Eight

56 3 0
                                    

Aku terjaga dari tidurku ketika merasa kasur yang ku tiduri sedikit bergoyang.

Aku menoleh kearah Zafran, dia masih tertidur namun terlihat sangat gelisah.

Aku mencoba menenangkan nya dengan mengelus lengannya, namun aku terkejut ketika menyadari tubuhnya panas.

"Astaga Zafran demam!" aku yang panik segera memanggil bibi dan pak Toto untuk secepatnya membawa Zafran kerumah sakit dan bibi diminta untuk segera menghubungi bu sinta.

Sesampainya dirumah sakit, Zafran langsung masuk UGD. Aku menunggu dengan cemas. Aku tak menduga bahwa akan sampai seperti ini jadinya.

Tanpa sadar air mataku jatuh. Entahlah aku sangat khawatir mengenai keadaan nya. Saat ini aku benar-benar gelisah, rasanya dokter lama sekali memeriksanya.

"Keluarga tuan Zafran?" panggil dokter. Aku langsung beranjak dari duduk ku.

"Ya saya dok"

"Zafran harus kami rawat ya, karna demam nya cukup tinggi" ucapnya.

"Baik dok baik" jawabku cepat.

"Yasudah kalo begitu saya tinggal dulu, Zafran sudah saya tangani tinggal diantar keruang inapnya" ucapnya kemudian dokter itu meninggalkan ruang UGD.

Sesampainya diruang inap, aku masih sangat khawatir karna Zafran belum juga bangun dari tidurnya. Aku menggenggam tangannya erat.

Menunggu bu Sinta yang juga belum datang, aku semakin khawatir disini.

"Rinjani, astaga Zafran!" sahut bu sinta yang akhirnya sampai. Dengan wajah panik menghampiri zafran. "Rin, kenapa dia?" tanya bu sinta.

"Maaf bu, Zafran tadi kehujanan, setelah itu dia sempat kedinginan hingga tertidur dan ternyata pas saya cek, dia demam tinggi. Saya langsung membawanya kerumah sakit" jelasku.

"Astaga Zafran, pasti dia keras kepala lagi yah? Dasar anak nakal" ucapnya menangis kemudian diselingi senyum.
Aku mengangguk pelan.

"Terimakasih yaa Rin, dan maaf ibu sudah merepotkan kamu" ucap bu sinta mengelus bahuku.

"Ah tidak apa-apa bu, saya tidak keberatan kok. Seperti yang ibu bilang juga, Zafran anak baik" jawabku yang dibalas tawa kecil dari bu sinta.

Aku berencana untuk tetap disini menemaninya, meski bu sinta meminta agar aku dirumah saja.

Aku duduk di kursi persis disebelah tempat tidur Zafran, menatapnya, berharap dia cepat membuka mata.

Hari sudah mulai petang namun belum ada reaksi darinya. Tidurnya pulas sekali. Meski begitu, aku tetap sangat khawatir.

"Rin, ibu pamit pulang sebentar ya, ibu mau ganti baju. Nanti malam ibu kesini lagi. Ibu percaya kamu Rin" ucap bu sinta, aku tersenyum saja. Rasanya berbeda sekali perasaanku ketika bu sinta mempercayai aku menjaga Zafran. Bu sinta keluar dari ruangan.

Disaat yang bersamaan dengan kepergian bu sinta, Zafran membuka matanya. Aku yang menyadarinya pun sangat bahagia.

"Hei" sapanya dengan wajah pucat pasih namun tersenyum.

"Hei" jawabku. "Dasar keras kepala, nggak mau diatur, nggak bisa di percaya!!" sentakku padanya.

"Kok gue dimarahin Rin?" tanyanya lemah.

"Iya kamupantes dimarahin! Ini semua gara-gara kamu! Kamu pikir aku nggak khawatir? Tega ya kamu! " sentak ku berulang-ulang. Dia malah tersenyum.

"Tuh kan malah senyum. Kamu pikir lucu? Hah?"

"Iyaa iyaa rin maafin gue yaa, gue janji nggak lagi-lagi begitu Rin" sahutnya pelan sekali.

"Terserah kamu Ran, Lagi pula sehari lagi juga tugasku sama kamu selesai" jawabku buang muka.

"Rin" panggilnya. Aku menoleh tanpa menjawab. "Aku mau minum" ucapnya lirih.

Karna tak tega, aku membantunya duduk dan membantunya minum. Setelah itu dia kembali berbaring. Mata cokelatnya menatapku sendu.

Kenapa perasaanku aneh yaa ditatap seperti itu dengan Zafran. Aku memalingkan wajahku menghindari tatapan nya. Aku duduk di sofa dan membaca majalah yang tersedia disana.

Aku tau zafran masih menatapku, aku menutup wajahku dengan majalah karna risih dilihat seperti itu.

"Rin, kebalik" ucapnya menahan tawa.

Blusshhh..
Pipiku memerah menyadari bahwa aku terbalik membacanya.

Aku membaca majalah hingga tak terasa jam sudah menunjukan pukul 7 malam dan perawat sudah mengantarkan makan malam untuk Zafran.

Aku melihat kearah Zafran ternyata dia tertidur, aku mencoba membangunkannya.

"Ran, bangun yukk" ucapku.

"Ran"

Dia membuka matanya. Tersenyum.

"Kamu harus makan yah" ucapku

Aku menyuapi nya makan hingga sampai tahap terakhir minum obat. Dia menampakan wajah betenya, aku yang memperhatikannya hanya menahan tawa saja.

"Gue pengen pulang" ucapnya. Aku menggeleng sambil tersenyum miring.

"Kenapa? Gue udah sembuh!" sentaknya.

"Emang kamu yang jadi dokternya?" tanyaku.

"Kan gue yang ngerasain" jawabnya tak mau kalah.

"Kamu tuh kenapa sih keras kepala banget? Hah? Kamu pikir, kamu tuh nggak ngerepotin banyak orang?" ucapku kesal.

".... Sekarang tugas kamu itu cuma istirahat sama makan aja masih nggak mau?" sambungku. Dia malah terlihat pura-pura tak mendengar.

"Oh kamu nggak mau dengerin aku? Ok" sahutku sambil melenggang keluar dari kamar inapnya. Dia benar-benar membuatku kesal. Bayangkan saja,sebenarnya disini siapa yang dewasa?? Aku yang 18 tahun atau dia yang 21 tahun?

"Rin.." panggilnya lirih, aku menoleh melihaynya yang memasang wajah memelas itu membuatku luluh.

"Maafin gue, gue bisanya ngerepotin lo doang. Maaf gue udah buang-buang waktu lo" sambungnya. Shittt.. Dia malah bikin aku nggak tega.

"Kamu mau nurut sama aku atau nggak?" tanyaku. Dia mengangguk cepat.

"Tapi ada syaratnya" ucapnya. Aku mengernyitkan keningku.

"Elo harus jadi pacar gue" jawabnya spontan.

*#*#*#

Wahh.. Wahhh.. Minta jadi pacar tuhh. Gimana yaaa. Hmm. Maksudnya apa yaaa.. Ada yang penasaran nggak nih. Ihi stay di Dealova yaaa💋💕💕💕💕💕

DealovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang