahkan untuk seorang Renopun hatiku masih ku kunci rapat-rapat.

"Ran?" panggilku dikamar nya sambil membawa susu cokelatnya. Zafran terlihat terkejut dengan kedatanganku, sampai dia menjatuhkan buku yang ada di genggamannya. Kurasa aku mengenal buku itu.

"Maaf Ran, harusnya aku ketuk pintu dulu tadi" ucapku balik badan.

"Gapapa Rin sini duduk sama gue" ucap Zafran. Aku menghampirinya.

Handphoneku berdering, ku dapati nama Reno disana, aku melirik Zafran memastikan dia tidak melihat nama itu di ponselku. Zafran terlihat fokus meminum susu cokelatnya. Aku bangun dari duduk ku berjalan menuju balkon kamar Zafran.

|"Iyaa Ren?"|

|"Ini hari terakhir lo sama anaknya bu Sinta kan?"|

|"Iya, kenapa Ren?"|

|"Oke gapapa ko Rin, udah ya gue tutup teleponnya"|

Belum ku jawab, sambungan telepon sudah diputus oleh Reno. Aku kembali menghampiri Zafran ditepi tempat tidurnya, susu cokelatnya sudah habis namun gelasnya masih ada digenggamannya.

"Maaf ada telepon tadi" ucapku sambil meraih gelas dari tangannya dan menyimpannya di atas meja.

"Siapa Rin?" tanyanya. Aku hening, karna yang ku tahu Zafran tak menyukai Reno.

"Hari ini kita ngga kemana-mana kan Ran?" tanyaku mengalihkan.

"Siapa bilang?" jawabnya.

"Loh kamu kan lagi sakit" sahutku.

"Gue ngga kenapa-kenapa Rin, pokoknya gue mau ke pantai" tegasnya. Aku menghela nafas kasar, baru kali ini aku ditemukan dengan pria dewasa yang betul-betul keras kepala.

"Tapi janji sama aku Ran, kamu harus nurut sama apa yang aku bilang" ucapku pasrah.

"Janji Rin" jawabnya sambil menaikan jari kelingking nya. Aku terkekeh kecil melihat tingkah nya itu.

"Yaudah kamu siap-siap dulu yah, aku tunggu dibawah" ucapku sambil beranjak dari duduk.

"Rin" Zafran menarik tanganku yang resmi membuatku berbalik menghadapnya.

"I.. Iyaa Ran?" jawabku gugup karna jarak kami menjadi sangat dekat.

"Gue bisa buat lo jatuh hati sama gue" ucap Zafran sambil kemudian melepaskan genggaman tangannya dariku. Aku tak menjawab apapun, aku segera melangkah keluar kamar Zafran.

Aku menuruni anak tangga sambil kembali memikirkan soal aku. Apakah rasa takut ku ini tak ada yang bisa menyembuhkan? Apakah tak ada lagi yang mampu dengan tulus mencintaiku? Siapa lagi prianya?  Siapa lagi yang mampu? Bukannya aku merasa kesepian tanpa seorang pria, hanya saja aku seperti tak memiliki selera mencintai siapapun lagi.

Pandanganku beralih pada bufet kayu jati disisi kiri tepat disamping ruang keluarga, banyak foto yang terpajang disana. Namun kembali lagi aku teringat lembaran foto yang kutemukan didalam buku Zafran, disana sepertinya ada foto ayahnya Zafran dan di bufet ini sama sekali tak ada foto pria selain Zafran.

Kulihat Zafran terlihat lucu sekali sewaktu ia menggunakan seragam SD duduk di sepeda sambil melambaikan tangan ke kamera namun hampir semua fotonya hanya bersama bu Sinta.

"Rin?" panggil Zafran membuatku terkejut.

"Ya? Sudah siap?" tanyaku.

"Sudah. Yukk.." anaknya sambil memegang tanganku. Ada desiran asing lagi dihatiku ketika tanganku disentuh Zafran. Pria yang baru kukenal ini mengapa sudah seperti kawan lama? Mengapa dengan mudahnya aku terjerat pesonanya?

Cukup Rin. Siapapun bisa menyakitimu. Cukup.

Aku sudah di dalam mobil tentu saja bersama Zafran, wajahnya terlihat teduh sekali hari ini. Sudah tidak terlihat seperti sedang sakit namun terlihat lebih tenang dari biasanya. Lagi-lagi hatiku merasakan sesuatu yang asing, seperti sesuatu yang baru saja dirasakan perempuan ketika pertama kali jatuh hati.

Mungkin Zafran mengira bahwa aku tak bisa menaruh rasa padanya, padahal justru dia tak bisa memahami bahwa aku tengah bersikeras menahan rasa agar tidak terungkapkan.

***
Yipiiiiiiii sampe dibagian 10😌
Tapi perjalanan masih panjang, ada yang ikutan alur ceritanya??
Semoga adaa hehe. Jangan lupa vote and comments nya yahh tengkyuuuuuuu😘😘😘😘😘

DealovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang