Melihat putranya berjalan tergesa-gesa membuat Jaejoong menghampiri pemuda yang mewarisi wajah tampan ayahnya itu, dengan lembut menepuk bahu sang putra yang menampakkan wajah kusutnya. "Hyunno? Kenapa buru-buru?"
Air muka Hyunno berubah sendu ketika menatap wajah menawan sang ibu. "Umma...." Lirihnya dengan mata berkaca-kaca.
"Apa yang merisaukan hatimu?" tanya Jaejoong sambil memeluk bahu putra kesayangannya.
Hyunno membalas pelukan ibunya erat –sangat erat. "Umma... sejujurnya aku berusaha menahan diriku agar dendam antar keluarga bisa dipangkas, cukup aku saja yang menderita. Tetapi..." Hyunno menggigit bibir bawahnya ketika air mata itu meleleh begitu saja. "Aku... aku tidak ada bedanya dengan mereka. Para monster itu... aku..."
"Apa yang terjadi, Hyunno?"
"Hyeri... Hyeri..."
"Ada apa dengannya?"
"Umma... Hyeri mencoba bunuh diri." Kali ini Hyunno terisak.
Jaejoong kaget mendengar penuturan putranya, memeluk putranya semakin erat. Namun berusaha bersikap santai. "Kau mau menemuinya?"
Hyunno diam saja.
"Kedaanmu tidak memungkinkan untuk menyetir sendiri. Umma akan menemanimu." Ucap Jaejoong sembari menarik lembut tangan putranya.
************************************************
Wajah Hyunno pucat pasi ketika berjalan menuju ruang perawatan Hyeri. Kata suster penjaga bagian informasi, ruang rawat Hyeri dijaga ketat oleh bukan hanya keamanan rumah sakit saja melainkan juga orang-orang ayahnya. Hyunno tidak memusingkan hal itu –sebenarnya tidak begitu peduli− yang ia cemaskan hanyalah keadaan Hyeri sekarang. Tuhan, Hyunno harap gadis itu tidak melukai dirinya sendiri hanya karena Hyunno.
"Umma?" Hyunno menoleh pada ibunya ketika dua orang penjaga kamar rawat Hyeri berjalan ke arah mereka. Sebenarnya Hyunno bisa saja mengurus hal ini sendirian hanya saja pikirannya sedang kalut dan Hyunno yakin ia bisa saja berbuat nekad bila dilarang bertemu dengan Hyeri.
Jaejoong tersenyum, mengusap lengan kanan Hyunno lembut sebelum berjalan maju menyambut para penjaga. "Aku membawa lebih dari selusin orang bersenjata. Biarkan kami masuk atau kita selesaikan disini?!"
Para penjaga itu saling pandang sebelum menatap 4 orang seperti mereka yang berada di belakang Hyunno. Keempat orang itu membuka jas mereka sedikit untuk memperlihatkan –memamerkan pistol mereka.
Jaejoong kemudian menarik tangan Hyunno dan diajaknya putranya itu masuk begitu saja, mengabaikan getstur para penjaga yang hendak melarang mereka.
************************************************
"Ini yang kau inginkan bukan, Hyung?" tanya Jaejoong. "Putri kesayanganmu berjuang melawan maut di dalam sana karena siapa? Karena keegoisan kalian para orang tua." Jaejoong menatap pintu muram di depan sana sementara dirinya duduk berdampingan dengan orang yang mungkin saja bisa mencekiknya dengan mudah. Jaejoong membiarkan Hyunno di dalam sana bersama Hyeri. Putranya perlu belajar satu hal bahwa terkadang untuk menyadari bahwa cinta itu telah tumbuh subur dihati adalah dengan melihat cinta itu kering karena diabaikan.
"Bagaimana keadaan Yunho?" tanya Yihan. Wajahnya tampak kuyu dan lelah.
"Bagaimana dengan Hyeri?" Jaejoong bertanya balik.
Yihan memejamkan matanya, "Sepuluh kantong darah telah mengalir kedalam tubuhnya tetapi ia belum mau membuka matanya untukku."
"Seandainya kalian para orang tua membiarkan dendam itu luntur tersapu angin waktu tentu saja anak-anak tidak akan terluka." Jaejoong berkomentar. "Mungkin... jika kau biarkan Hyeri memilih jalan hidupnya sendiri... putrimu itu bisa bahagia."
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️Pembalasan Bidadari Hitam/ YunJae Fanfiction
Fanfic. "Hanya ingin memberikan salam pada Appa. Sangat tidak adil kalau kami tidak pernah bertemu sama sekali. Aku ingin tahu apakah Appa akan terkejut begitu melihatku atau tidak. Bagaimana menurut Umma?"