Seusai membersihkan diri, Anna keluar dari kamarnya guna membantu Bunda serta Bi Ijah yang akan memasak untuk sarapan nanti. Anna berjalan ke arah dapur dan berdiri diantara mereka. Melakukan apa yang bisa Anna lakukan. Seperti memotong sayur atau mencuci buah.
Ketika Anna tengah sibuk memotong-motong brokoli, Bundanya yang tak jauh darinya mendekat. Dia mengamati putrinya sambil tersenyum. Anna yang menyadari bahwa ia tengah di tatap pun berhenti memotong. Dia menoleh ke arah Bundanya berada.
"Kenapa, Bun?"
Andin hanya menggelengkan kepalanya lalu berlanjut memasak kembali. Membuat Anna seketika bingung dengan sikap Bundanya sendiri. Kadang, beliau suka senyum-senyum sendiri waktu menatapnya. Tapi jika ditanya 'kenapa', pasti Bundanya akan menggelengkan kepala.
"Bun, Anna bingung sama kata hati Anna sendiri," ujarnya lalu mencuci potongan sayur tersebut.
Andin yang sedang menggoreng tempe menatap putrinya sebentar, sebelum kembali pada tempe goreng tersebut. "Seperti yang Bunda ucapin kemarin. Kalau seandainya, Keano pergi terus ketemu sama orang yang bikin dia lebih bahagia, apa kamu rela?"
Anna hanya mendengus pelan sebagai jawaban. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Karena sesungguhnya, hati kecilnya belum bisa ia baca. Belum bisa ia cermati. Bahkan, ia sendiri belum paham apa yang hatinya inginkan.
"Bunda cuma kasih tahu kamu kalau penyesalan itu selalu datang belakangan. Jadi, hati-hati ketika kamu mengambil keputusan. Pikirkan matang-matang apa yang terjadi beberapa hari, bulan, ataupun tahun. Jangan sampai kamu mengambil tindakan gegabah dan menyesal nantinya."
****
Sarapan sudah siap di atas meja makan ketika jam menunjukkan pukul enam pagi. Anna, Bunda dan Ayahnya sudah rapi dengan pakaian yang mereka kenakan. Duduk di meja makan sembari membicarakan hal-hal ringan.
Saat mereka akan mulai untuk sarapan, Bi Ijah dari arah luar datang menghapiri mereka. Andin yang melihatnya pun bertanya pada beliau.
"Ada apa, Bi?"
"Itu, ada teman Non Anna yang datang."
Tangannya yang tengah mengambil nasi pun berhenti di udara ketika mendengar tutur dari Bi Ijah.
"Suruh ikut sarapan aja, Bi." Bi Ijah mengangguk dan keluar kembali untuk mengajak seseorang tersebut. Anna yang duduk pun mendadak gusar sendiri. Sekarang, ia tidak bisa menebak siapa yang datang pagi-pagi ke rumahnya. Yang ada di kepalanya hanyalah bagaimana cara dia untuk kabur dari meja makan ini.
"Em, Bunda, aku mau ambil--"
"Selamat pagi, Tante, Om."
Anna pun seketika mematung di tempat kala mendengar suara suara yang benar-benar ia kenali. Suara laki-laki yang hampir setiap pukul dua dini hari selalu berceramah tentang bagaimana akibat dari begadang. Dan saat Anna menoleh ke belakang, ia cukup tertegun. Seragam yang biasanya berantakan pun tidak ada di sana. Gayanya yang berandal pun seperti hilang seketika. Bagaimana orang itu bisa merubah diri?
"Perkenalkan, nama saya Alvaro. Kakak kelasnya Anna di sekolah," tutur laki-laki itu dengan sopan.
Anna yang tengah memandanginya dengan tatapan bertanya seperti tidak terlihat olehnya. Tatapan matanya hanya terfokus pada kedua orang tuanya yang diam-diam tersenyum menggoda.
"Sudah sarapan?"
Anna menoleh pada Ayahnya dengan tatapan memohon. Supaya laki-laki itu tidak ikut sarapan dengannya, di sini.
Namun, Tuhan berkehendak lain waktu Alvaro menjawab, "kebetulan saya belum sarapan."
Anna terduduk di tempatnya dengan lemas. Ayahnya dengan senang hati mempersilakan Alvaro untuk duduk. Alvaro pun menurut sembari berjalan menghampiri meja makan tersebut. Ia lalu menarik kursi tepat di samping Anna dan mulai duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Time ✔
Ficțiune adolescențiSemua tentang waktu. Waktu untuk bertemu. Waktu untuk bersama. Waktu untuk berpisah. Waktu untuk melupakan. Dan waktu untuk memulai hal baru. Dua sejoli yang dipertemukan kembali oleh waktu. Pertemuan yang tidak pernah mereka rencanakan. Pertemuan...