Gue mengaduk campuran gula dengan kopi yang barusan gue seduh dengan air panas di sebelah Luke. Untuk pertama kalinya kami menghabiskan malam di Australia, semua menginap di apartemen kami.
"Nau, ambilin pizza satu!" sebagai manusia yang berada di posisi paling dekat dengan makanan lezat itu, gue mengambilkannya untuk Michael.
"How is birthday without us, Nau?" si rambut (yang sekarang)merah menggigit potongan pizza yang baru gue berikan.
"Asik aja, sih, enak malah kaga ada yang jail-jail," gue terkekeh melihat reaksinya terhadap ucapan gue barusan. Bibir bawahnya maju ke depan sambil mengatakan "cruel" untuk mengejek gue.
Jet lag kembali memaksakan tubuh gue untuk beristirahat. Gue cepat cepat menaruh tangan di depan mulut supaya teman-teman gue gak melihat isi mulut gue saat gue menguap. "I don't know about you, guys, but i'm so sleepy,"
"Kan loe baru aja minum kopi," Luke mengangguk ke arah secangkir kopi yang barusan gue minum setengahnya.
"The jet lag win then,"
•
"Again!? What the heck!? that guy is getting worse!"
"I know! He should stop this or i'm gonna be insane!"
"He is like my-"
"Our,"
"Our brother, i want him to get better,"
"Yeah, but he just doesn't make any easier,"
Gue mencoba tetap tidur, tetapi dengan adanya percakapan antara Michael, Calum, dan Luke membuat gue ingin mendengarkan mereka. Untung saja, gue tidur di atas sofa dengan punggung menghadap ke mereka.
"I'm gonna stay here so i can make it up some fake reason why you guys gone at the morning," gue bayangkan Calum dan Michael mengangguk atas ucapan Luke. Kenapa harus fake reason? Kenapa gak kasih tau the real reason?
Pintu terdengar tertutup pelan. Gue rasakan tatapan Luke di punggung gue, mungkin bertanya kenapa napas gue tidak selambat barusan.
"I'm so sorry for not telling you, guys," gue bisa kasih tau kalian kalau Luke kembali tidur di bawah, namun kali ini sendiri tanpa dua sahabatnya.
•
"Loh, Luke? Michael sama Calum mana?" tanya gue pura-pura polos. Ada kesenangan di wajahnya, mungkin karena pertanyaan gue menjelaskan kalau gue gak dengar percakapan mereka. Tapi tetap terlihat jelas kalau dia belum menyiapkan the fake reason.
"Uh- em- err- t-they leave 'cause em- they- their family,"
Gue, Fia, dan Gendis langsung bertukar tatapan dengan jawaban yang "sangat meyakinkan" itu. Kami mencoba mengabaikan Luke yang masih gugup di sofa.
"Eh, Luke," cowok yang dipanggil langsung mendongak dengan wajah sedikit pucat, "hari ini kita ngapain? Di sini aja?"
Gugupnya seperti hilang saat mendengar pertanyaan gue ternyata bukan tentang Ashton atau keberadaan sahabatnya yang lain. Dia kembali hening mencari informasi di iphone-nya.
"Nunggu info dari Cal-"
Ucapannya terhenti dengan sebuah perhatian menarik di pintu. Dua orang yang sedang dibahas datang dengan wajah suntuk mereka. Sebelum gue sempat mengatakan sesuatu, tangan Calum sudah terangkat dihadapan gue, memberhentikan apapun yang akan gue lontarkan.
Mereka langsung tumbang di atas sofa. Si Pirang kabur ke kamar mandi untuk menghindar semua pertanyaan yang akan menyerangnya kembali.
•
"Eh sumpah, guys, gue bosen banget demi apa," keluh Gendis. Gue dan Fia mengangguk menyutujui kalimat tersebut. Gue, Fia, dan Gendis sedang berada di kamar gue. Hati dan pikiran kami sumpek dengan banyak pertanyaan yang belum sempat atau mungkin gak akan dikeluarkan.
"How!? I'm not ready to tell them yet! We can't just invite them and just bring them with us! You know Ashton is so unpredictable, guys, we all know," mata kami yang daritadi fokus ke layar hp masing-masing langsung mendongak. Kaki-kaki kami akhirnya berjalan menuju sumber panggilan.
Kami berhenti di ambang pintu, mendengarkan percakapan mereka. Dari nada bicara mereka, sepertinya ingin kami enggak mendengarkan. Luke terlihat akan melawan omongan cowok barusan, "But Michael! We can't just go and leave them too! Sooner or later, we have to tell-"
"Guys, guys," sudah gue tebak bahwa Calum lah orang pertama yang sadar kalau "them" yang mereka maksud memerhatikan mereka daritadi.
•
"Nau, are you sure?"
"Ok, Mikey. Daripada loe nanya terus gue yakin atau enggak, mending loe jelasin kenapa loe ragu sama niat gue ini!?" suara gue meninggi dengan ketidakjelasan pria di hadapan gue ini. Dia sekarang cuma bisa menunduk seperti menahan sesuatu yang ingin dia katakan.
Gue memutar kaki berjalan ke arah mobil Luke yang sudah siap di depan apartemen. Di belakangnya, terparkir mobil Mike, terdapat Calum duduk di jok depan. Dia melambaikan tangan dan gue balas dengan perbuatan yang sama. Michael dan Fia keluar dari apartemen dan masuk ke mobil cowok yang berdebat dengan gue tadi.
Kami akan pergi ke Mall. Luke, Calum, dan satu orang lain itu memiliki janji untuk berkumpul di sana bersama Ashton. Dan ya, Michael bertanya are you sure sama banyaknya dengan jumlah bungkus hair dye yang dia buang selama lima tahun ini, dan itu banyak.
Kami bertiga memaksa ikut setelah tau rencana ke mall ini. Awalnya mereka ragu, well, mereka masih ragu. Tapi, Luke dan Calum sudah pasrah. Loe tau lah siapa yang belum setuju dengan rencana kami untuk tiba tiba datang mengejutkan Ashton.
•
Tinggal kami bertiga yang berjalan mencari keberadaan Ashton. Fia, Gendis, dan Luke ke kamar mandi. Sebenarnya hanya Fia dan Gendis, tetapi dengna ketidaktahuan mereka di mall ini, salah satu dari orang Aussie harus menemani mereka ke sana.
"Ashton bilangnya dimana, Cal?" badan gue yang masih jet lag setelah kemarin 7 jam berada di udara ditambah perjalanan mencari Ashton ini mulai merengek untuk istirahat.
Calum mengecek kembali chat-nya bersama Ashton. "Dia bilang di lantai sini, kok!"
Gue menghembuskan napas, menyadari gue belum bisa menuruti kemauan tubuh gue. Kepala gue kembli menengok kanan kiri mencari pemilik mata hazel itu.
Dan sesuatu memberhentikan gerakan gue. Rasa bahagia akhirnya berhenti berjalan hilang. Gak ada juga rasa bahagia kalau gue ketemu dia. Oh wait, maksud gue melihatnya.
Cowok yang gue ingin temui bertahu-tahun ada di depan mata gue. Ashton ada di sana, bersama seorang perempuan. Gue cuman bisa kasih tau, yang mereka lakukan, menyakitkan gue.
Terserah kalian mau nganggep mereka ngapain ye,
masa mereka ga ke Indo sih, ih.
Love you all, guys!
Published-13/05/17
~ga sabar 5SOS3
YOU ARE READING
Red and Promises [a.f.i]
Fanfiction[Hazel and Problems's sequel] All i can see is red, And his promises that flew away. Kisah gue di Australia ini berawal buruk. Dia berubah. Gue masih bisa melihat hazel di matanya tapi sakit untuk menatapnya. Sesuatu telah menutupi sinar di mata ind...