7. Kelabu

17 4 0
                                    

Hari terasa begitu cepat. Sangat cepat hingga rasanya aku tak bisa menikmati hal yang seharusnya patut aku ingat sebagai memori indah.

Seketika angan  itu mengguncangkanku, lalu  terlempar sangat jauh dari pandanganku. Harapan itu.
Dimana aku sekarang ?

Yang kulihat hanya hamparan rerumputan kering. Angin membelai-ku halus, disisi lain mendung siap menurunkan ahujannya deras deras. Kurasakan angin mendadak berubah arah. Nafasku sesak olehnya. Dadaku  kembang kempis kesakitan menerima deruan angin yang memaksaku enyah.

Tetes air jatuh. Itu bukan air hujan yang sedari tadi menghujatku dingin, melainkan air mataku. Pandanganku kabur oleh sesuatu yang pedih jauh didalam sana.
Dimana aku sekarang ?

Rasanya aku tak bisa merasakan kakiku berdiri jejak dipijakanku. Aku tak melihat semua ini secara nyata. Seperti dalam ilusi debus yang tak pernah aku rasakan sebelumnya.

Ilusi ?

Ah.. Tentu saja sekarang aku berada di mimpiku. Mimpi buruk-ku. Aku ingin jika aku terbangun nanti, aku tak mengingat apapun. Hingga aku tak akan menyesali satu hal pun.
Aku berlari sekencang mungkin dari segala sudut rerumputan gersang ini. Seolah kawanan massa mengejarku bagai anjing liar. Aku hanya berharap jika mungkin ada ujung dari tempat mengerikan ini, maka disitulah aku akan berhenti dari pelarian yang membuat sekujur kakiku mati rasa.

Kupikir dengan kecepatanku saat ini, bahkan aku telah terbang. Tak berpijak. Melayang membentuk  elevasi rendah.

" Dean. " seseorang memanggilku, aku menoleh tapi hanya padang gersang yang kulihat. Suara itu terus memanggilku, ketika aku menoleh dan kubalikkan badanku, aku tak menemukan siapapun. Saat aku beralih ke sudut pandang yang lain, saat itu juga pun aku ter-teleportasikan ke tempat yang tak menentu. Tempat tempat yang tak pernah aku tahu dimana itu. Kadang di padang gurun, lautan, lapangan, kota mati, dan tempat lainnya yang seolah tak berpenghuni.

'Bukankah aku sekarang hanya bermimpi ? ' batinku meremehkan.

" Dean !!" panggil suara serak itu, lagi. Aku menoleh ketakutan karena suaranya begitu keras hingga menggema berkali - kali. Aku menoleh tapi tentu aku tak menemukan pemilik suara itu. Pijakan ku pun tak tetap lagi, seketika aku berada ditepian jurang.

' Oh tidak ! '
Aku yang tak bisa menghentikan langkah lari-ku pun terjatuh kedalam jurang dalam itu. Sial !
Jurang ini seakan tanpa dasar. Begitu gelap dingin dan menakutkan.

' Arrhghhhh!!'
.
Kubuka segera kedua mataku.

" Hahh. " ucapku kaget setelah kedua kelopak mataku terbuka lekas.

Ah, itu hanya mimpi.
Pikirku mendekap dadaku sendiri berharap jantungku berdetak sedikit santai. 
Dimana aku sekarang ?

Terakhir kali aku berada di sekolah, tapi kenapa aku bisa berakhir disini ?
Kepalaku terasa sakit. Kuraba sebuah perban putih menempel di jidatku. Tepat dengan warna merah darah yang membekas pekat.

Ah. Aku ingat. ! 'Drop out. '
Sial, aku masih mengingatnya. Sesuai dugaan, harapanku untuk tak ingat apapun setelah terbangun,  takkan terkabul semudah itu.

Aku memegangi kepalaku yang masih terasa sakit. Sekarang aku mengingat itu. Aku telah pingsan saat berada di aula tadi.
Dan dimana aku sekarang ?

Ruangan ini tak terasa asing. Kulihat sekeliling penuh selidik.
Ah. Bagaimana aku tak mengenalinya! Ini adalah kamarku sendiri.
Tidak ada siapapun. Ibu sepertinya tidak berada dirumah sekarang. Lalu ayah ?
Ah.. Jam berapa sekarang ?
Arah pandangku tertuju pada jam dinding yang tergantung di dekat almari kayuku.

Landmark of 1983Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang