"Guys, sebentar lagi,"
"Gugup, njir,"
"Ngapain gugup? Harusnya senang kita bisa ketemu mereka,"
Gue enggak membalas kalimat yang dilontarkan Fia barusan. Memilih untuk tenang melihat pemandangan dari tempat duduk tengah ini.
Ekspektasi buruk gue terjadi. Dua tahun terakhir ini mantan kakak kelas gue tidak memberikan kabar sama sekali. Bukan hanya gue, tapi juga anak kumpulan cewek enggak mendapatkan cerita darinya. Tiga bule lain enggak membantu rasa penasaran kami. Mereka kembali menutupi apa yang terjadi dengan sahabatnya.
Dengan kira-kira sebentar lagi kami akan mendarat di tanah Australia, semakin dekat gue akan bertemu dengannya. Gue harap juga, masalah yang dia alami akan segera gue atasi, jika dia punya masalah.
Gue yakin apa yang terjadi dengan Ashton sekarang adalah masalah yang setidaknya sama berat dengan masa lalunya. Bukannya gue ingin dia mengalami kejadian sesulit itu lagi tapi dengan Luke, Michael, dan Calum merahasiakannya, cuma itu yang bisa gue perkirakan.
Setiap waktu seseorang menanyakan keadaan Ashton kepada mereka bertiga, ada saja yang mereka perbuat untuk menghindar. Diantara langsung mengganti topik, hanya menjawab "he is fine," lalu tidak melanjutkan kalimat tersebut, atau mereka akan pura-pura tidak mendengar.
•
"AUSTRALIA!" gue berteriak heboh sendiri mencoba menghilangkan rasa gugup ini.
"Bukan temen gue," supaya Gendis tetap menganggap gue temannya, gue menghentikan apapun yang gue lakukan tadi.
Ternyata bocah paling tinggi diantara kami bertiga telah berjalan duluan tanpa menghiraukan gue dan Gendis yang tertinggal.
"Buru-buru amat sih, Fi. Gak sabar ketemu Calum ya?"
Godaan gue berhasil menghentikan langkah panjangnya. "Udah gue bilang, gue gak suka sama si Kambing. Lagian dia juga udah taken,"
"Ciee... ada nama sayangnya," Fia kembali berjalan saat sadar gue gak akan berhenti menggodanya, "dan sebentar lagi single, by the way. Dia kan udah sering bilang di group chat kalau pacarnya is a b-"
"Halo, Luke?" ucapan gue terpotong dengan suara seseorang menelpon si Jerapah.
Keren yak. Luke si Jerapah, Michael si Bunglon, dan Calum si Kambing. Kek kebon binatang. Ashton nanti jadi pawangnya.
"Oke kita kesana," Gendis memasukan hpnya ke sakunya kembali setelah percakapannya selesai, "kita ke KFC aja kata Luke. Udah pada nunggu di sana,"
•
Sedikit kecewa rasanya setelah enggak melihat keberadaan Ashton di antara mereka. Masih senang sih gue bisa bertemu mereka lagi setelah beberapa bulan berbeda benua.
Baru kali ini kami berpisah beberapa bulan. Biasanya mereka bertiga balik ke Aussie cuman sebulan, disaat libur akhir tahun dan kenaikan kelas.
"I MISS YOU GUYS SO MUCH!" Michael memeluk kami bertiga. Selanjutnya gue ngerasa ada sesuatu di rambut gue.
"Ew- Michael, what the heck?" Tawa puas langsung keluar dari mulut si Bunglon itu. Yang lain mengikutinya menertawakan muka bete gue. Dengan pelan-pelan gue mencoba melepaskan benda lengket itu dari rambut gue. Michael mah kapanpun dan dimanapun sama aja jailnya akh.
Setelah berhasil, gue melemparkannya ke arah pelaku yang masih menghabiskan sisa tawanya. Its not my lucky day, bekas permen karet itu entah pergi kemana.
"Eh, Cal? Beneran Calum loe?" ucapan Fia membuat gue sadar kalau ada sesuatu yang baru dari Calum. Tangannya langsung melewati blonde streak yang baru gue liat.
"Eh, Ashton mana?" akhirnya pertanyaan itu keluar sehabis gue mempertimbangkan apakah gue harus menanyakan keberadaan orang itu atau enggak. Gue yakin jawaban mereka akan mengecewakan seperti biasanya.
"He is fine. Eh, kalian mesen makanan sana!"
Tuh kan.
Luke tau gue gak puas dengan jawaban Calum tadi. Bisa gue rasakan mata birunya melihat ke arah gue, seperti memastikan perasaan gue. Gue menjawab tatapan tersebut dengan senyuman kecil. "Yuk, Fi, Ndis, mesen,"
•
Ada hal yang gue harapkan saat perjalanan menuju apartemen. Semoga ada sebuah kejutan menanti di tempat tinggal kami nanti. Mungkin dia akan ada di depan pintu kamar kami.
Gue menggelengkan kepala menghapus segala kemungkinan di pikiran gue. Itu gak mungkin.
"Sampai, guys!" Luke mematikan mesin mobilnya. Kami semua turun sambil membawa tas masing masing. Beberapa koper di bawa oleh para cowok masuk ke apartemen. Such a gentleman.
"Gue masih ga bisa percaya kita misah dari orang tua dan bakal hidup di benua orang," kata gue sambil memasuki lift untuk menuju kamar kami yang ternyata di lantai 17.
Fia dan Gendis mengangguk setuju atas pernyataan gue barusan. Gak lama, bunyi bel terdengar dari lift yang berarti kami telah sampai di lantai yang benar.
"This is it, guys!" Gendis benar-benar semangat melihat ruangan apartemen kami. Dan ya, sesuai dugaan gue, kami akan teriak saat pintu tersebut dibuka.
Gue menyapu pandangan ke sekeliling ruangan ini. Ini akan menjadi tempat tinggal gue lumayan lama dan sepertinya gue menyukainya.
Cowok-cowok ikut bahagia liat kami yang muter-muter melihat setiap sudut ruangan. "Satu... dua.... tiga.. wait, there is four bedrooms?"
Mereka tampak puas melihat gue menyadari keganjalan di sini, "Tebak siapa yang bakal mengisi kamar tidur ke empat?"
Mata gue melebar. Mungkin ini kejutannya. Mungkin ada dia di dalam sana. Mungkin-
"Me!" gue berloncat kesenangan walau sebenarnya ada rasa sedih menerpa gue sekarang.
Its Luke, Its never gonna be Ashton, you idiot!
"Intinya setiap hari kalian ikut mobil gue buat ke Uni,"
Gue diterima di University of Sydney. Gue berkecukupan untuk hidup di Australia ini. Gue tinggal di sini bersama sahabat-sahabat. Gue bakal bersenang-senang dengan mereka.
But, why it still feels empty?
SEQUEL!
Wow, gue nge publish sequel.
Gue semangat nih sama buku yang satu ini. Jadi yang belum puas sama ending Hazel and Problems semoga kepuasannya terpenuhi di buku ini.
Sepertinya ini bakal lebih pendek dari buku sebelumnya. Tapi gue harap you don't mind.
DAN ASHTON bakal keluar di part selanjutnya!
Publish-19/04/17
~ yang dibawa Calum buat ke Coachella.

YOU ARE READING
Red and Promises [a.f.i]
Fanfiction[Hazel and Problems's sequel] All i can see is red, And his promises that flew away. Kisah gue di Australia ini berawal buruk. Dia berubah. Gue masih bisa melihat hazel di matanya tapi sakit untuk menatapnya. Sesuatu telah menutupi sinar di mata ind...