Twenty Two • Christmas Eve

67 10 0
                                    

Hari ini adalah hari terakhir Ash latihan untuk pertunjukkan malam natal di Balai Kota bersama Klub teater. Seminggu lagi natal dan dia semakin sibuk dengan kegiatan teater yang membuatnya semakin dekat dengan Jackson White.

Mereka menjadi tak terpisahkan dua minggu ini. Mau tak mau Ash harus terus bertemu Jackson yang sebagai panitia acara malam natal di Balai Kota. Dia dan Will hampir tidak pernah berangkat dan pulang bersama dua minggu ini. Jackson setiap pagi menjemputnya dan dia tak enak hati untuk menolaknya. Sepulang sekolah, Jackson mengantarnya ke Balai Kota untuk latihan. Hal ini Ash sudah beberapa kali menolaknya dengan alasan dia bisa naik bus sekolah ke Balai kota, tapi Jackson memaksa dan dia mengingatkan Ash bahwa dirinya panitia acara malam natal, jadi dia juga ada keperluan di sana.

Ash hampir selalu pulang larut malam selama dua minggu ini. Dan tak ada lagi ucapan selamat malam dari Will. Membuatnya merindukan laki-laki itu. Hari terakhir ini membuatnya harus pulang hampir tengah malam. Jackson seperti biasa mengantarkannya ke rumah. Dia pun langsung masuk ke kamar karena ayah ibunya juga sudah tertidur.

Ash merebahkan dirinya di kasur dan memejamkan mata sejenak. Lelah dan mengantuk. Kemudian tiba-tiba, krrrrakkkk … buggg! Ash tersontak dan kaget!

“Ya ampun Will! Apa yang kau lakukan? Mengagetkanku saja!” pekik Ash.

Will terkekeh. “Maaf Ash, aku terlihat seperti maling yang memasuki rumahmu,” ucapnya cengengesan.

“Apa yang kau lakukan? Ada apa sampai harus seperti maling memasuki kamarku?”

“Aku merindukanmu Ash …” Will terdiam sejenak lalu menatap Ash. “Tidakkah kau tahu? Aku kesepian ketika melihat jendela kamarmu, sedangkan kau tidak ada di sana,” ucapnya tanpa memutuskan kontak mata dengan Ash. Terlihat memang ada kerinduan di matanya. Dan Ash, sekali lagi tak berkutik dengan ucapannya yang diakhiri dengan senyum mautnya.

“Aku juga rindu padamu Will ... maksudku, dua minggu ini kita seperti terasingkan, seperti dua orang yang tidak saling mengenal dan hanya bertetangga,” ujar Ash.

Entah keberanian dari mana Ash mengungkapkan bahwa dia merindukan Will juga. Namun, perasaannya kini sedikit lega mengutarakan hal itu langsung tepat di hadapannya. Will kemudian tersenyum kepada Ash dan mereka saling membalas senyum. Will mengatakan ingin berdoa ke gereja bersama Ash saat Natal nanti dan Ash berjanji akan gereja bersamanya.

Will akhirnya kembali ke kamarnya melalui jendela kamar. Tidak mungkin, kan, dia melalui pintu depan, ini sudah tengah malam. Ash takut membangunkan kedua orangtuanya.

“Ash, sebelum aku menutup tiraiku jangan menutup tiraimu ya?”

“Memangnya kenapa? Jangan bilang kau ingin melihatku tertidur?”

“Aku ingin melihatmu sekali lagi sebelum kau beranjak tidur. Karena melihatmu sebelum tidur adalah salah satu kebiasaan favoritku kini.”

Ash tersenyum geli. Apa Will bilang? Melihatnya sebelum tidur adalah kebiasaan favoritnya? “Baiklah, sudah sana kembali ke kamarmu.”

Will pun kembali ke kamarnya dari jendela kamar Ash dengan melewati beberapa dahan pohon yang cukup besar dan akhirnya sampai di jendela kamarnya. Ash menunggunya memberi kode agar dia bisa menutup tirainya. Will pun setengah berteriak mengucapkan “Selamat Malam” pada Ash lalu menyuruhnya menutup tirainya. 

Setelah menutup tirai, Ash pun merebahkan diri. Dia belum membersihkan diri, tapi rasa lelah dan kantuk membuatnya enggan beranjak dari kasur. Ash memejamkan mata sambil membiarkan dirinya tertidur. Senyum kecil tersungging di bibirnya. Samar-samar dia mengingat ucapan Will tentang betapa dia kesepian setiap melihat jendela kamarnya sedangkan dirinya tidak ada di kamar. Hatinya bahagia sekali mendengarnya. Dibiarkan dirinya larut dalam perasaan itu. Kemudian perlahan tertidur.

∞∞∞

Malam Natal pun tiba. Ash yang dari pagi sudah ada di Balai Kota untuk pertunjukkan sangat sibuk dengan segala gladi resik sebelum acara. Beruntung, pertunjukkannya sukses. Ash tidak melakukan kesalahan apapun saat menggiring musik teater.

Di bangku penonton ada ayah dan ibunya, juga Will dan sahabat-sahabatnya. Jackson juga terlihat bersama orang tua dan keluarganya, juga beberapa wajah yang cukup Ash kenali dari kalangan elite.

Sehabis acara Jack menghampirinya. Dia ingin mengajak Ash ke rumahnya bertemu dengan orang tua dan keluarganya. Ash menolak dengan halus ajakan Jack. Tentu saja, karena dia sudah berjanji pada Will akan menemaninya berdoa di gereja yang tidak begitu jauh dari Balai Kota. Ash tentunya lebih memilih bersama Will. Tak perlu dijelaskan lagi bagaimana hatinya kini jatuh cinta pada Will.

Ash dan Will, bersama-sama akhirnya menuju gereja. Sebelumnya Ash berpamitan dengan ayah ibunya. Mereka sepertinya akan pulang duluan dan mengingatkannya untuk tidak pulang terlalu larut malam.

“Akhirnya kita punya waktu hanya berdua saja,” kata Will di tengah perjalanan mereka menuju gereja.

“Kau ini sepertinya senang sekali bisa berdua hanya denganku,” balas Ash tak habis pikir.

“Tentu sja Ash! Kau, kan, susah sekali punya waktu untukku.”

“Itu karena aku banyak kegiatan. Maaf….”

“Sudahlah, yang penting sekarang kita punya waktu berdua.”

Cuaca malam natal yang bersalju terasa menusuk. Ash berpegangan dengan Will agar tidak terpeleset karena salju yang menutupi jalan. Will terlihat siap memegangnya agar bisa berjalan bersamanya. Ada sedikit kehangatan di saat Ash memeluk lengan Will dan berhimpitan dengannya. Lengannya cukup kekar dan berotot, mungkin karena dia adalah pebasket.  Juga Ash menyukai wangi badan Will, entah itu karena minyak wanginya atau memang itu bau badannya. Sepertinya kini, tidak ada yang tidak dia sukai dari apa yang ada dalam diri seorang William Alexander.

“Nah! Akhirnya kita sampai di gereja,” ucap Will.

Ash mengikutinya masuk ke dalam gereja. Mereka memilih bangku di sisi kanan tengah yang menghadap ke altar. Gereja sangat ramai dengan orang-orang yang memanjatkan doa dan pujian. Karena ini malam natal walau jam menunjukkan hampir tengah malam.

“Aku selalu ingin membawa gadis yang aku sukai berdoa bersama di gereja,” bisik Will tiba-tiba membuyarkan kekhusyukkan Ash yang sedang memanjatkan doa.

WINDSOR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang