Pagi ini, ruang tiga gedung teori sudah dipenuhi mahasiswa. Di depan kelas ada sekelompok yang sedang bermain laptop, di ujung kelas ada yang sedang makan nasi bungkus, di sisi kiri ada yang tengah sibuk menyelasaikan laporan dan di sebalah kanan ada yang sedang duduk-duduk sambil bercerita. Sabilla kali ini masuk ke dalam kelompok yang duduk di sebelah kanan. Tiga kursi dibentuknya saling berhadapan agar lebih enak mereka berbagi cerita.
"Kemarin kenapa Angkasa yang bisa nolongin aku sih?" Pertanyaan itu menghentikan percakapan antara Jio dan Fajar. Kedua nya menoleh Sabilla dengan pandangan yang Sabilla tidak tau apa arti nya itu.
"Kenapa jadi bahas itu? Ciee pasti Billa masih ngerasa pelukan dari Angkasa ya?" Goda Jio. Sabilla menyesal bertanya di depan Jio. Jio itu mirip ember bocor, padahal dia kan laki-laki tapi mulut nya sebelas dua belas dengan diri nya yang perempuan.
"Aku serius." Jawab Sabilla. Mata nya menatap Fajar seolah meminta jawaban. "Kenapa nggak salah satu dari kalian? Kenapa harus dia gitu? Aku penasaran."
Fajar mngendikkan bahu nya. "Takdir mungkin." Bukan, bukan jawaban itu yang ingin Sabilla dengar. Sabilla memang percaya bahwa semua nya ada campur tangan takdir, tapi pasti ada alasan dibalik nya kan?
"Jadi kemarin itu Angkasa pas mau ke toilet. Eh nggak tau nya ada insiden itu, ya dia jadi nolongin lo lah."
Sabilla kembali terdiam. Kenapa dia jadi mikirin masalah ini sih? Urusannya kan udah kelar, Angkasa juga nggak ada minta hutang budi karena dia kemarin sudah menolong Sabilla.
"Lo suka ya sama Angkasa?" Goda Jio untuk kesekian kali.
"Apaan sih, kenapa semua pada nanya kalo aku suka sama Angkasa sih?" Tanya Sabilla heran. Kemarin malam juga, saat mereka ke hotspot, Dika dan Keni juga menanyakan hal sama pada Sabilla.
"Abis nya lo kayak nya kepo banget Bill. Tapi nggak apa juga kalo lo emang suka kan? Bearti lo normal." Ucap Jio sadis. Sabilla reflek melempar sebuah pulpen berwarna biru yang berada di dekat nya.
"Aku emang normal bego. Kamu yang nggak normal Yo, kemarin aja berduaan dengan Deri di kostan kamu kan?" Jio terlihat akan membantah namun keduluan Fajar yang lanjut berbicara.
"Gue nggak setuju kalo lo sama Angkasa Bill."
Sabilla dan Jio langsung menoleh pada Fajar. Wajah kedua nya seolah meminta penjelasan kenapa Fajar bisa berkata seperti itu. Padahal Jio kan bermaksud hanya bergurau, jadi kenapa Fajar membawa nya jadi serius? Lagipula tidak ada yang bertanya pendapat Fajar perihal setuju atau tidak setuju kan?
"Gue dulu satu SMK dengan dia. Dia itu doyan kelai, keras kepala."
"Kamu juga doyan kelai kan Jar?" Tukas Sabilla. Pertanyaan yang Sabilla lontar balik sangat telak. Fajar sampai bingung harus bagaimana menanggapi nya. Sedangkan Jio tersenyum seperti badut, jenis senyuman mengejek. Fajar sampai ingin menarik bibir Jio semakin lebar, biar koyak sekaligus.
Fajar mengusap ujung hidungnya sambil merebahkan punggung ke sandaran kursi. "Tapi beda Bill. Lo nggak layak buat dapetin yang kayak gitu." Sabilla tersenyum dengan wajah memerah malu. Betapa so sweet nya perkataan Fajar barusan.
"Kamu so sweet ya Jar." Ucap Sabilla. "Tapi semua orang pasti punya sisi baik nya kan Jar? Mungkin yang kamu tau cuman buruk nya dia aja. Apalagi kamu nggak pernah benar-benar kenal sama dia kan? Cuman sekedar tau aja."
"Iya aku ta-Wait, kenapa lo jadi belaiin dia?" Mata Fajar sedikit menyipit, posisi nya sudah condong ke arah Sabilla. "Jangan bilang lo beneran kepincut dengan tuh cowok?"
*
Sudah lewat hampir setengah jam, namun dosen belum juga kelihatan batang hidungnya. Penghuni di ruang tiga pun mulai keluar dari peraduannya. Kelas yang full ac membuat mereka lama-lama menggigil, belum lagi ditambah rasa bosan.
KAMU SEDANG MEMBACA
#SaVlog Dahulu Cinta Kemudian
RomanceSabilla tidak akan pernah lupa bagaimana cara dirinya dan Angkasa bertemu. Dia yang sedang merekam video untuk vlog nya sendiri dan tidak sengaja melihat Angkasa yang sedang baku hantam. Kesalahpahaman, sampai perasaan aneh yang mulai tersimpan. Seo...