Eight • Murid Baru

115 7 0
                                    

Bus sekolah yang ditumpangi Ashilla, Karen, Danny dan Alex akhirnya sampai di lapangan parkir sekolah. Jam menunjukan pukul 8 pagi. Ash, Karen, Danny dan Alex turun dari bus dan hendak langsung menuju kelas, tapi mereka berhenti sebentar di lobby untuk melihat di mana kelas mereka di tahun kedua ini.

Ash, Karen, Danny dan Alex ternyata di satu kelas yang sama untuk beberapa mata pelajaran. Mereka tampak senang sekali. Karena di kelas junior tahun lalu mereka juga berempat di kelas yang sama.

“ASYIK! Kita sekelas lagi!” pekik Karen.

“Yeah, syukurlah … karena apa yang akan kalian lakukan tanpa diriku,” ucap Alex menyombongkan diri.

“Hah? Memangnya kalau tak ada dirimu, kami tidak bisa melakukan apa-apa?” sambar Karen senewen.

“Pastinya kalian akan merindukanku jika kita tidak sekelas,” ujar Danny menyengir.

“Aku justru bersyukur jika tidak sekelas denganmu, Dan. Kau, kan, biang kerusuhan di kelas.” Ash meledek.

Memang paling indah jika mereka saling merundung seperti itu. Ash memperhatikan sahabat-sahabatnya satu persatu. Mereka adalah keluarga yang dimilikinya. Entah apa jadinya dirinya jika tidak memiliki mereka.

Ash dan Karen berjalan menuju kelas. Danny dan Alex mengikuti di belakang. Sebelumnya mereka berhenti di lorong untuk membuka loker masing-masing. Dan ternyata loker Ash tepat di samping loker Karen.

“Aku penasaran apa kita sekelas dengan si penyihir Hannah itu,” ujar Karen.

“Bagaimana kalau ternyata kita sekelas dengannya?” tanya Ash.

“Wah itu seru! Pasti tiap hari aku akan berperang dengannya.” Karen menyengir. “Lebih bagus lagi kalau si William Alexander itu sekelas dengan kita. Eh, tapi dia sekolah di sini, kan?”

“Yeah, dia bilang padaku akan bersekolah di sini.”

“Nah! Kau tidak menghubunginya? Tidak bertanya apa dia sudah di sekolah? Di kelas mana?”

“Untuk apa? Lagipula aku tidak tahu nomornya.”

“Yang benar saja, Ash!” Karen mendecak. “Kalian menghabiskan waktu seminggu bersama tapi kau tidak meminta nomor ponselnya?”

“Apa sih? Memangnya penting apa nomor ponselnya?”

Karen hanya menggeleng frustasi sambil menatap sahabatnya tidak mengerti. Memang harus Ash akui, bodoh sekali dia tidak meminta nomor ponselnya padahal mereka sudah seminggu sering bertemu. Tapi Will juga tidak menanyainya. Mungkin karena mereka bertetangga dan saling mengucapkan selamat malam dari jendela kamar. Komunikasi mereka terasa jauh lebih baik tanpa harus ada gadget. Tapi tetap saja! Menurutnya itu bodoh, di zaman serba gadget seperti sekarang ini, sudah pasti bukan? Nomor ponsel itu penting!

Kelas sudah cukup ramai ketika Ash, Karen, Danny dan Alex masuk. Ash melihat sekeliling. Matanya terbelalak melihat dua gadis yang sangat dikenalnya. Mereka sekutu Hannah, Sam dan Emily. Ash melirik ke arah Karen, dia juga terpaku. Tapi tunggu, tidak ada Hannah di kelas ini. Apa mungkin hanya sekutunya yang sekelas dengannya?

Karen pun mengambil tempat duduk di pinggir agak jauh dari Sam dan Emily. Mereka sepertinya sudah mem-blok dua bangku di depan mereka. Satu sudah pasti untuk Hannah, tapi satu lagi entah untuk siapa. Mungkin Hannah punya sekutu baru?

Danny dan Alex duduk tepat di belakang Ash dan Karen. Ash duduk di samping Karen di dekat jendela. Karen tahu persis kalau Ash suka tempat duduk dekat jendela.

“Mungkinkah kita akan sekelas dengan Hannah dan sekutunya? Lihatlah mereka sudah mem-blok dua bangku di depan mereka,” tanya Ash kepada Karen sambil melirik ke arah Sam dan Emily.

WINDSOR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang