BAGIAN 4-B

23 5 2
                                    

Sabilla duduk di sebuah hotspot yang pengunjung nya kebanyakan lelaki. Sabilla ke sini untuk mengerjakan laporan yang deadline nya besok. Sebenarnya Sabilla mengerjakan laporan di rumah juga tidak masalah, masalah nya yaitu Angkasa yang ngotot mengajak Sabilla ke sini. Seberapa keras usaha Sabilla maka akan sia-sia juga akhirnya jika sudah berhadapan dengan Angkasa. Seperti perkalian nol, seberapa besar jumlah angka kalau pengalinya 0 maka hasil nya sampai kiamat pun tetap 0. Lelaki itu selain arogan juga dominan. Bahkan tempat nya saja Angkasa yang memilih di sini.

Sabilla mulai menulis satu persatu kata di atas sebuah kertas polio. Dari arah meja kasir, Angkasa berjalan sambil menenteng satu kotak rokok yang barusan dibeli nya. Duduk di sebelah Sabilla dan menyulut sebatang rokok berwarna putih itu.

"Bill, kamu bener-bener nggak ada hubungan dengan si Badai?" Tanya Angkasa. Sabilla menaruh pulpen berwarna biru dengan sentakan.

"Mau berapa kali aku bilang supaya kamu percaya, Sa? Badai itu udah ku anggep kayak abang aku sendiri. Dan masalah yang tadi itu.. kita nggak maksud apa-apa."

Sabilla jadi terlontar ke kejadian tadi siang di kelas. Cuaca yang sudah panas semakin jadi saat Angkasa dan Fajar bersatu dalam ruangan. Beruntung tadi siang, Badai berhasil menjadi penengah sebelum Angkasa betul-betul memberi bogem mentah ke Fajar. Badai yang badannya tinggi dan lumayan berisi langsung bergerak cepat saat Angkasa meringsek maju. Digapai nya bagian belakang kemeja Angkasa hingga laki-laki itu tertarik ke belakang dan terhempas dua langkah.

Tidak hanya diam, Sabilla juga langsung mengamankan Angkasa dengan membawa nya keluar kelas. Mengelus pundak Angkasa berharap dengan itu amarah Angkasa bisa teredam. Dan benar saja, Sabilla berhasil meski tidak benar-benar padam amarah Angkasa. Paling tidak siang tadi mereka tidak jadi berantem. Kalau memang benar itu terjadi, Sabilla pasti akan bingung harus lebih membela ke siapa karena Fajar itu teman dekat nya bahkan sebelum mengenal Angkasa, dan Angkasa itu pacar nya, walaupun belum terlalu yakin dengan perasaannya dengan Angkasa paling tidak Sabilla tetap care ke lelaki itu.

"Kalo teman kamu yang lain juga ngelakuin hal yang sama, kamu diam juga gitu?"

Sabilla mengangguk santai, tidak sadar dengan rahang Angkasa yang sudah keras. Sabilla tidak peka. "Mereka udah kayak abang aku semua tau." Sabilla melanjutkan menulis laporan nya, tidak sadar sudah membangunkan singa dalam tubuh Angkasa. Angkasa memilih menikmati batangan nikotin nya, mengurangi rasa stres karena baru terlibat percakapan dengan Sabilla barusan.

Tangan kiri Angkasa, dia sandarkan di sandaran kursi Sabilla. Lelaki itu memindai setiap inchi yang ada di sekitarnya. Mulai dari mbak-mbak yang melayani setiap pelanggan, orang pacaran di pojokan dengan hanya menggunakan satu headset, dan beberapa pengunjung lainnya.

Lima menit kemudian, hujan mulai mengguyur bumi, padahal tadi langit tidak tampak mendung. Hujan membasahi setiap inchi yang dilewati dan membawa aroma yang banyak orang kagumi, petrichor.

Kerjaan Sabilla kembali berhenti. Badannya dia putar hingga dapat melihat leluasa ke arah belakang, dimana ada sebuah jendela besar yang menampakkan tetesan air langit. Dagu nya bertumpu pada lengan Angkasa yang masih bertengger setia di sana.

"Kamu tau nggak aku suka banget dengan hujan."

"Apa spesial nya hujan? Hujan cuman air kan?" Angkasa memiringkan kepala agar bisa menatap Sabilla dari posisi samping. Tangan kanan nya dia pakai untuk mengelus pelipis Sabilla yang terdapat rambut yang menjuntai. Rokok nya yang sisa setengah dia biarkan di tepi asbak kaca. Seketika rasa kesal nya pada Sabilla luruh bersama setiap tetesan air di luar sana.

"Iya hujan itu cuman air. Tapi rasa nya spesial aja gitu, hujan itu menurut aku lambang tentang perasaan, bukan cuman sekedar kesedihan, soal nya banyak orang yang nyangkut pautkan hujan dengan kesedihan. Hujan itu nenangin waktu kita lagi sedih, dan luapan euforia kalo kita lagi bahagia."
Angkasa mendengarkan Sabilla dengan seksama.

#SaVlog Dahulu Cinta KemudianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang