Saat kaki kiri gue memasuki rumah si Kiwi itu, gue seperti memasuki dunia yang baru. Dari gelapnya malam Sydney dan sekarang yang gue liat cuman cahaya neon. Lagu yang benar-benar bukan tipe gue dimainkan sangat keras, telinga gue sebentar lagi berdarah.
Para remaja disini terlihat gak ada yang sadar dan asik di dunianya sendiri. Kecuali, yang sedang saling memakan mulut masing-masing di setiap dinding.
Gue memegang tangan Gendis erat gak mau melewati suasana menyeramkan ini sendiri. Sedikit tenang rasanya setelah kami berhenti bergerak. Gue baru sadar daritadi gue gak bernapas.
Calum berdiri di dapur sedang mengobrol dengan cowok yang sepertinya temen kampus gue. Setelah sadar kehadiran kami, ia mengatakan sesuatu ke kawannya dan cowok itu pun pergi.
Dia mengenakan celana jeans hitam ketat dengan kemeja berwarna sama yang sekitar tiga kancing atasnya dibiarkan terbuka. "Hey, Naura! You decided to come, finally,"
Gue hanya memutar mata untuk membalas kalimatnya. Sebuah gelas plastik merah ada di tangannya, hell, hampir semua orang memegang gelas yang sama.
"Girls, yang di sebelah sana ada soda, ambil itu aja," kepala kami langsung ke arah meja di dekat tangga, dengan adanya cowok dan cewek sedang---
I don't even want to talk about it.
Setelah mengambil minuman yang aman bagi kami, kami kembali berkumpul bersama cowok-cowok. Kami ngobrol entah tentang apa aja, dengan fakta Calum yang udah mabuk aja, kami bisa bahas luar angkasa sampai celana dalam.
Sekitar 15 menit bercakap-cakap, gue menyimpulkan kalau pesta ini gak buruk-buruk amat. Gue gak harus meminum alkohol itu dan orang-orang yang diluar kelompok ini juga gak menganggu.
Telinga gue mendengar sesuatu dari ributnya pesta. Sebuah tawa kecil yang udah lama gak gue dengar. Badan gue membeku saat pemiliknya datang mendekat.
"Dude, don't tell anyone that i wear Calum's underwear," ucapnya, kepada Calum.
"Well, the owner now know," Michael berbisik, Ashton hanya tertawa kembali untuk meresponnya.
"Ash, you promise me you're not gonna be drunk-"
Gue mengobservasi Ashton yang ada di depan gue. Ada rasa senang karena gue gak ketemu dia udah hampir sebulan setelah kejadian di studio itu, dan mungkin gue udh 3 tahun gak melihat ujung bibir itu terangkat.
Satu hal yang masih gue tunggu darinya, mata hazel itu. Gue masih menunggunya bersinar seperti saat gue pertama kali bertemu dengannya, atau saat dia memberikan kado ulang tahun di pantai dulu. Matanya sekarang terlihat bosan layaknya dia lelah dengan kehidupan.
Jujur, Ashton sangat hot dengan kulitnya yang mengkilat karena keringat. Tetapi gue lebih khawatir dengan kemabukannya. Saat ia melangkahkan kaki ke arah kami aja tubuhnya gak seimbang dan hampir jatuh, menunjukkan bahwa dia udah minum diatas wajar.
"Why is she here?" kata Ashton tiba-tiba, menatap gue tajam sampai gue serasa terluka. Gue sangat menyedihkan sampai-sampai saat ia mengatakannya, gue sempat mengecek kembali apakah 'she' yang dia maksud gue? Atau mungkin ada cewek tak terlihat di belakang gue?
"Why the fuck is she here? She needs to get out!"
"Ashton!"
"She needs to get out of here!" gue yakin make up gue udah gak karuan dengan air mata yang menetes keluar. Kenapa ini sakit banget adalah, dia cuman bilang 'she' yang maksudnya gue, cuman gue, bukan Fia atau Gendis, atau kami bertiga, enggak! Cuman gue!
Tangan kanan Michael mengusap punggung gue, menciptakan sebuah pola supaya gue tenang.
"Why the fuck would you say that!?-"
Secara otomatis gue hanya fokus ke kata-kata Ashton. Suara apapun yang ada di dunia ini seperti masuk ke dalam air. Bahkan gue ga bisa jelas mendengar suara Luke yang daritadi menentang teman band nya itu untuk gue.
"No! She needs to fucking get out! I hate her! Get out, you idiot-"
Semuanya terkesiap kaget saat Luke melemparkan pukulan ke Ashton sampai badannya tersungkur. Gue pun sangat sangat terkejut karena selama gue kenal mereka berempat, dialah yang paling bisa mengendalikan amarah. Kali ini ia membuktikan bahwa gue salah.
"You freaking jerk!"
Michael memegang lengan gue dan menarik gue keluar. Badan gue mengikutinya tanpa melawan dan ternyata kami menuju mobil Luke. Ia membukakan pintu untuk gue dan gue sangat berterimakasih karena kemungkinan besar gue gak sanggup melakukannya sendiri.
Michael masuk ke kursi pengemudi dan memasuki kunci mobil yang sepertinya Luke geletakkan di meja dapur tadi. Si rambut merah menghadap ke gue. Gue terisak dan mengatakkan sesuatu,
"Michael, Calum mabuk, loe mending balik untuk ngurusin mereka,"
Cowok ini diam memikirkan omongan gue. "Okay, gue bakal balik ke sana untuk ngurus Ashton sama Luke. Loe tunggu sini, nanti Luke atau gue bakal nganter loe pulang, mungkin sama Fia dan Gendis juga, alright?"
Gue hanya mengangguk lemah.
"Hey, look at me,"
Kepala gue menurutinya. Malu rasanya menangis hebat ditatapnya.
"Ashton is freaking drunk, okay? Don't listen to him,"
Michael mengacak-acak rambut gue dan itu membuat gue senyum. Dia menutup pintu mobil dan berjalan kembali ke rumah itu.
Gue bersandar ke kaca mobil, menatap lampu-lampu jalan. Lagu yang otomatis terputar dari radio, gue abaikan.
"But, drunk words are sober thought,"
•
(Michael's POV)
Calum berdiri diantara Ashton yang sedang duduk bersandar ke oven yang tertutup dan Luke dengan dua tangannya dipegang erat oleh Fia dan Gendis, penampakan itu yang gue liat saat gue masuk.
Entah apa yang menghibur dari semua ini, tapi orang-orang mengelilingi mereka, mengira ada kejadian lagi yang akan datang.
Gue mendekat ke Luke, sesempatnya melemparkan tatapan ke Ashton juga.
"Luke, loe kenapa coba? Loe yang seharusnya berperan sebagai penenang, malah loe meluapkan amarah loe duluan!" sedikit terkejut mendengar Calum masih bisa mengeluarkan kata-kata yang masuk akal setelah entah berapa liter yang ia minum. Gendis mengencangkan genggamannya saat Luke mencoba melepaskan lagi.
"He's a jerk!" ucapnya kencang tetapi tetap berbisik, masih memiliki perasaan kepada cowok satu itu. "Wait, where is my key? And where the fuck Naura go?"
"Calm down! Gue tadi bawa Naura ke mobil, dia gak perlu untuk melihat kejadian tadi," napasnya mulai tenang tetapi masih ada kerutan di dahinya, memendam amarah. "Sekarang, loe mau anter dia pulang atau gue aja?"
"Gue udah males disini," katanya. Dia menengok ke dua cewek yang menahannya daritadi, menanyakan mau ikut pulang atau enggak, dan mereka mengiyakan. "Kalian berdua ke mobil dulu aja, gue nenangin diri sebentar,"
Fia dan Gendis pun keluar. Niat gue untuk berbicara kepada sahabat gue yang lain hancur saat gue liat di tempat sebelumnya ia duduk, orangnya udah ga ada.
"Where did Ashton go?
Tepat saat gue mengucapkan kalimat itu, dua cewek yang baru saja keluar, masuk kembali menghampiri kami dengan wajah yang benar-benar khawatir, sampai gue tau yang akan mereka katakan gak akan baik bagi kami.
"Mobil Luke gak ada!"
Disaat ada waktu, bukannya belajar, malah lanjut fanfic(:
Published-08/12/17
~doakan kimia saya bagus nilainya
YOU ARE READING
Red and Promises [a.f.i]
Fanfiction[Hazel and Problems's sequel] All i can see is red, And his promises that flew away. Kisah gue di Australia ini berawal buruk. Dia berubah. Gue masih bisa melihat hazel di matanya tapi sakit untuk menatapnya. Sesuatu telah menutupi sinar di mata ind...