BAB 19 : Luka

686 85 21
                                    

Setelah punggung kokoh laki-laki itu menghilang dari pandangan, Anna memutuskan untuk masuk ke dalam kelas. Dia sempat tertegun ketika tahu bahwa hanya ada dua orang yang berada di dalam. Seluruh teman-temannya tidak ada di kelas. Termasuk tas-tas mereka. Anna pun kelimpungan mencari mereka.

Masih dengan posisi berdiri di depan papan tulis. Ia segera mengeluarkan ponsel dan menghubungi salah satu temannya. Sungguh, Anna akan marah jika teman-temannya tidak ada yang bisa di hubungi.

Ketika sibuk berkutat dengan ponselnya, datanglah seseorang dari belakang Anna. Seseorang itu memegang pundak Anna. Membuat Anna menoleh ke belakang. Wajah yang semula panik berubah menjadi mengeras kala tahu siapa yang memegang pundaknya. Sedikit tidak menyangka mengetahui bahwa dia telah memukul seseorang yang bahkan tidak bersalah.

"Gue butuh bicara sama lo."

****

Mereka sudah berada di taman belakang sekolah ini. Dengan Anna yang berdiri di dekat pohon besar dan seseorang yang duduk di kursi tersebut. Hubungan  mereka telah lama usai. Namun luka di diri mereka masih terpampang secara nyata.

"Buruan!" katanya dengan nada ketus dan dingin.

Perempuan yang tengah ia pandang telah berubah. Bukan lagi perempuan yang dulu ia kenal. Bukan lagi perempuan yang selalu menemaninya. Bukan lagi perempuan yang ada setiap waktu. Perempuannya telah hilang.

Sebelum angkat bicara, laki-laki itu menghembuskan napas panjang. Matanya masih saja memandang punggung Anna tanpa berkedip. "Jangan dekat-dekat sama Alvaro."

Anna menoleh seketika. Menatap laki-laki itu dengan pandangan tidak paham. "Maksud lo?"

Laki-laki itu berdiri. Menatap manik mata Anna dengan tajam. "Gue nggak akan suka dan nggak akan ijinin lo sama Alvaro."

Tanpa di duga, Anna menanggapi dengan tertawa keras. Hanya beberapa detik sebelum wajahnya berubah menjadi dingin. "Lo siapa? Berani ngatur-ngatur hidup gue?"

Tamparan keras baginya ketika Anna berkata demikian. Tapi sebisa mungkin laki-laki itu menyembunyikannya dan berusaha untuk acuh akan pertanyaan tersebut. Ada sedikit hatinya yang tidak rela jika perempuannya jatuh pada laki-laki salah. "Lo boleh dekat sama siapa aja. Asal jangan sama Alvaro."

Sejenak Anna terdiam dengan wajah mengeras. Bagimana bisa laki-laki ini melarang hidupnya? Sedangkan orang tuanya atau bahkan Abangnya saja tidak pernah melarangnya.

"Lo udah nggak punya hak untuk melarang gue dekat sama siapa aja. Lo juga nggak punya hak untuk ikut campur sama urusan gue."

Sebenarnya, sulit bagi Anna untuk menahan bibirnya agar tidak mengeluarkan kata-kata yang nantinya akan membuat semuanya berantakan. Namun, ketika melihat tingkahnya yang sudah tidak bisa di toleransi. Seketika membuat Anna harus mengatakan semuanya. Agar dia berhenti untuk mencari. Berhenti untuk menyakiti dirinya dan juga hatinya. Berhenti untuk berharap. Bahwa semua tidak akan bisa terulang kembali. Semua tidak akan bisa diperbaiki.

"Gue dan lo..." Anna terdiam sejenak sebelum membuka suara kembali. "Hanya sebatas masa lalu yang nggak akan bisa kembali."

Setelahnya, Anna berjalan cepat dengan air mata yang entah sejak kapan mengalir begitu saja. Meninggalkan laki-laki itu yang mematung di tempat dengan perasaan sakit.

Luka mereka kembali terbuka.

****

Anna bergegas mengambil tas yang ada di dalam kelas dan bergegas untuk keluar. Dengan air mata yang terus saja jatuh membasahi pipinya. Anna nelangkahkan kaki tanpa peduli dengan tatapan semua orang yang berada di koridor. Ia butuh waktu untuk sendiri.

About Time ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang